63. Berita Bahagia

418 17 14
                                    

Elang memijit dahinya yang terasa sakit. Tingkah Inggit tadi pagi membuat kepalanya berdenyut. Tidak biasanya sang istri bersikap seperti itu, apalagi dengan terang-terangan mengatakan kalau aroma tubuhnya tidak sedap.

Sekesal apapun Inggit kepadanya, wanita itu hanya akan memelototkan matanya tajam lalu sedetik kemudian akan kembali tersenyum menanggapi celotehan gombalnya.

Pria itu baru saja menyelesaikan pertemuan pentingnya dengan seorang klien 15 menit yang lalu. Mengenai apapun yang ada di dalam pertemuan itu tidak sepenuhnya Elang dengarkan. Raganya memang berada di sini, namun jiwa dan pikirannya masih menggantung dan mempertanyakan mengenai sikap sang istri padanya.

Alvin masuk ke ruangan Elang dengan langkah santai, pria yang lebih tua dari Elang itu sudah mengetuk pintu ruangan sang atasan, tetapi Elang yang tidak menghiraukan karena pria itu masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Masih memikirkan Mbak Inggit, Mas?" tanya Alvin hati-hati. Berjalan mendekat ke arah meja kerja Elang.

Elang hanya mengangguk, tangannya masih terus memijit dahi yang sebentar lagi akan terkelupas dari kulitnya karena terus saja ditekan dan ditarik oleh si empunya menggunakan jari telunjuk dan jempolnya.

"Sebaiknya di bawa ke rumah sakit saja, Mas. Mungkin Mbak Inggit memang sedang merasa tidak enak badan," usul Alvin yang sukses memberhentikan gerak tangan Elang dari atas keningnya.

"Tapi Inggit kalau ketemu saya mual dan muntah, Bang. Saya gak boleh dekat-dekat dia. Saya langsung dikatain bauk sama Inggit, padahal saya ..." Elang menjeda kalimatnya, pria itu beralih menciumi kedua ketiaknya bergantian.

"... gak bauk, Bang. Malah saya wangi banget, apalagi tadi pagi. Parfum saya baru beli," suara pria itu terdengar lesu. Air mukanya menyiratkan rasa tidak terima karena Inggit mengatainya, juga menyimpan rasa khawatir akan kondisi sang istri.

"Mas, jangan-jangan Mbak Inggit hamil?" tukas Alvin.

"Jangan-"

Elang teringat akan sesuatu. Akhir-akhir ini Inggit tidak lagi mengeluh sakit perut saat datang bulan, yang artinya sang istri sudah cukup lama tidak kedatangan bulannya.

Elang menepuk jidatnya, bagaimana bisa ia tidak peka pada istrinya sendiri. Pria itu meraih benda persegi panjang yang berada di atas meja. Menekan salah satu nomor yang bisa memberinya titik terang atas pikirannya yang sedang kusut.

**********

Elang masuk ke dalam rumahnya dengan langkah yang tergesa. Pria itu terus saja memanggil nama Inggit sejak melangkah masuk.

"Kenapa, Lang? Ada apa?"

Inggit yang baru saja keluar dari kamar mulai terganggu akan panggilan Elang. Melihat sang istri yang masih sama dengan keadaan tadi pagi membuat langkah kaki pria itu terhenti. Ia bahkan mengambil langkah mundur. Kejadian tadi pagi masih terekam jelas di otaknya, ia tidak ingin dikatai oleh Inggit lagi. Tadi pagi saja yang jelas-jelas dirinya masih wangi dengan bau parfum semerbak yang baru ia beli dikatai tidak mandi, bagaimana dengan sekarang? Bisa-bisa Inggit lebih pedih lagi mengatainya.

"Kok mundur? Aku bauk banget, ya?" Kali ini Inggit yang merasa kecil hati. Melihat sang suami yang bergerak mundur membuat hatinya berkedut pilu.

"E-enggak. Aku takut kamu mual kalau nyium bauk aku."

Inggit mengambil langkah maju, sekarang wanita itu telah berdiri tepat di hadapan Elang. Ia mengendus baju kemeja kerja berwarna putih milik suaminya itu.

"Enggak, ah. Kamu gak bauk, Lang malah wangi banget. Aku suka." Tanpa aba-aba Inggit memeluk tubuh sang suami erat. Sepertinya wanita itu terserang amnesia ringan pada kejadian tadi pagi.

ELANG [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang