43. Hari Niko & Lana

266 16 32
                                    

WARNING🔞

BEBERAPA ADEGAN TIDAK UNTUK UMUR 18 TAHUN KE BAWAH.
JIKA ADA PEMBACA YANG KURANG BERKENAN DENGAN ADEGAN YANG ADA DI BAB INI,
TIDAK APA-APA UNTUK DI SKIP.

TERIMA KASIH🫶

HAPPY READING 🫶🫶

Elang berdiri di depan cermin besar, mematut dirinya guna melihat pakaian yang ia kenakan dari ujung kaki hingga ujung kepala sudah sesuai atau malah ada yang kurang. Tak lupa menyisir rambutnya yang mulai kembali panjang ke arah belakang, mengoleskan pomade berbentuk gel ke atas rambutnya agar terlihat rapi.

Inggit yang datang dari arah pintu kamar Elang secara otomatis tersenyum manis saat melihat punggung lebar sang kekasih. Dirinya masih tak percaya kalau Elang kini sudah bisa berdiri walaupun masih di bantu oleh kruk siku yang ia gunakan di kedua tangannya.

Inggit mendekat kearah Elang sembari memegang lengan pria itu, membantu Elang tetap pada posisinya dikarenakan pria itu yang masih suka lelah jika berdiri terlalu lama, walau dengan alat bantu yang sedang ia gunakan.

"Aku udah ganteng, Iit?" tanya Elang beralih melihat Inggit yang telah berdiri di sampingnya.

"Kamu selalu ganteng, Lang ...," ujar Inggit yang melihat pantulan dirinya dan Elang di dalam cermin.

Elang tersenyum penuh bangga, hidungnya kembang-kempis menahan salah tingkah akibat perkataan Inggit padanya.

Inggit menatap lekat pantulan dirinya dan Elang di dalam cermin, bukan hanya derajat sosial mereka saja yang tak setara, tinggi mereka pun juga tak sama. Inggit baru menyadari jika tingginya hanya sebatas bahu pria itu. Inggit tak menyangka kalau tinggi Elang dan Niko hampir sama, karena Elang yang dulu hanya duduk di atas kursi roda membuat Inggit tak menyadarinya.

"Jangan lihat aku lama-lama, Iit. Nanti gak bisa tidur," goda Elang saat mengalihkan pandangannya ke arah cermin, sadar kalau Inggitnya sedari tadi memandangi dirinya tanpa berkedip.

Elang dengan setelan beskap berbahan dasar satin berwarna merah lengkap dengan sepatu pantofel berwarna hitam menambah kesan gagah pada dirinya. Warna baju yang kontras dengan warna kulitnya membuat kulit putih Elang semakin cerah.

"Dih, enggak kali. Aku lihat diriku sendiri, Lang," ujar Inggit salah tingkah karena tertangkap basah oleh netra Elang.

Inggit yang kini tengah memakai baju model kebaya modern dengan mutiara-mutiara full di seluruh bajunya lengkap dengan kain batik sebagai bawahan, dengan rambut yang digelung rapi menyisakan beberapa helai di bagian sisi wajah Inggit semakin membuat Elang terpesona.

Warna baju yang sengaja dipilihkan senada dengan yang Elang kenakan membuat ia dan Elang seperti sepasang kekasih sungguhan yang cintanya tanpa halangan. Baju itu tentu saja di berikan oleh Lana, sang sahabat baik.

"Apa aku pantas untuk ikut, Lang?" tanya Inggit lagi, menatap sang kekasih yang masih setia berdiri di sampingnya.

"Iit." Elang bergerak menghadap Inggit dengan bantuan kruk siku di kedua tangannya. "Kamu pantas untuk ikut, karena kamu pacar aku dan sebentar lagi juga akan jadi istri aku."

"Masih lama, Lang ..."

"Gak akan lama, Iit. Percaya sama aku, oke?"

Inggit mengangguk patuh.

"Tapi, gimana dengan mama kamu?" Matanya menyiratkan ketakutan saat membayangkan setajam apa tatapan Sekar saat melihat dirinya berjalan beriringan dengan Elang.

ELANG [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang