22. The Rules

8.1K 728 257
                                    

ASING

Happy Reading
.
.

🎶Lana Del Ray - Doin' Time

Geya mendudukan bokongnya di kursi kosong antara Angkasa dan Vishaka. Dia melirik teman-teman abangnya sekilas sebelum melihat-melihat menu makan siang di atas meja panjang itu.

Geya sadar beberapa pasang mata menatapnya lekat, namun berusaha cuek. Apalagi tatapan intimidasi dari sebelah kanannya dimana ketiga abangnya duduk berderetan.

"Lo gak bisa pake celana yang lebih panjang?"

Vishaka spontan melirik ke paha putih Geya yang terekspos begitu mendengar pertanyaan Langit. Menghela napas panjang. Hari ini benar-benar menguji pertahanannya.

"Syut! Selain donatur dilarang ngatur," balas Geya tanpa meliriknya. Tangannya mulai menimba nasi dan lauk untuk dirinya sendiri tanpa peduli dengan aura mencekam di sekitar abang-abangnya. Cih! Darius saja tidak menegur cara berpakaiannya. Kenapa justru mereka yang ribet?

"Lo dibilangin mulai ngeyel, ya!" seru Langit kesal.

"Bacot banget njir," gumam Geya sangat pelan namun masih bisa terdengar Angkasa. Sebelah tangan cowok itu terangkat ke atas paha Geya, mencengkramnya geram.

"Yang sopan," bisiknya dengan suara rendah hingga bulu kuduk Geya meremang dibuatnya.

Geya balas mengerling sinis, "Singkirin tangan lo."

Angkasa mengulas senyum miring dan mengeratkan cengkramannya pada paha mulus itu, namun tak membuat Geya meringis. Dia menahannya, enggan terlihat lemah.

Geya menatapnya datar lalu memilih membiarkan tangan Angkasa tetap mengcengkram pahanya. Dia kira Angkasa akan melepaskannya nanti. Namun sampai Geya menghabiskan makan siangnya, Angkasa masih belum memindahkan tangannya. Cengkraman itu memang tidak lagi kuat, namun masih meremas pahanya sehingga Geya tidak bisa langsung berdiri dan pergi.

"Kenapa Gey. Lo keliatan gak ngaman," celetuk Sagara terlihat khawatir.

"Oh. Iya, ini. Kaki gue tiba-tiba kram, gabisa bediri. Lo bisa gendong gue ke ruang tengah gak, Gar?"

Vishaka yang memang duduk sebelah Geya sontak berdiri ingin menawar dirinya saja yang menggendong Geya. Namun belum bersuara, dia dihentikan oleh suara dentingan sendok yang dilempar Galaxy. Sial. Vishaka rasa ada yang tidak beres.

Masalahnya ini Galaxy. Cowok berdarah dingin yang tidak kenal ampun pada siapapun yang mengusiknya. Dan Geya malah terus menggali kuburannya sendiri.

"Geya. Can you stop it?" Galaxy menatap tajam dirinya.

Geya memicing tak suka, "Gue cuma minta tolong?"

"Berhenti main-main sama gue sialan!" Galaxy berdiri dan langsung mencengkram dagu Geya, mampu membuatnya meringis sakit.

"Lepas."

"Keliatannya lo lupa sama peringatan gue selama ini."

"Bang—"

"Jangan ikut campur," peringat Langit menatap Vishaka tajam.

Geya masih terus mencoba melepaskan diri dari cengkraman cowok gila itu, "Lepasing gue bangsat!"

Galaxy bahkan juga Langit terkekeh sinis, "Lo sampai berani ngumpatin gue, hm?"

Cengkaraman Galaxy tidak main-main. Tidak ada cara lain. Geya sudah sangat kesakitan dibagian rahangnya. Dia pun meludah ke wajah Galaxy membuat cengkaraman itu sedikit longgar.

Transmigrasi | Asing Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang