Bab 24

6.1K 292 6
                                    

Tolong Maafkan Ayah 24

Ting. Ting. Ting. Bunyi pesan beruntun masuk ke ponselku. Melisa yang mengirimnya. 

Meski kepalaku masih terasa berat, namun, pesannya tetap aku buka juga. 

Foto? Mendownload. Loading. Foto Talita yang di peluk dan di cium seorang pria, di lobi hotel. 

Aku langsung menelpon Melisa. 

"Kamu dapet dari mana foto ini, Sayang?"

Suara isak tangis, menyambut ucapanku. "Pa. Aku sendiri yang ngambil fotonya. Aku ada di parkiran hotel sekarang,"

"Udah. Kamu tenang yah. Papa jemput sekarang. Jangan kemana-mana."

Aku segera menutup penggilan. Menyambar jaket. Di ruang tamu, aku lihat Radit yamg sedang duduk melamun di samping jendela. 

"Dit, mau ikut Papa gak? Papa mau jemput Melisa,"

"Gak Pa. Nanti aku ngerepotin lagi. Aku mau di rumah aja." Dia menjawab, tanpa melihat kepadaku. 

"Kalo ada apa-apa, langsung telepon Papa yah."

Dia mengangguk malas. Aku harus lebih gencar lagi mencari pendonor untuk Radit. Kasihan dia. Tidak lagi kulihat kebahagiaan di wajahnya. 

Mobil aku keluarkan dari garasi, lalu meluncur ke alamat yang sudah disharelock Melisa. 

Dalam mobil, aku berpikir keras. Apa betul itu Talita? Sepintas memang mirip Talita. Memang agak blur sih fotonya, karena diambil dari jarak jauh. Juga beberapa di zoom. Kabur. 

Gedung hotel sudah terlihat. Aku memarkirkan mobil, dan meminta Melisa untuk masuk ke dalam lobi. 

Melisa masuk dengan wajah kusut. Meski begitu, anakku tetap terlihat cantik. Aku melihat matanya yang sembab. 

Talita. Jika benar dia ke sini dengan seorang pria, maka aku tidak akan memaafkannya. 

Bersama Melisa, aku menuju meja resepsionis. Bertanya mengenai tamu yang baru masuk. Meski aku tau, mereka pasti menolak memberi informasi. 

Betul saja. Meskipun memohon, mereka tidak mau. Sementara aku bicara memaksa, pasangan yang belakangan ini, membuatku jatuh sakit, karena hati yang terluka, berjalan menghampiri meja resepsionis.

Aku menggeser tubuhku. Memberi ruang buat Anaya dan suaminya. Ah. Beban di hatiku bertambah. Mengapa hidupku bisa sesial ini? 

"Pak Surya, anda ada di sini juga? Mau nginap?" sapa Anaya. 

"Mas. Kenalin. Ini kolega bisnis kita. Yang tempo hari diceritain Arga."

Hendrawan mengulurkan tangan kepadaku. Dengan agak malas, aku menyambut uluran tangannya. 

"Selamat datang Pak Surya. Semoga anda menikmati pelayanan di hotel ini. Jangan sungkan jika ada kendala yah," dia menepuk lenganku dengan pelan. 

Oh. Jadi hotel ini miliknya? Belagu. Aku manfaatin aja. 

"Terimakasih Pak. Hotel ini milik anda?" tanyaku. 

Dia tersenyum. "Tadinya, Pak.Sekarang tidak lagi. Hotel ini sudah jadi milik istri saya," senyum itu dia beri kepada Anaya, yang sedari tadi, bergelayut di lengannya. Lebay. 

"Oh. Saya tidak menginap Pak. Hanya minta informasi pengunjung saja. Apa bisa?"

"Kalau yang satu itu, memang sudah menjadi aturan di hotel ini Pak. Kami benar-benar menjaga privasi pengunjung. Maaf yah Pak!"

Tolong Maafkan AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang