Bab 28

5.7K 324 15
                                    

Tolong Maafkan Ayah 28

"Kalian bertiga ikut Bunda sama Papa aja. Bunda gak enak ninggalin kalian sendiri di sini, tanpa ada yang mengawasi." Anaya yang sedari tadi membujuk Aluna dan Anatasya, tampak mulai kesal.

Anatasya, mengoleskan selai kacang ke roti bakarnya. Sambil memasukkan dua potong lagi, untuk di bakar.

"Nanti aja Bun. Papa sama Bunda aja, yang sering-sering ke sini. Aku gak mau ninggalin rumah ini, Bunda. Banyak kenangannya. Rumah hasil kerja keras kita sama-sama." ujar Anatasya.

Ting. Roti bakar masak. Aluna mengambil dua potong. Memberi toping abon sapi dan mayonais.

"Kak. Ayo dong ngomong," desak Anaya, pada putri sulungnya itu.

"Bunda. Aku juga tinggal di sini yah, bareng Acha. Kan ada si bontot. Nanti dia yang jagain kita mah. Bunda gak usah kuatir."

Anatasya tersenyum manis pada kakaknya. Merasa menang ada yang membela. Mereka memang anak-anak yang mandiri.

Walaupun mereka sudah dewasa, dan tentunya sangat bisa melindungi diri sendiri, namun, Anaya sangat keberatan membiarkan mereka tanpa pengawasan orang tua.

"Papa gak bisa ikut ke sini Sayang. Kan ada adek kalian juga di sana," bujuk Anaya lagi.

"Nanti suruh Alisya ke sini bareng kita. Jadi rame deh. Bunda sama Papa, tinggal aja di sana. Ia nggak Kak?" seloroh Anatasya.

Anaya mendelik mendengar perkataan Anatasya. Dia ada dalam di lema, karena mereka berdua tidak mau pindah dengannya, ke rumah Hendrawan.

"Gimana kalo tiap weekend, kita nginep di sana Bun. Mau gak Cha?" lerai Aluna.

Anatasya seperti mendapatkan ide super berlian. Dia menjentikkan jari, dan berkata, "Nah. Itu jalan keluar yang paling baik. Kan di sini ada Mbok Ijah, Bun. Nanti Bunda bisa telepon juga sama Mbok, nanya kabar kita."

Akhirnya Anaya mengalah. Meski di dalam hatinya, seperti ada sesuatu yang mengganjal. Tapi, kehidupan harus tetap dijalani. Anaya, harus bisa menerima, jika sekarang anak-anaknya sudah dewasa. Mereka juga butuh ruang, untuk diri mereka sendiri. Yang dia butuhkan sekarang adalah, percaya kepada anak-anaknya, jika mereka bisa menjaga diri.

Waktu kerja sudah mulai. Tiga mobil, dari pekarangan rumah mewah itu, keluar bersamaan, dengan arah yang berbeda.

Demikian halnya juga dengan pria Turki yang sudah berada di perusahaan ArOne. Dia sudah mengajukan kerjasama dengan perusahaan itu. Tinggal menunggu CEOnya datang untuk memberi persetujuan.

Alex bukan hanya punya kepentingan bisnis. Dia juga punya kepentingan lain. Sejak dulu, dia terobsesi dengan Aluna.

Setelah meninggalkan Indonesia dan kembali ke Turki, Alex gencar les bahasa Indonesia. Tujuannya adalah, dia ingin kembali kepada Aluna.

Semua kegiatan Aluna di sosmed, tidak pernah luput dari pantauannya. Dia sangat menginginkan Aluna.

Mobil yang membawa Anaya, masuk ke parkiran perusahaan. Dia turun dan melangkah masuk ke dalam. Di tempat tunggu tamu, di lobi hotel, Talita sudah menunggunya. Anaya memutar bola mata malas, saat melihat wanita itu.

"Selamat pagi, Nyonya CEO yang terhormat!" ucapnya, disertai gaya centil.

Aluna berhenti. Dengan sopan dia membalas sapaan Talita. "Selamat pagi juga, Nyonya. Ada yang bisa kami bantu?"

Talita berdecih. Menatap Anaya dengan ekspresi jijik. Lalu tersenyum, penuh misteri. Dia lanjut berbicara.

"Bukan aku yang butuh bantuanmu. Tapi kau, yang nanti butuh bantuan. Kedua anakmu itu, tidak mau memberikan sumsum tulang belakang mereka kepada anakku Radit, itu pasti karena perintahmu. Kau yang mengajarkan mereka, supaya membenci ayah kandung mereka, dan keluarganya."

Tolong Maafkan AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang