1. Gengsi Ivy?

2.5K 119 2
                                    

Ivy menghembuskan nafasnya pelan sambil menatap sunset di depannya. Semilir angin menerpa yang membuat rambutnya bergerak mengikuti arah angin.

"Tumben lo ngajak gue kesini" kata Ivy.

"Suntuk tau di rumah! Aku butuh jalan jalan juga, kata kak Capa juga harus jalan jalan" kata Mave sambil memanyunkan bibirnya.

Mave merupakan adik tingkatnya dulu saat kuliah, Leva yang sedang di semester 6 dan Mave yang baru menjadi maba, dan hubungan pertemanan mereka berlanjut hingga Ivy bisa melakukan praktek di RSJ keluarganya.

Pertemanannya sudah hampir 7 tahun, tapi mereka tak memiliki perasaan lebih satu sama lain, Sepertinya begitu.

Ivy mengangguk pelan mendengar jawaban Mave.

"Ka Ivy nanti ke RBB?"

RBB adalah Rumah Sakit Jiwa milik keluarganya yang diturunkan ke Ivy. RSJ Bulan Bersinar, dan Capa merupakan teman kuliah Ivy yang sekarang bekerja di rumah sakit keluarganya dan menjadi psikolog Mave, Caparina.

"Buat?"

"Siapa tau gitu ada yang mau konsul ke ka Ivy gitu kan, Mave kan ga tau jadwal Ivy"

"Udah lama gue ga liat sunset, apalagi sunrise"

"Siapa suruh Ivy sibuk terus. Abis kerja Gym trus lanjut kerja trus tidur, mana jarang ajak Mave jalan jalan lagi."

Ivy terkekeh mendengar ocehan Mave karena yang dikatakan Mave benar, ia tak memiliki waktu untuk diam.

Ia harus membersihkan rumahnya sendiri mengurus data kliennya, mengatur jadwal, bekerja, dan olahraga. Sampai sampai Ivy sering mengeluh karena jam dalam satu hari hanya 24 jam.

"Maaf ya, lain kali kalo mau jalan atur aja"

"Ivy sih gampang ngomongnya, kalo diajak pasti bilang sibuk sibuk sibuk, males jadinya"

"Kali ini ngga, gue usahain. Btw pipi lo kenapa di handsaplast? Mau jadi preman?"

"Emang muka mave kaya preman?" Tanya Mave sambil berkaca di kamera HPnya.

"Ini kemaren, Mave shaving muka gitu kann, nah terus pas pake skincare Mave baru sadar ada luka, karna perih jadi Mave plaster"

"gelangnya bagus, boleh liat?" Dengan semangat Mave menjulurkan tangannya menunjukkan gelang tangan berwarna hitam yang berisi bulan sabit.

"Kenapa bulan?" Tanya Ivy sambil menggenggam tangan Mave dan memutar tangan Mave untuk melihat bagian dalam tangannya.

Sebenarnya Ivy sudah tau gelang baru Mave dari beberpa hari yang lalu karena ia mempostingnya di akun sosial medianya.

Tujuannya yang sebenarnya untuk melihat hasil sayatan yang belakangan ini lumayan sering Mave lakukan.

"Karna bulan cantik kalo malem! Sayang banget Mave ga bisa liat secara langsung, kalo Mave liat langsung pasti kumat, Mave ga suka gelap. Kenapa ya ga ada Bulan di siang hari aja biar Mave bisa liat terus"

Ivy mengelus pelan luka luka yang masih terlihat baru di tangan Mave dengan wajah datarnya.

Ivy jarang sekali menunjukkan perasaan dan ekspresinya setelah kedua orang tuanya meninggal karena bertabrakan dengan truk saat melakukan perjalanan ke puncak pagi pagi buta 2 tahun yang lalu.

Saat itu Leva sedang ada jadwal full, yang membuat Leva tak bisa langsung menghampiri kedua orang tuanya di rumah sakit dekat daerah tersebut, dan malamnya saat Leva sampai di rumah sakit tersebut kedua orang tuanya dinyatakan meninggal.

"Sakit?"

"Ngga kok, ga sakit"

"Ga usah gitu mukanya, Mave ga suka liat Ivy natap Mave pake tatapan sedih"

"Gue ga ada"

"Ish! Kita udah temenan 7 taun ya, walopun muka Ivy datar kaya triplek Mave masih bisa bedain tau!"

"Udah di obatin?"

"Udah Mave lap tisu"

"Habis ini kerumah gue, mau?"

"Boleh! Tapi mau ngapain emang?"

"Just quality time"

"Ivy kenapa ga mau jadi psikolognya Mave sih? Kok Mave dikasi kak Capa? Padahal kalo sama Ivy Mave bisa rawat jalan, sama terapi tiap hari."

"Gue bantu terapi, tapi konsulnya ke Capa"

"Iya kenapa?!"

"Ga masalah, cuma persiapan aja, siapa tau ada berubah pikiran"

"Berubah pikiran apa? Mau jauhin Mave?"

"Gak juga"

"Awas aja Ivy jauhin Mave, Mave lemparin batu rumah Ivy"

"Ngeri"

"Ivy ayo makan! Di sana ada toko sup ikan enak tau!"

"Ayo, gue ambil dompet dulu"

"Ga usah! Pake uang Mave aja, kelamaan nunggu Ivy ambil dompet"

"Okey, ayo" Ivy berdiri lebih dulu, lalu membantu Mave untuk berdiri.

"Mave dapet rekomendasi ini dari kak Capa tau! Kan kak Ivy temenan sama kak Capa, kok kak Ivy ga tau?"

"Lo tau sendiri gue ga terlalu suka ikan"

"Mungkin menurut kak Capa rugi kali ya ngasitau kak Ivy"

"Mungkin"

"Mave mau sup kepala ikan!"

"Enak?" Tanya Ivy dengan wajah ragunya, ia membayangkan wajah ikan mentah ada diatas mangkuk dengan mulut menganga dan mata yang sudah hilang.

"Enak tau!"

"Bagian ekor gitu gaada? Tapi ekornya udah di potong"

"Gatau, coba aja deh tanya nanti, siapa tau ada" kata Mave sambil berjalan diatas besi yang digunakan sebagai tempat sepeda.

"Awas jatuh" Ivy dengan cepat langsung memegang tangan kanan Mave agar ia tak terjatuh di aspal.

"Awww, perhatian banget sihhh" kata Mave sambil tersenyum aneh.

"Kalo lo jatuh, gue juga repot"

"Udah deh, khawatir mah khawatir aja"

"Iya"

"Hap!" Mave meloncat dari ujung besi tersebut untuk turun karena tempat makan yang dituju sudah ada di depan mereka.

"Ayoo! Mave pesenin yaa"

"Hm"

Mave's LimerenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang