🅣︎🅤︎🅙︎🅤︎🅗︎ 🅑︎🅔︎🅛︎🅐︎🅢︎

12 8 0
                                    

╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
Happy Reading
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝


"Oper!"

Hap

Dapat!

Alaska men-dribble bola besar itu menuju ring basket. Sorakan temannya terdengar setelahnya. Mereka berbondong-bondong lari ke arah Alaska.

"Jago banget lo njir!"

"Apa sih yang lo gak bisa?"

Alaska menyugar rambutnya ke belakang. Keringat yang sudah mengucur deras di dahinya membuat karismanya terpancar.

"Gue istirahat dulu," katanya lalu menepi ke tepi lapang.

Ia duduk di bawah pohon yang rimbun sambil meminum minuman isotoniknya. Dari sini ia bisa melihat Rey berjalan ke arahnya.

"Alaska!"

"Kenapa, Kak?"

"Pulang sekolah kumpul ya. Kita latihan."

"Eh? Bukannya latihan tiap rabu?"

"Latihan wajib memang setiap rabu. Tapi bentar lagi kan bakal ada tanding antar sekolah, jadi bakal ada seleksi buat para anggota baru."

"Jadi yang bakal tampil di turnamen mendatang bukan tim inti?"

"Enggak, bro. Gue mau kasih kesempatan buat anak baru buat nunjukin potensinya. Siapa tau ada yang berniat masuk dan bisa nonjolin bakatnya. Jadi turnamen kali ini bakalan ada seleksi, siapa pun itu bisa mewakili sekolah," jelas Rey.

"Jangan lupa ya," kata Rey menepuk bahu Alaska.

"Siap!"

●●●

Alaska

|Naka, gue ada latihan

Bukannya latihan tiap rabu? Atau diganti hari?|

|Bukan latihan wajib kok. Ini latihan buat nyari tim inti yang bakal ngewakilin sekolah di turnamen mendatang

Oh, gitu ya. Oke gapapa. Semangat, Laska!|

Naka termenung membaca chat itu. Ia menimang akan pulang dengan ojek atau dijemput mamanya saja. Jarinya ia ketuk-ketuk ke meja kala otaknya sedang berpikir. Keputusan akhir yang diambilnya adalah opsi kedua.

Mama

Ma, bisa tolong jemput Naka?|

|Gak sama Alaska? Mama bisa jemput tapi mungkin kamu harus nunggu dulu. Mama lagi ada urusan

Gapapa, Ma. Makasih, aku tunggu|

Cewek itu menyimpan lepalanya pada lipatan tangan. Rasa kantuk mulai menyerangnya saat bosan. Matanya memberat dan terpejam tak lama kemudian.

Drttt
Drttt

Deringan handphone mampu menyadarkannya akan realita.

"Halo, Ma?"

"Kamu dimana, Naka? Mama sudah di pos depan."

"Aku masih di kelas, Ma. Sekarang ke gerbang."

Tutt

Ia menyambar tas lalu berlari menuju lantai dasar. Sedikit banyaknya ia terkejut sebab hujan turun tak lama kemudian.

"Naka!"

Ia menghampiri sumber suara dimana sang mama berada.

"Ayo, cepat. Hujannya deras."

Kedua perempuan beda generasi itu berjalan ke arah mobil yang terparkir. Mesin dinyalakan dan mobil melaju meninggalkan area sekolah.

"Mama kok bawa mobil?" Naka bertanya sambil menyimpan tasnya ke jok belakang.

"Akhir-akhir ini kan sering hujan. Lagi pula mama lebih sering pakai mobil daripada motor."

Sepanjang jalan hanya sepi yang melanda. Suara radio dan rintik hujan menjadi melodi yang menemami perjalanan kedua perempuan beda generasi itu. Naka sibuk menatap ke arah luar jendela, sedang sang mama berkonsentrasi dengan setirnya.

"Kedepannya kalau gak ada yang jemput biar mama aja, Naka."

Naka menyudahi kegiatannya barusan dan menghadap mama.

"Gak usah, Ma. Emang mama gak sibuk?" kilah Naka.

Wanita itu diam sebentar lalu menjawab, "Mama ada waktu, kok."

Percakapan antara keduanya berakhir ketika sampai di tujuan.

●●●

Motor hitam itu terparkir sempurna di sebuah garasi salah satu rumah mewah. Alaska menyimpan tas yang tersampir di pundak ke kitchen bar lalu pergi membersihkan diri. Setelahnya menyiapkan makanan demi mengisi perut yang sudah keroncongan.

Suara mobil yang sedang terparkir mengalihkan fokusnya. Seseorang masuk tak lama kemudian.

"Son!"

"Di dapur, Pi!"

Pria berkepala lima itu mendekati sumber suara. Punggung putra tunggalnya menjadi pemandangan pertama.

"Papi kok pulang gak ngabarin dulu?" tanya sang anak.

"Kamu gak senang papi pulang cepat?"

Alaska terkekeh geli. "Gak gitu, Pi. Kan kalau papi bilang bakal pulang, kan sekarang udah ada hidangan di meja."

"Yaudah. Kamu lagi bikin apa? Bikinin papi sekalian."

"Ay, ay. Siap, Captain!"


●●●


Singkatnya sudah seminggu ini Naka dan Alaska jarang bersama. Memang tidak selama yang dibayangkan, sih. Perbedaannya hanya tidak pulang bersama lagi untuk sementara. Tapi tenang, komunikasi antar keduanya masih berjalan baik berkat benda pipih berupa handphone.

"Javas aja yang jemput kakak."

"Biar mama aja, Vas."

Naka geleng-geleng kepala. Seminggu belakangan juga mama dan adiknya terus-terusan berdebat perihal orang yang akan menjemputnya. Padahal masalah sepele begini tidak perlu debat berkelanjutan. Apalagi hal itu selalu terjadi usai sarapan.

"Aku naik ojol aja."

Perdebatan itu terjeda kala keduanya menoleh kaget ke arah Naka. Tatapan sengit itu Naka terima.

"JANGAN!" pekik ibu dan anak itu bersamaan.

"Yaudah. Aku numpang Rachel aja. Kebetulan dia bawa motor," kata Naka.

Ia menyambar tasnya dan berpamitan sebab sang ayah telah menunggunya di depan.

"Lama banget, Sayang?"

"Biasa, Yah. Mama sama Javas ribut-ribut kecil."

Pria itu terkekeh membayangkan si bungsu dan istrinya berdebat kecil.

"Terus nanti kamu dijemput siapa?"

"Numpang Rachel aja, Yah. Kan searah. Nanti aku minta turun di perempatan depan aja terus jalan sampe rumah. Gak jauh juga."

"Oh, yaudah. Hati-hati ya."

"Aman, Yah."


╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
To Be Continue
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝

AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang