Zarifa here!😗
***
Aku menatap pintu kamar mandi yang baru saja terbuka. Papa keluar dari sana dengan handuk kecil yang bertengger di lehernya. Aku menghela napas melihat papa mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil itu.
"Coba aja waktu itu Siya sama Papa, pasti rambutnya dikeringin sama dia sekarang. Gak ngeringin sendiri kayak gini."
Papa berdecak, lalu melempar handuk basah itu ke wajahku. Aku semakin menekuk wajah dan mengambil kain itu dari wajah cantikku. Dasar pria duda tua.
"Jadi, gimana persiapan pernikahan kamu?"
Aku memberikan tatapan memelas pada papa. Menikah? Ya, Tuhan. Membayangkannya saja sudah membuatku mual. Apalagi aku tahu siapa yang akan menjadi suamiku besok. Tidak. Papa pasti sedang bercanda.
"Pa, aku kenal Fabian gak sehari dua hari, tapi dari SMA. Aku tahu banget dia kayak gimana. Playboy. Suka ghosting. Mainin perasaan cewek. Mokondo juga!"
"Mokondo? Apa itu?"
Aku memutar bola mata kesal. Papa mana paham istilah anak gaul jaman now. Dasar kudet.
"Intinya dia gak modal apa-apa selain burung doang."
Papa spontan menutup pangkal pahanya dan aku melempar kesal handuk basah di tanganku ke arahnya sehingga papa tertawa.
"Aku serius! Aku gak mau nikah! Apalagi sama Fabian!"
"Dek, dengerin Papa."
Aku menggeleng kuat dan menutup kedua telingaku. Aku tidak mau mendengarkan apa pun tentang Fabian. Laki-laki itu tidak cocok bersanding dengan gadis lemah lembut dan juga polos sepertiku. Aku baik, cantik, menarik, pokoknya paket komplit. Tidak sudi harus menikah dengan Fabian yang tidak bermodal apa-apa.
"Fabian itu baik, sopan, paham agama. Papa ngasih dia kepercayaan buat jagain kamu karena ketiga hal itu."
"NO! Papa gak tahu aja aslinya dia gimana. Coba tanya Abang deh. Dia dulu pernah berantem sama Abang gara-gara pacarnya Abang selingkuh sama dia."
"Berarti pacarnya Abang yang gak baik."
"Papa ih!"
Aku merengek dan menghentak-hentakkan kaki dengan kesal. Papa malah tertawa dan kian bahagia melihatku seperti anak kecil yang sedang merajuk saat tidak dibelikan mainan olehnya.
"Sayang, Papa gak mungkin salah pilih."
"Kalau salah?"
"Bukan pilihan Papa berarti."
"IH!"
Lagi, Papa hanya tertawa. Rasanya aku ingin menangis saja sekarang. Coba saja ada mama, pasti papa tidak akan mengambil keputusan sendiri seperti ini. Aku yakin mama lebih mementingkan kesenangan dan kebahagiaanku.
Karena merasa tidak punya pilihan lain, papa juga tidak bisa dibujuk dan diajak kompromi, akhirnya aku mengalah. Aku keluar dari kamar papa dan menuju ke kamarku. Rasanya tidak nyaman saat membayangkan besok aku akan menikah dengan Fabian. Laki-laki sinting yang sejak dulu aku hindari.
"Lagian Siya kenapa harus nemenin Abang sih, kan gue gak punya temen," kesalku sambil membanting pintu kamar.
Siya dan abangku sudah menikah sejak satu tahun lalu. Meski sudah satu tahun, mereka masih ingin berduaan. Katanya sengaja menunda untuk memiliki momongan. Padahal aku berharap secepatnya diberi keponakan lucu agar rumah besar ini tidak begitu sepi.
Ditambah lagi dengan permintaan papa yang tiba-tiba ingin aku menikah. Papa bilang ini permintaan pertama dan terakhirnya. Aku jadi serba salah jadi anak. Ditolak, takut durhaka. Diterima, takut hidup menderita.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...