Laras.
Tenang, Ras.
Kan, semuanya bisa dibicarakan baik-baik?
Nggak usah emosi...
Cukup fokus ke eyeliner dulu, nggak usah ke—
"MAS ESTA!" Habis udah kesabaran gue yang banyak ini! "Ngapain, sih? Ini, tuh, aku lagi make up tau nggak?" Gue menurunkan kaca kecil yang gue pakai ke atas ranjang lumayan keras secara sembarangan.
Sayangnya, si pelaku bukannya malah bersalah—tau benar kalau gue marah karena kelakuannya—malah nyengir polos menatap gue. "Ya, 'kan, tinggal make up aja?" katanya kedengaran lugu.
Astaga, bisa gila juga gue ngeladenin Hestamma terus-terusan...
Ya, gimana bisa gue fokus make up, sih, kalau dia nempelin gue begini? Nggak cuma itu juga, tangannya—
"Sumpah!" Gue menyingkirkan tangan Hestamma yang sejak tadi mengusap perut gue. "Yang ada nggak selesai-selesai ini nanti, sementara yang lain udah pada nungguin!" Kali ini, gue ikut memindahkan kepala Hestamma yang tadinya bersandar di atas pangkuan gue ke bantal yang gue siapkan sebelum beranjak dari atas ranjang.
"Yang lama juga nggak kenapa-kenapa." Ngomong apa dia barusan? Gue menatapnya sengit, sementara Hestamma malah menatap gue—masih sama polosnya—dari atas ranjang tempat dia berbaring sekarang. "Aku tungguin, kok."
Perkara pake eyeliner aja, gue dibuat nggak selesai-selesai gara-gara kelakuan Hestamma! Gue menarik napas lalu membuangnya perlahan. Setelah berhasil menenangkan diri, gue beranjak menuju sofa dan duduk di sana.
"Kenapa duduk di situ, sih?" tanyanya sok lugu.
Ya, lo pikir sendiri aja, lah! "Stay there." Gue langsung membelalakan mata, memberikan ancaman ke Hestamma yang terlihat akan beranjak dari atas ranjang.
Nggak tau apa ada yang lucu dari omongan gue barusan, Hestamma tertawa kecil. Untungnya, kali ini dia menurut dan tetap duduk di atas ranjang sambil bersandar.
"Pinjem handphone boleh?"
Melirik sebentar, gue mengangguk sambil menunjuk ke sisi ranjang lainnya—tepat ke arah handphone gua yang tergeletak. "Passwordnya, 0000," kata gue memberitahu lebih dulu.
Untuk beberapa saat, suasana di dalam kamar berubah hening. Gue, sih, merasa beruntung karena bisa fokus dengan make up gue setelah tadi Hestamma nggak berhenti ngegangguin gue. Tapi, lama-kelamaan kenapa gue jadi curiga dan heran, ya?
Setelah mengusap bibir dengan lip gloss, gue menurunkan kaca dan mendapati Hestamma berbaring miring di atas ranjang dengan kedua matanya yang terpejam.
Lah, ketiduran?
"Mas Esta?" panggil gue lumayan keras.
Nggak lama, gue mendengar dengkuran kecil bibir Hestamma.
KESEMPATAN BAGUS!
Gue buru-buru mengambil sisir, menatap pantulan kaca—mengira-ngira apa ada yang kurang dari make up gue sore ini.
Seperti biasa, nggak ada yang kurang dan nggak berlebihan.
Ditambah balutan Cinq a Sept Alexandra Gown in Navy, tampilan gue sore ini sudah sangat pas! Gue suka!
Well, setelah Hestamma bilang kalau dia sudah membuat reservasi Le Louis XV, gue dibuat kebingungan setengah mati soal dress semacam apa yang harus gue pakai malam ini. Karena gue pikir, gue nggak akan ke mana-mana di Monaco—ya, paling cuma main ke sana-sini—gue cuma membawa beberapa dress santai, bukan yang cukup formal untuk datang ke acara dinner seperti undangan dadakan yang barusan dibilang Hestamma kemarin malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEARING A CAT ON OUR HEADS (COMPLETED)
ChickLitShimika Bowers once stated, "Do they love you or the mask you put on every day?" Smiles, warmth, and kindness are all traits that both of them must exhibit in public to keep their family's reputation intact. "Never take that mask off!" they said. Th...