33. Kembali Menjadi Bayi

1.1K 34 17
                                    

Elang membuka matanya perlahan, menggerakkan kelopak matanya berkali-kali namun yang didapatinya hanya pandangan yang gelap. Beberapa menit kemudian suara samar-samar ia dengar. Elang berusaha menajamkan pendengarannya namun nihil. Kepalanya terasa berat, suara samar tadi seketika hilang begitupun dengan kesadarannya.

**********

Inggit terbangun dari tidurnya, ia melirik ke arah jam di sudut ruangan yang kini menunjukkan pukul 4 dini hari lalu pandangannya teralihkan pada Elang betapa terkejutnya Inggit mendapati Elang yang sudah membuka kedua matanya. Ia mencoba memanggil nama Elang tapi tidak ada respon yang diberikan oleh pria itu.

Inggit segera menekan tombol darurat yang ada di sekitar brankar sesuai anjuran dokter. Tak berapa lama seorang dokter dan perawat yang berjaga pun segera datang. Dokter segera memeriksa keadaan Elang namun kesadaran Elang perlahan hilang. Inggit cemas, ia menggigiti ujung kukunya.

Melihat Elang yang seperti ini baru pertama kalinya bagi Inggit. Dia bingung tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Dokter yang menyadari kecemasan Inggit pun mulai membuka suaranya.

"Mbak Inggit, tidak papa. Ini efek dari operasi di bagian kepala. Pasien saat ini sedang mengalami syok dan ini tidak akan lama semua akan berangsur membaik," tutur Sang Dokter dengan senyuman menghiasi kedua sudut bibirnya.

"Ah, iya, Dok. Saya terlalu cemas," ucap Inggit lirih.

"Iya, tidak apa-apa. Kemungkinan Elang akan mengalami kebutaan sementara lalu hilangnya kemampuan berbicara. Mbak Inggit tidak perlu cemas, itu efek awal dari operasi ini seiring berjalannya waktu semua itu akan perlahan membaik."

"Tapi, Elang bisa dengar kan, Dok?"

Dokter kembali menyunggingkan senyumannya. "Bisa, Mbak Inggit. Tapi fungsi pendengarannya sedikit menurun, Mbak Inggit harus berbicara tepat di telinga pasien. Oh iya, Mbak Inggit jangan khawatir kemungkinan sebentar lagi pasien akan siuman."

"Baik, Dok. Terima kasih."

"Kalau begitu kami permisi dulu."

Dokter dan perawat tersebut kemudian pamit, meninggalkan Inggit sendirian dengan perasaan cemas yang kini mengusik hatinya.

Inggit mendudukkan bokongnya di tempat semula. Ia kembali menggenggam tangan Elang erat. Mengecup punggung tangan Elang berkali-kali.

"Lang, gue di sini. Akan terus di sini, gue janji," ucapnya lirih.

Azan berkumandang, kini jarum jam menunjukkan pukul setengah lima. Inggit beranjak dari duduknya guna mengambil air wudhu dan segera melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Inggit bukanlah orang yang terbilang taat akan agama, hanya yang dipikirkannya sekarang adalah meminta kesembuhan untuk Elang pada Tuhan-nya. Inggit mulai melaksanakan sholat sebanyak dua rakaat yang dilaksanakan di waktu subuh.

Setelah melaksanakan kewajiban dan melipat mukena yang telah disediakan dengan rapi, Inggit segera beralih pada Elang. Inggit sempat terdiam beberapa detik saat melihat Elang kembali membuka matanya. Langkah kakinya segera mendekati Elang. Menepuk pelan pundak Elang dan mulai membuka suaranya dengan bibir yang mendekat ke arah telinga Elang sesuai apa yang dokter sampaikan.

"Lang, ini gue Inggit."

Inggit menarik dirinya lalu melihat reaksi apa yang Elang berikan. Mata Elang tampak berkaca-kaca, Inggit mendekatkan kembali suaranya ke telinga Elang.

"Gak papa, jangan takut. Mungkin sekarang masih gelap. Gue di sini untuk lo, Lang. Kata dokter itu hal yang lumrah setelah operasi, lama-kelamaan akan berangsur normal."

ELANG [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang