ASING
Happy Reading
.
.Geya kembali ke kelas setelah berkeliling sejenak. Ia mengambil botol minum dari dalam tas juga memakan sisa pisangnya sembari menunggu bel masuk. Suasana kelas cukup sepi membuat Geya bosan. Andai saja ponsel Geya asli ada padanya. Jadi dia punya kegiatan yang bisa lakukan selain bengong.
"Heh cupu!"
"Woi!"
"Dih tuli, gue manggil lo!"
Geya mengerling malas, "Gue punya nama. Tolol."
Siswa ber-nametag Cakra Fahriza itu melotot tak percaya, "Kasar lo ngatain gue tolol!"
"Lo pikir dengan manggil gue cupu itu sopan?" sinisnya.
Cakra garuk-garuk belakang kepala, "Oke oke gue minta maaf manggil lo cupu. Lagian lo udah cantik gak cocok lagi dipanggil cupu."
Dia mendengus jengah, "Ada urusan apa sama gue?"
"Gak ada sih. Cuman si Shaka tadi nyariin lo. Marah tuh kayaknya," jelas Cakra bersender di meja sebelah milik Geya.
"Vishaka?" Cakra mengangguk cepat. "Ngapain dia nyari gue."
"Mana saya tahu, saya 'kan ikan." Cakra mengendikkan bahu.
Geya memilih bodo amat. Dia menopang dagu menatap lekat pada Cakra yang masih berdiri di sampingnya. Cakra merasa salting pun bertanya, "L-lo ngapain liatin gue kayak gitu?"
"Cakra." Geya mengulas senyum manis.
"Ya?"
"Pinjem hp lo," ucapnya menengadahkan tangan ke arah cowok itu.
"Ngapain?"
"Main game cacing."
Cakra mengerutkan kening, "Hp lo kemana emang?"
"Disimpen Langit," dengus Geya.
Cakra membuang napas pendek kemudian menyerahkan ponselnya untuk dimainkan Geya. Gadis itu lantas tersenyum cerah menerimanya. Ia mengunduh game cacing kesukaannya dan memainkannya sedangkan sang pemilik duduk di meja Geya menonton gadis itu bermain.
"Wih jago lu."
"Cakra," panggilnya.
"Ya?"
"Ambilin susu mi*lo gue di tas dong, tolong."
Sebelah alis Cakra naik, membuka tas Geya mengambil susu milo tersebut, "Nih?"
"Tusukin sedotannya, gue gak bisa pause."
Cakra berdecak pelan namun tetap melakukan apa yang disuruh. Entah apa yang membuat dirinya menurut pada gadis itu. Tapi melihat bagaimana keseriusan Geya bermain game cacing di ponselnya, timbul perasaan gemas dibenak Cakra. Dia tidak tahu gadis yang selalu berpenampilan norak itu bisa membuat ekspresi lucu begitu.
"Udah berapa point?" Dia menunduk untuk melihat lebih jelas sehingga jarak antar keduanya menjadi lebih dekat.
"2 juta."
"Gede banget cacing lo. Urutan 1 dong?"
Brak!
"Mana Geya?!"
Keduanya sontak mendongak ke arah pintu. Wajah Geya berubah datar kala Shaka melangkah cepat ke arahnya dengan tatapan tidak bersahabat. Cakra sudah turun dari meja. Melihat Shaka dikuasai emosi begitu membuatnya jadi khawatir. Tetapi yang membingungkan adalah, kenapa Geya terlihat santai saja seolah tidak peduli akan amukan yang menuju pada dirinya.
"Gue nungguin sampe lumutan. Kemana aja lo, hah?!"
Geya menepis tarikan Shaka di tangannya, "Siapa yang nyuruh lo nunggu sih?"
Wajah cowok itu makin memerah emosi, "Lo penampilan boleh berubah, tapi selamanya lo tetap kacung gue!"
"Kacung? Gue?" Geya mengembalikan ponsel pada Cakra kemudian berdiri menghadap Shaka, "Sejak kapan gue jadi kacung lo?"
"Sejak lo numpahin jus ke sepatu gue, anjing. Pura-pura lupa lo!" balas Shaka tak kalah tajam.
Geya menghel napas pendek, "Kalo gitu kasih tahu nominalnya, berapa yang harus gue bayar sebagai ganti rugi sepatu lo?"
"Lo pikir dengan begitu masalah selesai?" dengus Shaka sinis. "Ngerasa hebat lo setelah buat kehebohan di kantin, huh? Sayangnya perubahan lo ini gak berpengaruh apa-apa buat gue."
Geya menghela napas panjang, "Ya udah kalo gak mau. Gue juga ogah jadi kacung lo."
Vishaka semakin terbakar emosi. Ia menarik kerah baju Geya menariknya keluar kelas dengan tidak santai. Cowok itu menyeretnya kasar di sepanjang koridor yang disaksikan oleh para siswa. Hingga tibalah mereka di gudang sekolah yang berada cukup jauh dari keramaian. Murid-murid yang melihat sama sekali tidak memiliki niat membantu Geya. Mereka memilih mengalihkan pandangan daripada bertatapan dengan si pembuat onar itu.
Vishaka melempar tubuh Geya begitu saja sampai menubruk tumpukan meja tak terpakai yang ada di sana. Dia terkekeh ketika gadis itu meringis kesakitan.
"Sakit?"
Geya mendongak nyalang, "Lo ada masalah apa sama gue? Lo udah gede tapi kelakuan kayak bocah."
Dada Vishaka naik turun. Emosinya kembali tersulut. Dia membalik badan berjalan ke arah lemari lusuh di ujung ruangan. Badannya sedikit membungkuk, mengambil botol transparan berisi cairan kuning. Dia membuka tutup botol tersebut lalu menuang seluruh isinya ke kepala Geya.
Badan Geya tersentak mencium bau pesing tercium dari cairan tersebut. Sementara Vishaka tertawa keras setelah perbuatannya.
"Anjing," umpat Geya mencoba meredam amarahnya, "Apa ini yang selalu lo lakuin ke gue?"
Disisa-sisa tawanya Vishaka menarik bangku di dekatnya lalu duduk dengan santai, "Harusnya lo senang hari ini cuma gue siram pake air kencing. Lain kali kalo lo sok jago lagi, gue lempar lo ke temen-temen gue biar digilir sekalian."
Geya terhenyak di tempatnya. Terkejut mengetahui sepupunya berubah sejauh ini daripada yang dia kenal dulu. Ini bukan Vishaka yang Geya kenal. Vishaka harusnya tidak berubah menjadi seorang pembully seperti ini. Mengapa? Apa yang terjadi? Apa yang membuat Shakanya menjadi sejahat ini?
"Vishaka, lo.. kenapa?" Geya tidak bisa berkata apa-apa. Dia hanya bisa menatap kecewa dan marah ke arah Vishaka yang menatapnya remeh.
"Gue udah bilang, lo cuma perlu nurut apa kata gue dan masalah selesai." Cowok itu beranjak berlalu dari sana meninggalkan Geya dengan segala keterkejutan.
to be continued
.
.malam gaes🌚
gimana sama part kali ini?
sorry for typo ya soalnya udh ngantuk bgttgw jga mau ngasih tau visual di cerita ini ga cuma oppa2 korea ya wkwkwk campur2 ini mah dri indo smpe thailand semuenye adaa👌
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK!!!!
VOTE DAN KOMENNYA SANGAT DIHARAPKAN 🔪🔪see you in the next part👐
.
.by. alginaya 🥂
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi | Asing
Teen FictionAlluna Deolinda, di ultahnya yang ke-17 tahun justru mengalami kecelakaan yang merenggut nyawanya. Dia bertansmigrasi ke tubuh Ayuna Geya Ranawijaya yang memiliki orang tua super sibuk, 3 abang yang tidak pernah menganggap dirinya, serta sepupu ppb...