Bab 23

6.5K 307 18
                                    

Tolong Maafkan Ayah 23

Mobil kami meluncur dengan mulus di jalan. Seandainya, jalan hidupku bisa semulus ini. Kami pulang ke rumah, setelah, menjanjikan kebebasan fiktif kepada Virgo.

Mau bagaimana lagi? Jika tidak begitu, dia akan terus berteriak dan mengamuk, kepadaku. Caci maki, dengan gamblang keluar dari mulutnya. Umpatan dan kata-kata kasar, begitu licin di lidahnya.

Saat Virgo masih kecil, aku menganggap umpatannya adalah hal yang lucu. Dia terlihat menggemaskan saat mengumpat orang lain.

Petugas kepolisian, hanya geleng-geleng kepala, melihat kami yang tidak berkutik, di depan Virgo.

Melisa dan Radit sudah menunggu kami dengan pertanyaan, saat pintu rumah terbuka.

"Bagaimana Pa? Apa Virgo terlibat?" tanya Radit.

"Polisi punya buktinya. Dia terlibat. Papa mau istirahat dulu. Capek Nak." Aku menepuk punggung Radit pelan.

"Tunggu Pa. Bagaimana dengan pendonor aku?" tanyanya lagi.

Aku berbalik. Terpaksa, berdiri di samping Radit lagi. Memaksa tubuh yang belum sepenuhnya sehat ini, untuk menunda istirahat.

"Mereka tidak bisa menjadi pendonor kamu lagi, Nak. Dulu, Anatasya juga lumpuh, saat jatuh dari kursi. Aluna sudah menyumbangkan sumsum tulang belakangnya untuk Anatasya. Jadi, mereka sudah tidak bisa lagi menjadi pendonor, Radit. Papa akan coba minta tolong ke keluarga Mamamu."

Mereka bertiga terdiam. Talita terlihat gusar.

"Lalu, kamu mau minta keluargaku yang mana Mas?" tanyanya dengan suara menahan jengkel.

"Coba kamu tanya di grub wa keluarga kamu. Aku akan bayar siapapun yang mau, jadi pendonor buat Radit."

"Kan kita udah pernah nanya Mas. Kok mau nanya lagi?"

"Waktu itu, kamu gak nanya Talita, tapi ngancem, meminta dengan bar-bar. Gak sopan. Siapa juga yang mau? Rubah sedikit kelakuan kamu Talita. Jangan terlalu angkuh. Kasihan Radit!"

"Ayolah Ma. Tolongin aku." Radit memelas.

"Ia. Ia. Mama coba entar." Dia bangkit dari sofa, lalu masuk ke kamar dengan langkah kasar.

Kasihan Radit.

Melisa yang sedari tadi tertegun, membuka suaranya.

"Pa. Aku kok baru ngeh sekarang yah. Waktu jumpa fans Anatasya dulu, ada anak Papa yang dokter itu kan di sana? Jadi, Anatasya itu adiknya, si dokter? Adik aku juga dong Pa," suaranya meninggi satu oktaf.

"Kok, Papa gak pernah cerita ke aku sih?"

Aku bergeming. Kacau ini. Melisa pasti akan menggunakan informasi ini, untuk menekan Anatasya. Jangan sampai saja. Dia pasti akan malu, jika Anatasya memperlakukan dia seperti aku.

"Papa harus bilang apa Nak? Mereka udah gak kenal Papa lagi. Pisahnya kan, udah lama."

"Lho. Gak bisa gitu dong Pa. Mau pisah lama kek, cepat kek, namanya Papa yah tetap Papa. Aku gak terima yah kalo Papa diginiin sama anak sendiri. Jangan mentang-mentang mereka udah berhasil, mereka bisa menyangkal Papa sebagai Papa mereka!"

Sebenarnya, apa yang dikatakan Melisa itu benar. Tapi kenyataanya tidak segampang itu.

"Papa harap, kamu gak macem-macem, Melisa. Jangan bikin Papa malu, Melisa!"

Senyum yang terbit di bibirnya, membuatku curiga. Takut, jika dia nanti melabrak Anatasya. Melisa dan kedua adiknya, tidak tau tentang cerita di masa lalu.

Tolong Maafkan AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang