╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
Happy Reading
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝
Seorang cowok di koridor lantai 2 tengah menonton siswa-siswa yang sedang bermain sepak bola di bawah sana dengan baju tim mereka. Mereka adalah tim inti ekskul futsal yang tengah berlatih mempersiapkan diri untuk pertandingan beberapa bulan kedepan. Selama ia memperhatikan, kepalanya terasa berisik sekali. Pikirannya beradu dengan hatinya.
"Laska!"
Orang yang dipanggil namanya sontak membalikkan badan dan menemukan Naka tengah berkacak pinggang.
"Kok gak di kelas?" tanyanya.
"Jamkos. Di kelas pada berisik," jawab Alaska. Ia melirik objek yang ia lihat tadi lalu kembali fokus pada cewek itu.
"Lo sendiri kenapa gak di kelas?"
Naka mendesah lesu. Tadi pagi ia tak sempat sarapan. Berakhirlah dia meminta izin pada guru untuk pergi ke toilet. Itu hanya alibi saja, nyatanya ia melipir pergi ke kantin membeli camilan yang sekiranya bisa dimasukkan kedalam saku rok.
"Habis dari kantin. Tadi laper, gak sempet sarapan. Gue izin ke toilet makanya dibolehin," Naka ikut melihat kebawah, ke lapang yang masih menampilkan siswa-siswa tadi.
"Kalau gitu lo mending ke kelas deh. Ntar ada yang liat lo disini," kata cowok itu.
"Santai aja kali. Gue disini cuma buat nyari angin sepoi-sepoi sambil nemenin lo yang kayaknya lagi ada something," dengan santai ia memakan snack yang tadi dibelinya. "Mau?"
"Gue gak butuh lo temenin tuh?" jawab Alaska. Ia mengambil snack yang Naka tawarkan.
Melihat itu, lawan bicaranya terkekeh.
Setelahnya hening selama bermenit-menit mereka rasakan. Tak mau terus berada dalam situasi ini, Naka membuka suara.
"Laska."
Panggilan itu hanya dibalas dehaman singkat.
"Lo gak mau masuk ekskul futsal, Laska? Maksudnya, gue tau kalau sepak bola udah jadi bagian hidup lo sejak lama. Gue pengen kemampuan lo dalam bermain sepak bola bisa dituangkan di tempat yang seharusnya. Dulu kan lo suka ikut lomba tuh, mending diasah lagi aja. Kan lumayan waktu lo bisa diluangkan untuk hal yang memang lo suka," luar biasa. Naka yang tadinya amat lesu karena keroncongan bisa berbicara kalimat sepanjang itu. Mungkin karena perutnya sudah diisi sedikit.
Alaska mengerutkan dahi keheranan. Ada apa dengan Naka saat ini? Kenapa menyuruhnya begitu?
"Buat sekarang gue gak ada keinginan untuk gabung ekskul, sih, Naka."
"Jangan khawatirin gue, Laska. Pikirin apa juga yang harus lo prioritaskan sekarang selain gue. Keinginan lo juga penting."
Naka itu kalau sudah begini seperti cenayang saja. Ia seakan bisa merasakan aura dan pikiran orang lain.
"Gue ke kelas ya, Laska. Nanti istirahat bareng," cewek itu berlalu menjauh.
Alaska mengangguk, tak menjawab perkataan itu. Karena sesungguhnya perkataan Naka tadi berefek besar buatnya.
●●●
"Mami lagi masak apa?"Alaska memasuki dapur begitu harum masakan maminya memasuki indra penciuman, membuat dirinya yang tengah sibuk bermain game memilih untuk beranjak.
"Mami masak soto," balas sang mami.
"Asyik! Aku mau ayam suwirnya dikasih ekstra ya, Mi!" Alaska tersenyum sumringah.
Ah ... sudah lama sekali ia tak makan soto buatan mami karena beliau terlampau sibuk mengurus resto. Jangankan soto, memasak makanan untuknya saja tidak bisa full setiap hari.
Ia membantu membawa hidangan makan siang itu ke meja makan. Duduk berhadapan dengan sang mami, cowok itu dibuat heran oleh satu mangkuk tambahan yang entah untuk siapa.
"Mami bakal kedatangan tamu ya? Sotonya kok ada 3, Mi?" tanyanya.
"Papi kamu pulang hari ini."
Alaska mengangguk-angguk. Eh tunggu dulu, ia tak salah dengar, kan?
Papinya ... pulang?
"Apa, Mi? PAPI PULANG?!"
Pertanyaan itu hanya dibalas senyuman dan anggukan.
Tin tin
Sebuah mobil memasuki pekarangan rumah. Dan tak lama kemudian seseorang masuk melalui pintu depan.
"Wah ... aroma apa ini?" pria paruh baya itu berjalan ke arah kitchen bar.
"Papi!" Alaska berpelukan dengan papinya. Pelukan ala cowok gitu.
"Gimana kabarnya, Son?"
"I was fine."
Dituntunlah pria itu untuk menyantap makanan bersama. Seusai makan, Alaska bercerita pada kedua orang tuanya perihal yang tadi.
Kalau boleh jujur, saat melihat orang-orang tadi tengah bermain sepak bola, Alaska jadi tergerak untuk bergabung kedalamnya. Tapi ada kekhawatiran yang ia simpan dan membuatnya ragu. Ini soal Naka, sahabatnya.
"Menurut Papi, aku harus gimana?"
"Kamu percaya sama Naka?
"Kalau aku ikut ekskul, nanti Naka sendirian, Pi. Aku gak selalu bisa bareng dia karena kesibukan kita jadi berbeda."
Papinya terkekeh geli. Tangannya ia gunakan mengelus kepala anak semata wayangnya. Ternyata anaknya yang acuh pada orang lain itu sangat perhatian dengan Naka.
"Kamu harus percaya sama Naka kalau dia bisa jaga dan berjalan sendiri. Lagian kamu juga bilang sendiri kalau Naka mengizinkan. Terus apalagi yang kamu tunggu? Kejar apa yang sudah menjadi mimpi kamu sejak lama selagi ada kesempatan."
Pikiran Alaska melayang pada kejadian pagi tadi. Ucapan Naka terulang terus bak kaset rusak. Cowok itu menatap lurus kedepan, kearah mata papinya. Ada tekad dan kegelisahan yang kuat disaat bersamaan. Baiklah, sudah cukup galau-galaunya. Ia sudah membuat keputusan. Ia berharap tak salah mengambil keputusan.
╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
To Be Continue
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝
KAMU SEDANG MEMBACA
Alaska
Teen FictionTanaka Shilla, cewek biasa yang hidupnya terlampau biasa-biasa saja namun menyimpan berbagai kisah. Saking monotonnya, hidup cewek yang biasa disapa "Naka" itu tak jauh-jauh dari sekolah dan rumah. Alaska Graciano, si cowok dengan sifat cuek da...