🅢︎🅐︎🅣︎🅤︎

82 9 0
                                    

╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
Happy Reading
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝


Naka rejected your calling...

Zrrshh

Cowok itu menyebrang dari gedungnya sekarang menuju gedung sebelah. Hoodienya sudah basah terkena hujan. Ia menyusuri koridor yang becek karena jejak kaki orang lewat. Satu jam yang lalu, kelasnya sudah bubar, dan tiga puluh menit lalu, hujan turun dengan derasnya.

"Do!!"

Kakinya ia bawa melangkah menuju seorang yang ia panggil tadi.

"Bro, gak pulang?" tanya Aldo, orang yang dipanggil namanya.

"Enggak, Bro. Liat Naka gak?" Alaska bertanya dengan napas ngos-ngosan.

"Sorry, Bro, gak liat. Daritadi Naka gak ada lewat sini," jawabnya.

Alaska mengangguk. "Yaudah, thanks ya."

"Yoi," Aldo berlalu menjauh, hingga sosoknya tak nampak lagi.

Disisi lain, Tanaka atau yang biasa disapa Naka, tengah menunggu hujan reda. Di trotoar, ia duduk di kursi halte. Bus berhenti sepanjang waktu. Tapi ia tidak ada niat menaiki salah satunya.

Bahu kanannya ditepuk orang asing. "Kamu gak pulang?" rupanya seorang wanita yang baru pulang dari kantor.

"Enggak, Bu," Naka tersenyum setelahnya.

Bus yang baru datang berhenti di pemberhentian. Ada penumpang yang hendak naik dan ada penumpang yang hendak turun.

"Sama saya aja yuk. Kasian kamu duduk disini sendiri."

Naka menggeleng. "Enggak papa, Bu. Ibu duluan aja. Terima kasih tawarannya."

Wanita tadi menatap Naka sedikit cemas, lalu berbalik menuju bus yang akan dinaikinya. Tak lama setelahnya, pundak Naka ditepuk lagi.

"Saya gapapa, Bu—" matanya membelalak melihat Alaska menemukannya.

"Laska?" Alaska tak menjawab, ia menarik tangan Naka. Kemudian menaiki bus itu.


●●●

Naka keluar dari kamar mandi dengan rambut setengah basah. Sembari mengeringkan rambut, pikiran Naka melayang pada kejadian tadi saat Alaska menjemputnya di halte. Masih segar di ingatan bagaimana cowok itu rela menerobos hujan demi menjemputnya. Tadi sepulang sekolah, bisa dibilang Naka kabur dari Alaska. Ia sampai memanjat tembok samping sekolah yang biasa murid-murid gunakan untuk membolos ataupun memanjatnya saat telat. Naka kira, Alaska tidak akan mencarinya sejauh itu. Bahkan ia mengira kalau cowok itu mustahil bisa menemukannya di halte yang jaraknya saja lumayan jauh dengan sekolah. Tapi ini Alaska, ia selalu tidak bisa ditebak.

Asyik melamun, Naka terpelonjak kaget tatkala pintu kamarnya dibuka agak kencang dari luar. Di sana terpampang wujud Javas—adik Naka yang terpaut usia tiga tahun darinya.

"Ketok pintu dulu bisa kali, Vas," seakan kejadian itu sudah biasa terjadi, Naka tidak terlalu mempermasalahkannya walau terkadang pintunya sering rusak akibat ulah Javas.

"Kak Alaska udah nunggu daritadi."

"Hah?"

"Itu, Kak Alaska ada di bawah, lagi ngobrol sama Mama," belum sempat Naka menjawab, Javas sudah duluan melengos.

Naka segera melesat keluar kamar. Perasaannya mengatakan ada yang tidak beres. Sesampainya di ruang tamu, ia disambut tatapan menghunus sang mama. Tak lupa dengan senyum Alaska yang nampak misterius.

"Mampus", batin Naka.

Kurang dari hitungan sepuluh detik, sang mama sudah mengomel panjang lebar, mengungkit-ungkit peristiwa sore tadi dimana Naka dan Alaska tiba dengan tubuh basah kuyup yang mamanya duga itu akibat perilaku Naka sore tadi. Usai dirasa puas mengomeli si sulung, sang mama pergi berlalu.

"Gue—"

"Diam, Laska! Gue gak terima omelan apapun lagi," Naka mengambil duduk disamping Alaska.

"Kenapa tadi pulang duluan?" Alaska bertanya.

Hening. Tidak ada suara lagi setelahnya kecuali suara televisi di hadapan mereka.

"Jawab, Naka."

Naka menghela napas. Ya, apa boleh buat? Sepertinya Naka harus segera menjawab agar Alaska tidak berisik lagi.

"Gue pengen pulang sendiri tadi," cewek itu menatap Alaska. "Maaf deh karena ninggalin lo."

Alaska menjawab. "Lo gak mau minta maaf soal yg lain gitu?"

Mengernyitkan dahi, Naka nampak berpikir. Seingatnya ia tidak sedang melakukan kesalahan lain yang membuat darah Alaska mendidih.

Melihat keterdiaman Naka, Alaska jadi kesal sendiri. "Lo gak mau minta maaf karena buat gue khawatir, hah?! Gue sampe keliling satu sekolah, nyari di tiap kelas, koridor, toilet sekalipun. Kalau mau pulang duluan seenggaknya kabarin dong, Naka. Jangan buat gue khawatir!" cowok itu berbicara cepat dalam satu tarikan napas, bak sedang melakukan rap.

Naka mengerjapkan mata. Untuk sepersekian detik ia sedikit terpukau dengan Alaska. Mengapa cowok itu tidak pernah bercerita jika ia punya bakat rap?

Masih tak kunjung ada jawaban dari Naka setelahnya, Alaska memilih menyudahi percakapan lalu berpamitan pulang. Tak lupa ia berpesan agar Naka jangan mengulangi apa yang ia lakukan hari ini.

●●●

Paginya seperti biasa Alaska akan menjemput Naka ke rumah untuk bersekolah. Jika kemarin-kemarin Naka dijemput dengan motor, kali ini berbeda. Hari ini ia dijemput menggunakan mobil. Ya karena hanya kendaraan itu yang masih bisa cowok itu pakai. Motor kesayangan yang biasa Alaska gunakan ia tinggal kemarin di sekolah. Tak apa, asalkan ia berhasil membawa pulang Naka.

Karena berangkat dengan kendaraan roda empat, tentu saja mereka harus berangkat lebih pagi demi menghindari kemacetan. Lihatlah saja Naka yang sedang sibuk berkutat dengan nasi goreng buatan mama, ia tak sempat sarapan. Sedang Alaska yang berada di sampingnya hanya melirik Naka sesekali.

Alaska menghentikan laju mobilnya saat didepan menunjukkan lampu merah. Ia melirik Naka yang isi dari kotak makannya sudah tandas itu. Perlahan, tangan Alaska terangkat, menyeka sedikit sudut bibir Naka yang nampak kotor dengan tisu.

"Makan yang bener, Naka."

"Gue bisa sendiri ya, Laska," cewek itu mengambil alih tisu itu lalu menyekanya sendiri.

Entah sudah berapa kali Alaska peringatkan untuk makan dengan rapi. Tapi inilah Naka, manusia yang selalu melakukan apa yang dia mau selagi tidak merugikan.

Setelah sampai di sekolah, mereka jalan berdampingan di koridor lalu berpisah di tengah karena kelas mereka yang berbeda arah. Alaska berbelok ke kanan, menuju kelas 11 MIPA 1. Sedang Naka sendiri berbelok ke arah sebaliknya, menuju kelas 11 IPS 1.

Semoga hari ini berjalan dengan tenang sesuai harapan Alaska. Ya ... semoga saja Naka tidak berulah lagi.


╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
To Be Continue
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝

AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang