Easier Said Than Done

13.5K 1.7K 644
                                    

Hestamma.


Damn.

Fokus, Tam...

"Perhaps we can examine it first through the Bloomberg Terminal?"

I mean, why did she have to change so drastically? She's usually simply silent, staring at me sarcastically. When did she become—

"What are your thoughts, Tam? Do you have another suggestion?"

Sialan!

Gue menaikkan kedua alis, menatap John dan Derek yang juga berada di ruang meeting sore ini bersama gue. "Continue first. I'll listen and observe till the end, and if something is missing, I'll make a note of it before the meeting closes," ucap gue berkilah.

Antara omongan gue yang terdengar meyakinkan atau karena John dan Derek nggak ingin memperpanjang urusan soal gue yang melamun di tengah-tengah meeting yang gue adakan, keduanya mengangguk kembali membahas masalah kami sebelumnya.

Selain menyalahkan diri gue sendiri karena datang ke apartemen Jatmika—menyetujui undangan makan siang dari Samahita yang sebelumnya gue tolak—kayaknya, gue nggak punya alasan lain untuk sikap lalai gue saat ini.

After I returned from Jatmika's place, or rather, after what I offered Laras, my thoughts were scattered.

Mata gue mengerjap pelan waktu mendengar suara benturan cukup keras dari meja, dan gue melihat John menggelengkan kepalanya sambil kembali mendengarkan penjelasan dari Derek.

Dengan cepat, gue mengarahkan pandangan dan perhatian gue sepenuhnya ke Derek yang masih semangat menjelaskan sembari melihat iPad yang ada di atas meja.

Sepanjang penjelasan, gue dan John sama-sama menganggukan kepala sampai akhirnya pria itu menyelesaikan ucapannya.

John mengacungkan ibu jarinya yang disambut senyum puas Derek, ia lalu menatap gue sambil bersandar di kursinya. "What are you going to do now, Tam? Have you heard everything? Do you have anything to say about Derek?" tanyanya, menatap gue lurus diikuti Derek yang terlihat cemas.

"I'm simply waiting for VaR from you, and then I'll finish it. I'd like to get all of the reports by the end of this week because I'll be in London in a week."

Setelah gue mengatakan itu, Derek tersenyum puas sambil membereskan barang-barangnya dari atas meja. Selesai berpamitan untuk pulang, hanya gue dan John yang tersisa di ruang meeting.

"London? Did Thompson promise you anything, seeing as you want to drag your lazy ass there?" Begitu Derek menutup pintu meeting, John langsung bertanya dengan wajah sinis—khas dirinya sekali.

Ya, kalau bukan karena sesuatu mana mau gue membuang-buang waktu gue juga, 'kan? Kepala gue mengangguk sekali, "Has the news reached you?" Gue ikut menyandarkan tubuh di kursi, menatap balik sinis John yang kini mendengkus sambil menggerakkan kursinya ke arah lain.

"They stated Thompson had a nice place ready for you after you finished the project in London, and it appears that the news is accurate because you said it accidentally before."

Gue cuma bergumam singkat sebagai respons, tidak tau benar harus menjawab apa karena apa yang dikatakan John barusan nggak sepenuhnya salah.

John menempatkan kursinya membelakangi gue, dan dia terdengar berucap pelan. "I'm not sure why someone like you has to work so hard. I mean, you already have everything, even if you don't work here, so why bother?"

Kebalikannya, gue justru heran kalau ada orang yang terlahir dengan pemikiran semacam apa yang barusan diucapkan John. In the end, 'everything' that John intended can never last forever. Kalau hilang, habis, sementara gue nggak pernah usaha—nasib gue bakal gimana akhirnya?

WEARING A CAT ON OUR HEADS (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang