Gotten Our Wires Crossed

9.8K 1.4K 503
                                    

Laras.



Apa yang sebenarnya gue—nggak—maksudnya, kami—lakukan sekarang?

Wasn't it only a few minutes ago that I was confident that we—he—wouldn't do it the foolish way he wanted to?

Setelah itu, apa yang kami lakukan sekarang? Holding hands under the table in front of others while they talk about my engagement?

Harus dengan apa gue menamai aksi kami berdua sekarang? Perselingkuhan, bukan?

Konyol banget nggak, sih?

"Laras rencananya memang mau menikah di mana? Di Bali juga?"

Tatapan gue masih terarah ke genggaman tangan gue bersama Hestamma. Di depan sahabat-sahabatnya—yang coba dikelabuhinya—Hestamma keliatan begitu percaya diri menggenggam tangan gue erat di bawah meja.

Haruskah gue merasa berbunga-bunga karena saking bahagianya sekarang?

Ataukah gue harus miris melihat situasi ini sekarang, di mana gue menyadari ketidakberdayaan Hestamma yang tadi menjanjikan gue hal yang lebih baik daripada berhubungan sembunyi-sembunyi seperti sekarang?

"Boleh, tuh. Biar sekalian barengan berturut-turut gitu, ya?"

Gue melihat bagaimana Samahita dan Mbak Najmi terlihat excited membahas soal rencana pernikahan gue—sementara gue malah ada di sini—bersama Hestamma yang terlihat biasa-biasa saja mendengar percakapan mereka.

Berbeda dengan para wanita yang keliatan begitu bersemangat, para pria—sahabat-sahabat Hestamma—hanya diam—tidak ada yang menimpali dengan candaan ataupun kata satupun—ketika obrolan kami mulai berpindah dari rencana resepsi Mas Narendra ke berita soal rencana pernikahan gue bersama Johan.

Bibir gue refleks menipis waktu Mbak Najmi melemparkan tatapannya ke gue, "Udah ketemu tanggal dan tempatnya, belum? Ide dari kita tadi bisa jadi saran baik, loh, buat kamu sama Johan—"

"That is never going to happen." Gue memotong ucapan Mbak Najmi, membuat perhatian semua orang di meja makan terarah ke gue—begitu juga dengan Hestamma yang langsung menjauhkan punggungnya dari sandaran kursi meja makan untuk menatap gue. "Aku sama Johan ini bukan Samahita dan Mas Jatmika, we did not marry for love. We are also not Mas Narendra and Mbak Adelia, who may be able to reach an agreement with each other." Di bawah meja makan, gue bisa merasakan genggaman tangan Hestamma mengerat. "Jadi, untuk rencana pernikahan... I'm not interested in taking care of it."

I realized I shouldn't share such details in front of them, especially since they were excited after hearing about my wedding plans. Tapi, gue juga nggak bisa berbohong kalau gue sama sekali nggak menikmati obrolan soal Johan dan rencana pernikahan kami di saat perasaan gue lagi nggak karuan begini.

Situasi di meja makan berubah hening, hanya suara Radhika yang meminta Samahita untuk menyuapinya terdengar samar.

Gue hanya bisa menghela napas panjang setelahnya. Selain mereka, gue nggak akan punya keberanian untuk membuka 'topeng' yang selama ini gue pakai. Nggak ada alasan khusus, gue cuma tau kalau orang-orang yang ada di sini—mereka semua orang baik.

"Have you spoken with them about it?" Suara berat Mas Narendra terdengar memecah keheningan.

Bukannya harusnya Mas Narendra yang paling tau soal situasi yang gue hadapi sekarang, ya?

Kedua bahu gue mengedik bersamaan, "What's the point? They will continue to do whatever is beneficial for them, while they will ignore my choice. You should be aware of the situation that I'm in right now, don't you?" tanya gue balik ke Mas Narendra yang langsung berdecak pelan.

WEARING A CAT ON OUR HEADS (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang