Tiga hari berlalu, namun Mave tidak menunjukkan tanda tanda ingin bertemu dengan Ivy.
Mave mematikan ponselnya sejak tiga hari yang lalu. Saat Ivy bertanya ke tempatnya bekerja, staff disana mengatakan Mave tidak bekerja tanpa keterangan sejak terakhir ia bekerja.
Ivy juga bertanya pada tetangganya, tapi tetangganya tidak melihat Mave keluar sejak Ivy mengantarkan Mave pulang, bahkan gerbangnya di kunci gembok dari dalam olehnya.
Tetangganya juga sempat mengatakan kalau lampu rumah Mave tidak pernah hidup, sementara Mave sangat benci dengan kegelapan.
Apa mungkin Mave pindah ke suatu tempat? Tapi sandal dan sepatu Mave masih ada di teras rumahnya, gemboknya juga terkunci dari dalam, berarti Mave masih ada di rumahnya.
Jangan tanyakan kondisi Ivy, ia tak tidur selama 3 hari, pakaiannya berantakan dan matanya yang terlihat lelah.
Hari ini jadwal Mave untuk konseling dengan Capa, dan Ivy sudah menunggu Mave sejak tadi. Tapi sudah lewat 30 menit dari jam janji konseling mereka, Mave belum juga datang.
Tok tok tok
Ruangannya diketuk dari luar, entah siapa ia tak peduli dan tidak menjawabnya.
Tok tok tok!
Pintu tersebut langsung terbuka sebelum Ivy membuka mulutnya, Capa masuk dengan paper bag di tangan kiri, dan tangan kanannya mengelusi perutnya yang mulai menonjol.
"Makan dulu lah bego, gue tau lo stress ditinggal Mave tapi ya jangan tolol banget lah minimal, makan dulu dikit, kesian gue liat lo"
Ivy tak menjawab dan hanya menatap paper bag yang dibawa Capa dengan tatapan tak minat.
Capa berdecak kesal karena Ivy diam seperti orang gagu. Capa mendekati meja Ivy dan mengeluarkan roti bakar yang ia belikan untuk Ivy.
Capa mengambil garpu yang tersedia di ruangan Ivy lalu memberikan sepotong roti bakar tersebut.
Ivy mengambilnya dan mengunyahnya dengan perlahan, setelah itu ia mengembalikan lagi garpu itu ke Capa.
"Anjing ya lu, udah gue bunting, gue ngurus suami, gurus Mave, ngurus lo, ngurus percintaan kalian, untung gue kuat, kalo ngga gue udah angkat tangan ke kamera dari kemaren kemaren"
Ivy tak merespon apapun, dia diam menatap ke arah lain.
"Itu Mave, kayanya beneran lagi era depresi mayornya, lo liatin aja rumahnya masuk lewat mana gitu apa kek, lo ga khawatir liat rumah dia lampunya ga pernah idup? Udah makan belum dia? Mana ga bisa di telpon"
Ivy langsung bangun dari duduknya dan meninggalkan Capa dengan roti bakar ditangannya.
"Anak anjing. Ya tuhan ga boleh ngumpat, maafin bunda ya nakk, temen bunda udah gila soalnya, nanti kamu kalo suka sama orang jangan sampe tolol ya nak, soalnya yang repot nanti temen kamu" kata Capa sambil mengelusi perutnya.
»»------- ❀•°❀°•❀ -------««
Ivy memarkirkan mobilnya agak jauh dari rumah Mave, karena jalan rumah Mave tidak cukup untuk 2 mobil, jadi agar tidak menggangu mobi lain Ivy memarkirkan mobilnya di depan minimarket yang agak jauh dari rumah Mave.
Sampai di depan rumah Mave, Ivy kembali mengecek gembok gerbang tumah Mave. Gerbangnya masih terkunci, berarti Mave belum keluar juga.
Ivy memperhatikan gerbang Mave yang lebih tinggi darinya itu lalu melihat ke sekitar rumah Mave.
Ivy berpikir, haruskah ia memanjat pagar rumah Mave? Sepertinya memang tidak ada jalan lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mave's Limerence
Ficção Adolescente"Mave ga tau mau nonton apa.. Mave ga bisa mikir!" Kata Mave sambil memukuli kepalanya sendiri. "Sttt, mave.." Ivy langsung menarik pelan tangan Mave agar tidak memukuli kepalanya lagi. "Nanti sakit" kata Ivy sambil mengelus kepala Mave yang tadi ia...