╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
Happy Reading
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝
Hujan mengguyur bumi pagi ini. Naka mengeratkan pegangannya pada jaket tebal itu. Ada Alaska juga di sampingnya, sedang mengantar cewek itu menuju kelas. Sesuai janji mama kemarin, jika Naka sembuh total, ia diperbolehkan ke sekolah. Di sini ia berada, di ambang pintu kelas.
"Gue ke kelas ya. Ingat pesan gue tadi," ucap Alaska begitu mereka sampai.
"Hmm," gumam cewek itu singkat lalu pergi menuju bangkunya.
Sesuai yang Naka duga, kelasnya masih sepi, bahkan kosong. Biasanya jika hujan begini pasti teman-temannya akan datang terlambat.
Baru akan mendaratkan bokongnya, suara yang memekikan itu terdengar. Jika ada yang menebak itu suara Rachel, salah besar. Suara itu berasal dari luar dan tak lama masuklah dua cewek sembari mengobrol dan tertawa.
Salah satunya diam mematung sambil menatap Naka dan pergerakan itu diikuti temannya.
"Apa?" tanya Naka begitu ditatap sebegitunya.
"Naka, astaga, lo udah sembuh?"
"Gue agak kaget liat lo udah sekolah. Apalagi di luar hujan dan lo masih tetap sekolah juga."
Kata mereka sambil memegang-megang wajah Naka. Naka menepis pelan tangan-tangan itu dari wajahnya, risih rasanya dipegang di daerah wajah yang menurutnya sensitif.
"Iya, udah sembuh."
"Syukurlah kalau gitu. Niatnya kami mau jenguk kalau hari ini lo belum masuk juga," ujar salah satunya.
"Eh?"
Ketiganya menoleh begitu mendengar sebuah suara. Dari arah pintu, Rachel berdiam disitu.
"Ngapain di situ, Chel? Gak masuk?"
Rachel tersentak, bangun dari lamunannya. Ia berjalan sambil memasukkan kedua tangannya ke saku jaket.
Udara pagi kali ini cukup dingin untuk ia yang mudah kedinginan. Syal tebal itu bahkan memeluk lehernya erat.
"Ini beneran Naka?" tanyanya untuk kali pertama.
"Iya. Lo gak senang ya gue masuk sekolah?" Naka berpura-pura ngambek sambil melipat tangannya di dada.
"Gak gitu ya!"
Rachel menangkup wajah temannya. Membolak-balik wajah itu kearah samping kanan dan kiri, memastikan kalau Naka baik-baik saja.
"Bwisa lepwasin gwak?" kata Naka begitu pipinya diapit kedua tangan Rachel.
Ia pun melepaskan tangannya dari wajah Naka.
Satu per satu anak kelas mulai berdatangan. Ada yang datang menggunakan sandal, payung, dan jas hujan. Bahkan ada yang datang dengan seragam sedikit basah.
"Chel, selama gue gak sekolah, gak ada pr, kan?"
Rachel menggeleng. "Gak ada kok."
"Woy, bantuin gue bawa danusan kelas!" seorang cewek yang dikenal dengan jiwa berbisnisnya itu memasuki kelas. Tangannya penuh menenteng pesanan milik temannya.
"Ila, mana pesanan gue?"
"Sebentar, anjir. Gue aja baru datang. Makanya bantuin dulu."
Ia dibantu seseorang membawakan barang bawaannya itu menuju mejanya.
●●●
Siang mulai menyambut. Kalau pagi tadi didominasi hawa dingin, berkebalikan dengan kondisi saat ini. Matahari itu menunjukkan eksistensinya, tepat berada diatas. Panas matahari yang terik itu membuat banyak ucapan berupa keluhan itu keluar begitu saja."Kenapa sih kita dapat jadwal olahraga di jam-jam segini?"
Naka sendiri mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahnya. Peluh keringat itu mengalir begitu saja.
Salah satu temannya yang kebetulan membawa mini fan itu mengarahkannya pada Naka.
"Lo gapapa, Naka? Keringat lo banyak gini," ia menyingkirkan anak rambut di dahi Naka.
"Naka, mau ke UKS?" salah satu temannya yang termasuk anggota PMR menghampiri cewek itu.
Naka menggeleng. "Gak usah, gapapa."
Bak pahlawan kesiangan, walau benaran kesiangan, Alaska muncul entah darimana.
"Nih," diberikannya sebuah sapu tangan.
"Thanks," Naka mengambil benda itu.
Cowok di hadapannya ikut berjongkok menyetarakan tingginya dengan Naka. "Kalau ada apa-apa kasih tau ya. Gue ke kelas dulu."
●●●
Malamnya Naka membolak-balikkan halaman pada buku paket itu tanpa minat. Ia mulai membaca materi untuk ulangan hariannya besok. Entah mengapa ia akan sangat bersemangat menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca novel, tapi tidak bisa bertahan walau hanya satu jam membaca buku pelajaran.Apa mungkin selama ini ia mengidap phobia belajar? Ah, sudahlah.
Setelah urusannya usai, ia merebahkan tubuhnya di kasur dengan kaki setengah menggantung. Plafon putih menjadi pemandangan pertamanya. Aroma dari pengharum ruangan otomatis itu masuk ke indra penciuman. Memejamkan mata, tangannya mencoba meraih handphone dari nakas dekatnya berada.
Pesan beruntun yang Alaska kirim sejak beberapa jam lalu tak ia balas. Bukan sengaja, tapi sejak pulang sekolah ia memang tak memegang handphone.
Alaska
|Naka, gimana kondisi lo?
|Mau dibawain makan gak?
|Mami masak agak banyak nih. Mau gue anterin?
|Hey. Pesan gue kok gak dibales?
|Lagi istirahat ya?
|Yaudah gapapa. Nanti kabarin aja kalau ada waktu
|Dadah👋🏻"Pftt," Naka menahan diri agar tidak tertawa. Tak biasanya seorang Alaska Graciano mengirim chat seperti ini. Sepersekian detik kemudian tawanya mulai terdengar hingga menggema di satu ruangan, membuat orang dari bilik sebelah menjadi penasaran.
"Kak," panggil Javas.
"Masuk."
Cklek
Tawa Naka tak kunjung usai. Javas duduk di tepi kasur, di samping kakaknya.
"Lagi apa, Kak?"
"Liat deh," cewek itu menunjukkan roomchatnya dengan Alaska.
Javas terkekeh kecil. "Kakak ketawanya kenceng banget. Gue kira ada apa," ia bangkit dan berlalu setelah rasa penasarannya terjawab.
╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
To Be Continue
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝
KAMU SEDANG MEMBACA
Alaska
Dla nastolatkówTanaka Shilla, cewek biasa yang hidupnya terlampau biasa-biasa saja namun menyimpan berbagai kisah. Saking monotonnya, hidup cewek yang biasa disapa "Naka" itu tak jauh-jauh dari sekolah dan rumah. Alaska Graciano, si cowok dengan sifat cuek da...