5. Andrew

1.2K 68 4
                                    

Seminggu setelah diberikan Inggit hadiah kursi roda elektrik baru. Elang dengan semangat berlatih mengendalikan kursi rodanya setiap hari. Inggit yang sedari tadi memperhatikan Elang terkekeh kecil dibuatnya.

"Sesuka itu?" tanya Inggit sembari meletakkan nampan berisi makan siang di atas meja depan tv.

"Hahahaha iya nih. Apalagi yang ngasih elo, Nggit. "

"Ck." Inggit berdecak kesal, melipatkan tangannya di atas dada membuat Elang beralih menatapnya.

"Gue sama Niko seumuran."

"Terus?" tanya Elang santai.

"Ya, lo manggil gue seenggaknya Mbak, dong."

"Ah, enggak. Tua banget jadinya manggil Mbak."

"Lah, iya dong. Gue sama Niko seumuran. Lo manggil dia Abang. Sementara gue harusnya panggil Mbak, dong."

"Enggaklah. Sekali enggak ya enggak. Nanti kalau kita nikah. Masa gue manggil lo Mbak. Lo manggil gue Adek. Kan gue suami lo."

Mata Inggit terbelalak mendengar penuturan Elang yang menurutnya tidak bisa dicerna oleh akal sehatnya.

"Lo gak mau nikah sama gue?" Elang bertanya pada Inggit untuk memastikan apa yang akan ia dengar dari bibir Inggit.

"Pacaran juga gak mau?"

Sekali lagi Elang bertanya. Namun lemparan bantal dudukan sofa lah yang ia dapat. Elang terkekeh geli mendapati muka Inggit yang memerah menahan malu dan amarah.

"Maaf-maaf. Gue kan cuma bertanya. Kenapa lo serius gitu? Tinggal lo jawab enggak aja kalau lo gak mau, Nggit." Elang mendekat, menggerakkan kursi rodanya ke arah Inggit.

"Gue masih bisa nunggu kok untuk lo buka hati." Kali ini ada nada mengharap yang Elang selipkan untuk Inggit.

Sejak diurus oleh Inggit. Elang lambat laun menyimpan rasa yang tak biasa pada wanita 31 tahun tersebut. Jika Inggit pulang kerumahnya saat pekerjaan di rumah Elang telah selesai.
Pria itu tak dapat menyembunyikan rasa rindunya pada Inggit. Ingin menghubungi pun Elang tak bisa. Meminta tolong pada Niko untuk menghubungi Inggit, ia tak tau alasan yang tepat. Mungkin inilah saatnya ia mengeluarkan sedikit perasaan di hatinya yang selama ini mengganjal.

Inggit masih terdiam di tempatnya. Tidak membalas pertanyaan Elang yang asal menurutnya. Dari lubuk hati terdalam Inggit. Ada rasa terbesit untuk Elang. Namun, ada rasa yang lebih besar yang melawan rasanya pada Elang. Inggit tidak menghiraukan Elang. Ia berlalu menuju kamarnya guna menenangkan hatinya yang sedang tak karuan itu.

Beberapa hari lalu Inggit kembali bertemu Andrew. Walaupun bukan Andrew cinta pertamanya, namun sosok pria itu mampu membuat dunianya secerah matahari. Mampu membuat rasa sakitnya memudar dan perlahan hilang. Mampu membuat ia lebih semangat menghadapi dunia.

Ia merasa, pertemuannya dengan Andrew beberapa hari lalu mampu menarik dirinya kembali merasakan beberapa hal yang dapat ia rasakan dulu. Hatinya bimbang. Ia ingin melupakan Andrew, tapi pria itu tetap saja berputar-putar di hati dan pikiran Inggit.

*FLASHBACK ON*

Andrew menggenggam jemari Inggit menyiratkan bahwa tak ada yang bisa mengambil Inggit dari nya, sekalipun kematian.

Dua anak manusia itu terlihat bahagia. Menyusuri lorong demi lorong bagian kampus tempat mereka bersama-sama menimba ilmu.

Inggit memang hanya anak dari seorang pembantu yang bekerja di salah satu rumah orang terkaya di kota itu. Namun, kecerdasannya mampu membuat ia menimba ilmu di salah satu universitas ternama di kotanya. Hal itulah yang menjadi alasan Andrew sangat mencintai Inggit, terlepas dari status sosialnya.

ELANG [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang