An Intimate Provocation

10.4K 1.3K 653
                                    

Hestamma.



I recall how close we were before this happened. I can still feel her skin warming all over my body. about our messy breaths—striking each other in the face. I keep hearing her moan in my ear. And how come, when everything is still tightly linked, yet we are so far apart?

Dibalik flute champagne yang gue minum dan obrolan penting soal bisnis yang seharusnya gue dengarkan baik-baik, fokus gue malah mengarah ke sosok Laras dan Johan yang berdiri di area tengah ballroom—sangat dekat dengan posisi gue sekarang.

Acara peresmian usaha IT milik keluarga Adiguna—salah satu kenalan yang gue kenal dari Putra dan Werni—adalah dua acara yang harus gue datangi dari hari Sabtu kemarin sampai hari ini. Sebenarnya, keluarga gue nggak begitu dekat dengan keluarga Kawiswara ataupun Adiguna. Gue pure datang ke sini karena sudah menganggap Anteng dan Putra sebagai teman baik, meski kami hanya bertemu lewat jadwal golf di Singapore atau Jakarta—di mana aja selagi kita bisa dan mau, sih.

"Who wouldn't drool at the sight of her?"

Gue berdecak, menatap Tyaga yang tiba-tiba aja berdiri di samping gue. "If you don't want to take a beating from him, use polite language." Di sisi gue yang lain, Jatmika ikut bergabung. "Tapi, malam ini Laras memang keliatan beda, ya?" ujarnya pelan yang membuat gue ikut meluruskan fokus ke arah Laras lagi.

Ya, malam ini memang ada yang berbeda dari penampilan Laras.

Mungkin hanya segelintir orang yang menyadarinya, tapi tampilan make up dan juga poni rambut Laras memang keliatan berbeda dari biasanya. She might want to alter her makeup artist or attempt a different style. What is certain is that the end result I see today is stunning.

"How about what you are planning with Katon? Is there any movement because I heard that both of their families have already picked the precise date of Laras and Johan's wedding?" Setelah Tyaga meninggalkan kami, Jatmika mulai menanyai gue secara terang-terangan.

Sebelum ini, bisa dibilang Jatmika menjadi orang yang luar biasa kesal dengan gue yang hanya bisa diam tanpa pergerakan ini.

Well, gue bukannya diam tapi sibuk mengamati. I won't want to carelessly attack here and there without a weapon that can clearly silence my opponent. Ngerti, kan? Selain membenci kegagalan, gue nggak suka konsep mencoba terus-terusan sampai menemukan keberhasilan. If I may say so, it is ineffective.

Gue menyesap sedikit champagne yang ada di flute yang gue pegang sambil memperhatikan bagaimana Laras kelihatan begitu luwes di dalam rangkulan Johan yang sedang mengobrol bersama sahabat-sahabatnya (yang kebanyakan sama sampahnya seperti Johan). "Katon cuma tinggal eksekusi aja, sih." Gue mengedikkan kedua bahu. "I've obtained some material, and now it's simply a matter of sending it to numerous media outlets with whom I've previously partnered, thanks to Narendra's help."

Bukan cuma Katon, Narendra juga sengaja gue hubungi setelah mendapatkan beberapa bahan yang bisa membuat keluarga Admadjaja menyerah atas pernikahan Laras dengan Johan.

"You've been deafeningly quiet all this time. Are you certain that the evidence you have is sufficient? To put it another way, you only get one chance to see how you've been, right?" Jatmika menatap gue penuh dengan rasa penasaran yang bisa gue rasakan.

Kepala gue mengangguk sekali, "I obtained the proof from someone who is extremely trustworthy in her field, searching for ways to conceal the type of evidence I received," jawab gue yang sepertinya semakin membuat Jatmika penasaran.

"Her? Siapa?" tanyanya lagi, kali ini dia berdiri menghadap ke gue.

"Her mom. Siapa lagi?"

WEARING A CAT ON OUR HEADS (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang