Hestamma.
"How long will you be at Life Safe?" Algis menatap gue dari balik cangkir organic earl grey pesanannya. "Isn't everything nearly done?" lanjutnya, menurunkan cangkir itu kembali ke atas meja.
Siang ini, gue, Algis, Narendra, dan Hatalla meluangkan waktu untuk makan bersama di Sofia at the Gunawarman yang sangat ingin didatangi Hatalla. Karena memang kami semua punya waktu luang di jam makan siang hari ini, akhirnya kami menerima ajakan dadakan Hatalla lewat grup chatting kami pagi tadi.
"Keliatan udah betah dia di situ." Gue kali ini menatap Narendra yang menyahut. "Bisa ketemu sama Laras tiap hari juga. Ya, bakal di sana terus, lah, Gis." Pria itu menambahkan dengkusan di akhir kalimatnya.
Sebelum ngomong begini, apa Narendra nggak sadar, ya, kalau dia juga nggak ada bedanya? Setelah Adelia pindah ke Jakarta, yang gue dengar dari Firman—yang cerita ke Jeremy—kalau atasannya itu nggak pernah lembur di kantor, bahkan seringnya kerja di rumah.
Dan sepertinya, gue dan Algis bertukar pikiran yang sama waktu kami menatap satu sama lain sambil menggelengkan kepala.
"Lah, kok, kabar dari Mas Katon beda?" tanya Hatalla, ikut masuk ke dalam obrolan kami karena sebelumnya dia terlalu fokus dengan Matsusaka Short Ribs Kalbi di hadapannya. "I heard you're headed to London."
Algis dan Narendra sama-sama menatap ke arah gue lurus, "Ngapain?" tanya mereka berdua bersamaan.
"Kerja," jawab gue singkat. "I received an offer from Quick Guide's executives before my resignation. They told me that there would always be a spot for me on Quick Guide, but this time in London."
Karena seperti apa yang dibilang Algis sebelumnya, Life Safe hanya akan menjadi 'tempat' sementara bagi gue. Saat itu—dengan banyaknya tekanan dan beban yang harus gue hadapi—gue memilih untuk fokus menyelesaikan salah satunya lebih dulu, dengan pindah dari Singapore ke Jakarta. Semua orang terdekat gue tahu soal alasan gue yang satu itu. Dan mereka juga tau kalau gue nggak akan lama ada di sana.
"So, did you take the offer?" Algis bertanya lagi.
Kepala gue mengangguk dengan cepat, "I instantly considered the offer after receiving it."
Narendra tertawa kecil, "Lo sama Jatmika beneran nggak sebetah itu kerja di perusahaan keluarga sendiri, ya?" Dengan memasang tampang aneh, dia juga ikut melirik gue.
Apa yang barusan dibilang Narendra sebenernya nggak salah juga. Gue nggak memungkirinya, bahkan setelah lulus kuliah gue berusaha keras supaya bisa dapat kerja di perusahaan lain sebelum Ayah memberikan tawaran buat bergabung dengan perusahaan dari keluarga Ibu. Bukan cuma nggak betah, but I am also uncomfortable working in a work placing that is not completely 'authentic.'
Nggak tau kenapa, gue rasanya kayak harus bekerja lebih ekstra dengan beban nama keluarga gue dan pandangan karyawan lain yang bekerja di sana. Just thinking about it makes my head spin.
Makanya, sejak awal mau ditawarkan dengan cara apa pun, gue selalu menolak secara baik-baik tawaran untuk bekerja di perusahaan milik keluarga kami.
Dan soal Life Safe, entah gue harus ngomong apa karena kalau bilang gue terpaksa bekerja di sana juga nggak benar. Dengan kesadaran penuh, gue datang ke Om Sugeng, meminta bantuannya untuk bisa memperkerjakan gue di sana yang disambutnya dengan senang hati.
Jadi, apa alasannya?
Isn't everything obvious already?
"Terus?" Gue mengerutkan kening, menatap Narendra lurus. Terus apa, maksudnya? "Laras udah aman ditinggal sendirian?" tanyanya yang membuat gue refleks tertawa pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEARING A CAT ON OUR HEADS (COMPLETED)
Chick-LitShimika Bowers once stated, "Do they love you or the mask you put on every day?" Smiles, warmth, and kindness are all traits that both of them must exhibit in public to keep their family's reputation intact. "Never take that mask off!" they said. Th...