4.Masa Lalu Membayangi

1.4K 91 10
                                    

Inggit terlihat sibuk memasukkan beberapa barang yang ia rasa penting ke dalam tas selempang berwarna cream. Inggit yang mulai sadar diperhatikan Elang sejak tadi pun menoleh ke arah pria itu.

"Apa?!" tanya Inggit ketus.

"Ke mana?" balas Elang dengan tatapan bingung.

"Ini hari libur gue. Gue mau keluar. Jalan-jalan," sahutnya semakin ketus.

"Sejak kapan ada libur?" Elang mengernyitkan dahi. Setahunya tidak ada hari libur yang ia berikan selama Inggit bekerja padanya.

"Sejak tadi gue bilang. Emang gue robot, gak ada liburnya?"

Elang semakin tak percaya atas apa yang didengarnya. "Kalau gue pengen buang air kecil gimana? Gue lapar? Gue haus? Lo kan tau gue gak bisa ngapa-ngapain." Pria itu berusaha mencari alasan yang masuk akal.

"Untuk itu lo tenang. Gue udah telepon Niko. Buat ngejagain lo disini. Oke?"

Elang tidak lagi dapat membantah, ia terlihat pasrah. "Pergi dengan siapa? Sama cowok?" Memberikan kalimat tanya beruntun, lebih tepatnya sedang  menginterogasi wanita di hadapannya ini.

"Nope." Inggit menggeleng pelan yang disambut helaan nafas lega diujung bibir Elang. Inggit melirik saat tidak sengaja mendengar helaan napas pria itu, membuat Elang gelagapan.

"Gue mau ketemuan sama teman lama gue. Udah lama sih janjiannya. Seharusnya dari 3 hari kemarin gue ketemuannya. Tapi kan, lo tau sendiri suasananya lagi kacau. Gak mungkin gue pergi ninggalin lo gitu aja."

"Lo naik apa?" Ia sama sekali tidak tertarik mendengar penjelasan Inggit yang panjang.

"Cih," decak Inggit kesal. "Gue naik bis aja. Kan halte bis gak jauh dari rumah lo."

"Kenapa gak naik taksi aja? Atau mobil?"

"Kayaknya gue belum perlu naik taksi, tapi gak tau gimana kalau pas pulang nanti. Kalau pakai mobil lo, kayaknya enggak deh. Nanti kalau gue pulangnya dalam keadaan mabuk, gimana?" goda Inggit yang berhasil mendapat tatapan tajam dari Elang. "Hahaha bercanda gue. Udah ya gue pergi dulu. Bye." Inggit berlalu dan pintu kamar pun tak lama kembali tertutup.

Di sinilah Elang sekarang. Sendirian di tempat tidurnya dengan TV besar yang menyala tanpa bisa melakukan apa-apa.


**********

'gue udah di sini.'

Begitulah isi pesan yang Inggit terima setelah turun dari bis. Kakinya melangkah dengan cepat. Menyusuri jalanan trotoar yang tersedia di pinggir jalanan utama Ibu kota. Rasanya sudah lama ia tak keluar rumah karena kejadian yang sedikit kacau beberapa hari lalu. Tak lama langkah kakinya berhenti tepat di depan sebuah cafe.

"Waahh ramai sekali."

Inggit menatap lebih dalam ke cafe. Menempelkan kepalanya pada dinding kaca pada cafe tersebut. Terlihat seseorang yang melambaikan tangan ke arahnya. Inggit pun segera melangkah masuk.

"Sorry ya, gue telat." Inggit menarik kursinya lalu duduk.

"Enggaklah. Gue juga baru datang. Mau pesan?" Menyodorkan sebuah daftar menu pada Inggit.

Selesai memesan menu, tak berapa lama pesanan mereka pun datang.

"Oh iya. Lo masih sama Andrew?" tanya Lana, teman Inggit dari SMA yang tahu bagaimana dunia percintaan Inggit dan orang bernama Andrew tersebut.

"Udahlah. Jangan bahas-bahas dia lagi." Sembari menyendokkan penuh nasi ayam ke mulutnya.

"Kali ini beneran putus?" Lana menghentikan kegiatan makannya untuk sejenak. Inggit hanya mengangkat bahunya yang berarti ia pun juga tidak pasti dengan apa yang ia rasakan kini.

ELANG [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang