╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
Happy Reading
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝
Di sabtu pagi yang cerah ini Naka sudah disibukkan dengan kegiatan dapur. Oh, bukan disibukkan, tetapi ia mencoba menyibukkan diri.
Daritadi, mama dan Javas hanya diam mengamati Naka yang sibuk dengan alat dan bahan masakannya. Ya, bagaimana tidak? Seorang Tanaka Shilla yang hari-harinya hanya tahu makan dan tidur saja ini pun rupanya mau turun ke dapur untuk memasak makanan selain mie instan dan telur. Sungguh jarang terjadi.
"Wahh, kakak tumben mau masak-masak," Javas mendekat, memperhatikan Naka yang sedang memotong sayur untuk dijadikan isian kimbab buatannya.
"Kamu merendahkan skill memasak kakak, Vas?" jawab Naka agak tersinggung.
Javas panik. "Jangan salah paham dulu! Justru aku seneng liat kakak kaya gini."
Dalam hati diam-diam Naka mencibir. Memang sejarang itu kah dia memasak?
Sebenarnya ia sendiri sudah sedari lama ingin memasak, pun sudah banyak resep-resep yang ia simpan. Tapi kesempatan untuk mengeksekusi itu yang jarang ada, karena di rumahnya selalu ada penghuni selain dirinya. Singkatnya Naka ingin produktif jika tidak ada yang melihat.
Naka juga tahu bukan hanya dirinya saja yang akan tiba-tiba produktif jika sedang sendirian di rumah. Melakukan eksperimen di dapur, membersihkan rumah tanpa perlu disuruh, melakukan apapun di seluruh penjuru rumah tanpa khawatir diberi komentar.
Tapi sayang sekali di rumahnya ia jarang sendirian. Maka dari itu, karena moodnya sedang bagus, Naka memutuskan untuk memasak dan membuang rasa malasnya jauh-jauh.
Setelah kimbabnya selesai, Naka menatanya diatas piring. Ia membawa hasil masakannya ke ruang tengah untuk dicicipi bersama sekaligus meminta review atas jerih payahnya di dapur. Semoga saja memuaskan.
Javas mengambil satu potong dan memakannya tanpa ekspresi. Satu potong, dua potong, hingga potongan kimbab ketiga pun Javas masih belum memberi komentar apapun.
"Apasih, Kak. Kok diambil?!" seru Javas saat kimbab itu dibawa menjauh oleh Naka.
"Gue meminta lo buat mereview ya, Vas. Bukan untuk menghabiskan kimbabnya tanpa komentar!" Naka menjauhkan piringnya lebih jauh saat tangan sang adik hendak mencomot lagi.
"Ntar gue kasih review setelah makan. Laper Kak, mau fokus makan dulu," rengeknya.
Setelah urusan perutnya usai, ia memberi review, memuji masakan Naka. "Enak banget loh, Kak. Kak Naka pinter masak juga," Javas mengangkat dua jempolnya.
"Ahhh. Eugh," saking kenyangnya, Javas sampai bersendawa.
Cewek itu serasa ingin melayang mendengar pujian sang adik yang dikenal pelit dalam hal memuji orang lain.
"By the way gak mau bawain buat Kak Alaska, Kak?"
Jika ia dibandingkan dengan Alaska, justru cowok itu amat ahli dalam bidang ini. Selain karena sang ibu adalah pemilik resto, Alaska juga tipe orang yg senang belajar hal baru. Tak heran ia dijuluki 'ace' karena serba bisa. Naka jadi kurang yakin untuk setidaknya membiarkan cowok itu mencoba masakannya.
"Harus banget ya?" tanya Naka.
"Ya harus lah!" timpal Javas semangat. "Gue yang anterin deh kalau kakak males anter sendiri ke rumahnya."
Naka nampak menimang tawaran itu. Wow, kapan lagi seorang Javas Nalendra mau direpotkan oleh Naka? Wah ... ia harus memanfaatkan momen ini.
"Wait," cewek itu melesat ke dapur, buru-buru mengemas masakannya dan kembali tak lama kemudian.
Javas pun pergi menuju rumah Alaska dengan motornya.
●●●
Alaska menatap kotak makan yang rupanya berisi kimbab. Lima menit yang lalu, adik sahabatnya kemari lalu memberi paper bag. Cowok itu pun tidak tahu apa isinya. Ia juga diberi pesan oleh Javas.
"Ini Kak, titipan dari Kak Naka. Dia yang buat ini. Semoga suka ya."
Mau dilihat berapa kali pun ia masih tidak menyangka jika Naka-cewek yg hampir tidak pernah ia lihat di dapur telah membuat kimbab dihadapannya.
"Impresif," satu kata yg keluar dari mulut Alaska begitu mencicipinya. Untuk rasa Alaska boleh bilang ini cukup enak mengingat Naka yang amatir dalam dunia masak.
Drrrt
Ponselnya bergetar dan menampilkan kontak yang ia beri nama 'Dad'. Ia menggeser jarinya ke tombol hijau.
"Kenapa, Pi?"
"Nak..."
"Kayaknya barang Papi ada yg ketinggalan lagi ya?" tebaknya.
"Hehe, tau aja kamu. Berkasnya ada diatas meja kerja Papi. Bisa tolong bawain ke kantor, Nak?"
"Bisa, Pi. Tunggu aku."
Tutt
Alaska menghela napas. Kejadian seperti ini sering terjadi, seperti sudah menjadi kebiasaan buat sang papi. Melangkahkan kaki ke ruang kerja, mengambil berkas, dan mengambil kunci motor, Alaska pergi membelah jalan.
●●●
Malam adalah waktu yang pas bagi Naka untuk menonton film. Naka sudah menyiapkan camilan dan soda di kamarnya. Ia juga menyiapkan proyektor sebagai media menontonnya.
Film berdurasi 3 jam itu telah habis ditonton. Naka keluar dari kamar sembari meregangkan otot sendinya yang terasa pegal akibat terlalu banyak rebahan.
"Naka."
Naka berbalik dan menemukan ayahnya sedang menonton acara pertandingan sepak bola.
"Kenapa, Yah?"
"Kamu lagi gak sibuk, kan?" tanya pria paruh baya yang dibalas gelengan oleh sang anak. Cewek itu duduk di samping ayahnya. Naka menjadikan bahu sang ayah sebagai sandaran. Nyaman dan hangat. Kapan ya terakhir kali Naka seperti sekarang?
Mereka larut dalam canda tawa. Berceloteh panjang lebar sambil bersorak saat tim bola kesayangan mereka mencetak angka di layar sana. Suasana yang mengingatkan Naka akan masa kecilnya. Ia senang bisa mengalami masa itu kembali disaat kesibukan masing-masing semakin padat. Padahal tadi cewek itu hanya berniat ke dapur mengambil segelas air. Tapi niatnya berbelok begitu melihat ayahnya seperti memberi kode untuk minta ditemani menonton. Malam itu ditutup dengan Naka yang mulai terlelap dibahu sang ayah.
╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
To Be Continue
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝
KAMU SEDANG MEMBACA
Alaska
Teen FictionTanaka Shilla, cewek biasa yang hidupnya terlampau biasa-biasa saja namun menyimpan berbagai kisah. Saking monotonnya, hidup cewek yang biasa disapa "Naka" itu tak jauh-jauh dari sekolah dan rumah. Alaska Graciano, si cowok dengan sifat cuek da...