Deep In Thought

9.3K 1.2K 182
                                    

Hestamma.



"So you've come to a dead end now?"

Pertanyaan bernada sinis dan kental akan hinaan itu membuat tatapan gue yang tadinya terarah ke Ciambella Bufala pesanan gue langsung beralih ke arah Algis yang asyik dengan rokoknya.

"Siapa yang bilang?" Jatmika—tanpa bisa membaca suasana—menimpali dengan gaya sok asiknya. Dilihat dari keinginannya untuk mengajak kami makan siang di Laterria Mozarella Bar, harusnya Jatmika fokus aja ke pesanan Treccia-nya daripada mengoceh nggak karuan seperti sekarang, kan?

Katon sempat melirik ke arah gue, sebelum dia membuang pandangan ke arah lain untuk membuang asap rokok yang dihisapnya. "Shouldn't you be able to deduce the answer from Hestamma's glum expression?"

Si sialan emang nggak bisa diem kalau ada kesempatan kecil begini!

Gue sebenernya udah ogah banget buat ketemu Jatmika, Algis, dan Katon yang memang lagi main ke Singapore hari ini. Feeling gue emang nggak salah. Rather than bringing excellent news, such as advancements in business ideas that we wish to carry out jointly, mereka malah ngerecokin gue kayak orang yang nggak punya kerjaan begini.

"You didn't come here only to talk about this, did you?" tanya gue dengan nada sinis, menatap Katon, Algis, dan Jatmika secara bergantian.

Algis balas mendengkus, "Ya, kali, jauh-jauh ke sini cuma mau ngurusin lo doang?" Perkataannya barusan berhasil membuat Jatmika tertawa, sementara gue liat Katon cuma geleng-geleng kepala. "Mumpung di sini, kenapa nggak sekalian liat lo sekalian. Maksudnya, tuh, begitu," lanjutnya diakhiri decakan keras.

"Mereka pada penasaran kenapa yang di Indonesia tenang-tenang aja. Everything should be considerably more chaotic after that announcement, 'kan?" Gue menolehkan kepala ke Katon yang ikut menimpali. "Mereka tanya, and you should be the one to answer them yourself because only you are the mastermind who arranges all of this," pungkasnya, menerengkan dengan sangat jelas basa-basi yang sempat dikatakan Algis sebelumnya.

Kepala gue refleks menggeleng. Sambil mendengkus, gue ikut menyahut. "Why are you all so interested?"

"Karena ini Laras, bukan orang lain," cetus Algis, menatap gue tajam. "And as we all know, she's not fine. Seeing everything from a distance, I can tell you that your strategy isn't going well, or worse, is out of control." Algis mengedikkan kedua bahu waktu gue menatapnya balik.

Ya, ya, ya, gue tau kalau Laras memang sedekat itu dengan Algis. Gue paham kekhawatirannya. "It's not uncontrollable, but there are indeed some unexpected things that happen. But it's no big deal. I already have the solution," balas gue, menghentikan kegiatan makan gue dan fokus dengan obrolan yang dimulai Algis barusan.

"We actually believe in you." Jatmika mengibaskan tangan dan bersandar di kursinya. "However, things do not always go as planned. The calmness of the Admadjaja family makes us anxious because they shouldn't be like that if the initial strategy is still in place, right?" tanyanya yang ikut diangguki Algis yang duduk di sebelahnya.

"Well..." Gue menghela napas panjang, menarik perhatian Algis, Katon, dan Jatmika. "Rencananya berubah, sih." Ucapan gue barusan dihadiahi raut terkejut dari ketiganya.

Kedua alis gue terangkat tinggi ketika bertatapan dengan Katon yang kini bahkan mendekatkan tubuhnya ke tepian meja. "Gimana, Hes? Kamu lagi ngaco, ya?" tanyanya, lengkap dengan raut wajah kaget.

"I said from the beginning that all of these plans—the ideas I had previously devised—were entirely aimed at Laras. I shall carry out all of her wishes. So, if you see what you see now, that signifies that this was entirely Laras's decision."

WEARING A CAT ON OUR HEADS (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang