╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
Happy Reading
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝Pagi-pagi sekali, Naka sudah tiba di sekolah dengan membawa banyak bawaan ditangannya. Ia membawa sesuatu untuk kerja kelompoknya. Beruntung ia berangkat dengan Alaska menggunakan mobil sehingga tak perlu terlalu kepayahan menenteng bawaan sebanyak itu.
Sesampainya di kelas, kepalanya ia letakkan diatas tumpuan jaketnya. Cewek itu beberapa kali menguap. Dirinya masih sangat mengantuk karena begadang mengerjakan tugas yang lupa ia kerjakan. Matanya mengedip-ngedip sebelum terpejam sepenuhnya.
Alaska berkunjung ke kelas Naka seperti biasanya begitu bel istirahat terdengar. Bedanya sekarang ia datang tanpa membawa bekal makan. Kepalanya celingukan mencari keberadaan orang yang ia cari. Alisnya menukik saat tak menemukan seseorang itu.
"Fris, Naka kemana ya?"
Friska terjingkat kaget begitu membuka pintu dan melihat Alaska sudah berada didepannya, persis didepan pintu.
"Gak ada di kelas. Dia lagi di UKS."
"UKS? Thanks," tanpa basa-basi cowok itu melesat pergi.
"Kak Alaska?" ucap seorang anggota PMR yang merupakan adik kelasnya, tengah berjaga di sana.
"Nakanya ada?"
"Di sebelah sana, Kak," ia menunjuk sebuah tirai yang didalamnya ada brankar pasien.
"Makasih."
Alaska menyibak tirai yang dimaksud dan terpampanglah pemandangan dimana Naka tengah berbaring dengan mata tertutup. Keringat didahi cewek itu terlihat jelas dimatanya. Perlahan ia memegang dahi Naka, merasakan hawa panas disana.
"Hangat," gumamnya.
"Laska ...?" suara serak khas bangun tidur itu membuat Alaska terkesiap. "Haus ...."
Diambillah segelas air dari atas nakas.
"Naka, lo demam. Mulai ngerasa gak enak badan dari kapan?" ia mengambil duduk di samping brankar.
Naka menyerahkan kembali gelasnya pada cowok itu, ia berucap, "Dari tadi pagi sih. Sebelum berangkat sekolah, gue ngerasa agak lemes sedikit. Terus tadi di kelas baru ngerasa pusing. Akhirnya izin ke UKS dibantu Rachel karena udah gak kuat pengen cepet-cepet istirahat."
"Kenapa masih maksain masuk, hm? Padahal kalau alasan lo maksain masuk karena punya tanggung jawab bawa kebutuhan praktek kan bisa dititipin ke gue aja, Naka," ujar lawan bicaranya.
Naka menggeleng lemah. "Gak bisa. Praktek kali ini bakal sekaligus dipresentasiin hasilnya. Gue bakal ketinggalan kalau nyusul pas minggu depannya lagi. Dan Bu Meri juga minta buat kami semua masuk sekolah kalau gak ada keperluan mendesak."
"Tapi kalau tetep maksain takut nantinya lo gak kuat pas di kelas. Malah jadi gak maksimal," ucap Alaska yang sejujurnya ada benarnya juga.
Cewek dihadapannya tak menjawab apa-apa lagi, melainkan memejamkan matanya ketika pusing kembali melanda.
Ditumpuklah dua bantal untuk dijadikan senderan. Alaska membantu cewek itu menyenderkan punggungnya dengan hati-hati.
Surai hitam itu dielusnya penuh perhatian. Layaknya seorang kakak yang tengah khawatir dengan adiknya, atau seorang ibu yang begitu khawatir pada anaknya. Ya, kurang lebih begitulah perasaan Alaska kini.
"Pulang ya, Naka. Urusan tugas biar gue ngomong ke guru mapelnya. Lo juga masih lemas banget ini," bujuk Alaska yang lagi-lagi mendapat penolakan.
"Naka!" Rachel datang lalu menyibak agak kencang tirai itu. Seketika pergerakannya terhenti melihat Alaska ada juga disana. "E—eh, ada Alaska rupanya."
"Bisa pelan-pelan gak, Chel? Mau nambahin penyakit gue sekarang jadi penyakit jantung?" ujar Naka setelah berhasil memulihkan diri dari kekagetan yang melanda.
Rachel menggaruk lehernya yang tak gatal. Duh, ia jadi tak enak sendiri. "Hehe, maaf banget, Naka," katanya.
Alaska bangkit dari duduknya, hendak ke kantin membelikan makanan untuk Naka.
"Gue ke kantin dulu ya, mau beli makanan buat lo sama gue. Mau nitip sesuatu?"
"Enggak. Beliin apa aja terserah lo asal jangan bubur."
Perlu diketahui jika Naka kurang suka makanan lembek, seperti bubur contohnya.
Cowok itu menghela napas berat. Padahal tadi ia sudah ingin membelikan bubur ayam. Harusnya sedari awal ia langsung pergi saja tanpa bertanya apa pun. Karena Naka pasti akan tetap memakannya jika sudah terlanjur dibelikan.
"Yaudah," ia pergi dari sana meninggalkan dua cewek itu.
Rachel mendaratkan bokongnya di kursi Alaska tadi.
"Gimana keadaan lo? Udah mendingan?" ia mengecek suhu tubuh Naka dan panasnya sudah agak turun, tak sepanas sebelumnya.
"Masih pusing aja sedikit."
"Pulang aja ya. Lo harusnya istirahat di rumah aja. Biar kalau perlu sesuatu gampang minta tolongnya. Gak usah maksain harus masuk pelajaran."
"Bu Meri, Chel. Tugas geografi kita seminggu lalu belum beres."
Ctak
Suara jitakan didahi Naka itu terdengar renyah.
"Rachel!"
"Heh! Gak usah pikirin begituan. Lo udah banyak kerja minggu lalu. Gak usah khawatirin kelompok. Gue sama anak kelompok bisa handle semuanya. Nilai lo udah aman kok, gak usah khawatir."
Benar juga apa yang temannya itu katakan. Naka tak seharusnya sekhawatir ini hanya karena tugas kelompok. Toh ia sudah banyak berkontribusi didalamnya.
Alaska kembali tak lama kemudian berbarengan Rachel yang akan pergi dari sana. Alaska membawakan roti coklat dan teh hangat.
Ia langsung menyantap roti dan teh hangat itu hingga habis. Seusai menghabiskan roti dan meminum obatnya, baik Naka maupun Alaska sama-sama bungkam. Cewek itu hanya memperhatikan pergerakan Alaska yang sedang membereskan sisa-sisa makanannya.
"Laska."
"Ada apa?"
"Gue mau pulang aja."
Cowok berahang tajam itu menoleh. "Lo serius? Tadi katanya gak mau."
Naka mendecak sebal. Tadi dipaksa pulang, giliran sudah setuju malah seperti tidak disetujui begini.
"Iya-iya, gue ambil tas lo dulu sekalian urusin surat izin pulang. Tunggu sini."
╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
To Be Continue
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝
KAMU SEDANG MEMBACA
Alaska
Teen FictionTanaka Shilla, cewek biasa yang hidupnya terlampau biasa-biasa saja namun menyimpan berbagai kisah. Saking monotonnya, hidup cewek yang biasa disapa "Naka" itu tak jauh-jauh dari sekolah dan rumah. Alaska Graciano, si cowok dengan sifat cuek da...