57. Pelukan Hangat

326 23 30
                                    

Hai ...
Elang dan Inggit kembali lagi ...
Terima kasih yang sudah setia membaca karya ku sampai bab ini.

Banyak-banyak terima kasih juga untuk yang udah komen dan vote di bab sebelumnya. Jangan bosan-bosan, yaw!!

Happy reading :)

Full of love🫶🫶
Elang & Inggit

🦅🦅🦅🦅

Sepasang anak manusia telah menginjakkan kaki mereka di sebuah makam milik seseorang. Inggit mendudukkan bokongnya pada tepi makam, sementara Elang memilih untuk tetap berdiri dengan kruk di satu tangannya sesuai permintaan Inggit karena takut lelaki itu merasakan ngilu pada kedua lututnya.

"Buk ..."

Inggit memanggil pelan pada sebuah makam yang bertuliskan nama sang Ibu. Diusapnya nisan berbahan kayu tersebut dengan raut wajah sedih. Air mata Inggit mengalir begitu saja, ingin sekali ia peluk sang Ibu yang sudah menjadi tulang belulang di dalam tanah.

Inggit tidak bisa menahan isaknya, wanita itu terisak dengan dahi yang menempel pada nisan, meluruhkan segala air mata rindu yang selama ini ia tabung.

Perasaan bersalahnya menyeruak tatkala mengingat bahwa beberapa bulan ini dirinya terlalu sibuk dan tidak sempat sekadar berkunjung ke rumah terakhir beliau. Gerakan tubuh Inggit berubah dengan memeluk nisan tersebut dengan harapan bahwa tubuh ibunya lah yang ia peluk saat ini.

Elang mengikuti kata hatinya, pria itu berjongkok dengan satu tangan menopang tubuhnya di atas tanah dan tangan yang lainnya mengusap bahu sebelah kiri Inggit. Mengalirkan rasa tenang yang ia punya. Dirinya tidak lagi mengindahkan permintaan Inggit, melihat wanitanya menangis pilu membuat Elang tidak bisa berdiam diri saja.

"Buk, maafin Inggit yang gak sempat ke sini akhir-akhir ini. Dan Inggit juga sekalian meminta restu sama Ibuk. Ibuk ingat cerita Inggit tempo hari? Iya, akhirnya pria itu melamar Inggit tiga hari yang lalu, Buk. Buk, Inggit bahagia ..." Isak tangisnya semakin deras.

Mendengar hal itu Elang menengadahkan kepalanya, menghalau air mata yang akan jatuh. Pria itu merasakan haru dan juga dada yang sesak secara bersamaan. Elang mengusap bahu Inggit semakin laju, membiarkan air mata wanitanya jatuh di makam sang Ibu yang sebentar lagi akan bergelar menjadi mertuanya.

"Buk, Inggit juga ingin meminta restu sama Ayah. Tapi, Buk, Inggit lupa di mana makam Ayah. Terakhir kali Ibuk bawa Inggit ke sana sewaktu SD, Inggit lupa, Buk ..."

"Buk, boleh gak titip permintaan restu dari Inggit untuk Ayah di atas sana. Bilang, kalau Inggit udah nemuin laki-laki yang bertanggungjawab dan sayang sama Inggit," sambungnya lagi.

Elang menepuk pelan bahu Inggit membuat wanita itu menoleh kepadanya. Pria itu mengisyaratkan juga ingin meminta restu di atas makan calon mertuanya.

"Buk, laki-laki itu sekarang ada di sini, sama Inggit. Dia mau ngomong sama Ibuk, bentar, ya ..."

Inggit menggeser duduknya dan membiarkan Elang maju selangkah dan menduduki bokongnya pada tepi makam, seperti yang Inggit lakukan.

"Bik, masih Ingat Elang? Oh, Ibu mertua sekarang manggilnya bukan Bibik lagi," candanya.

"Ibu mertua, terima kasih sudah melahirkan wanita bernama Inggit ini. Ibu mertua tidak perlu khawatir, Inggit aman bersama Elang, Ibu mertua cukup menyaksikan dari atas sana bersama Ayah mertua betapa bahagianya keluarga kecil kami nanti."

"Ibu mertua, Elang sekarang udah dewasa, bukan anak kecil yang minta dibuatkan susu coklat sebelum pergi sekolah lagi. Ibu mertua, jauh sebelum Elang menyimpan perasaan pada Inggit, Ibu mertua sudah lebih dulu Elang sayangi. Selain Mama Sekar, Ibu mertua orang nomor dua yang selalu mengetahui apapun yang Elang rasakan. Kalau bisa di bilang, separuh masa kecil Elang diisi dengan kasih sayang oleh Ibu mertua sebelum akhirnya Elang di pindahkan Papa untuk sekolah di luar kota dan selama itu juga kita tidak lagi bertemu." Kepalanya mengingat kembali kebiasaan yang sejak kecil ia lakukan, meminta susu cokelat pada Ibu dari kekasihnya tersebut yang akhirnya mendapat tatapan tajam dari Doni saat itu karena terlalu berisik dan menganggu acara sarapan si Abang sulung.

ELANG [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang