34. The First Step

1.2K 248 31
                                    

Aku tiba di lobi hotel sepuluh menit lebih telat dari waktu yang kami sepakati, melintasi lobi dengan tergesa dan celingukan setelah sampai di dalamnya. Andre sudah tiba terlebih dahulu, ini acara berdua pertama kami dan aku menjadi typical orang Indonesia yang suka jam karet.

"Hai." Sapa seorang pria, aku menoleh dan menemukan Andre berdiri di belakangku. Dia tampak sangat tampan dalam balutan suit bergaris warna hitam.

"Hi, look at you Mr. Dashing," pujiku secara spontan. Dia memang terlihat lebih tampan dalam balutan jas resmi. Dia mendekat untuk mengecup kedua pipiku.

"Kamu juga terlihat sangat ... menawan."

Aku terkekeh mendengar pujiannya. "Sorry aku telat. Macet. Bukan karena kelamaan dandan."

"Aku yakin tanpa make up pun, kamu akan tetap terlihat menawan."

Lagi-lagi aku terkekeh. "Kamu, sangat terlatih menggombal."

"But I have the feeling it won't work with you."

"I'll pretend that I am flattered." Dia tertawa, menampilkan sederetan gigi putih yang menambah ketampanan wajahnya. "Jadi, acara apa ini? Aku seperti membeli kucing dalam karung, tidak tahu menahu tentang acara yang aku datangi."

"Swiss National Day."

"Aah, diplomatic reception"

Dia mengangguk. "I hope it won't bore you." Mengulurkan sikunya ke arahku layaknya seorang gentleman sejati. Aku mengalungkan tanganku ke sikunya.

"Lead the way Mister Dashing."

Sudah sangat lama aku tidak menghadiri resepsi diplomatik seperti ini. Yang terakhir sewaktu di Burkina Faso, sebelum aku dan William benar-benar berkencan. Mudah-mudahan aku tidak akan bertemu dengan orang-orang yang aku kenal dari lingkaran organisasi internasional. Tapi lima tahun sudah berlalu, mungkin aku tidak akan menemui siapa-siapa yang aku kenal.

Suasana ballroom hotel cukup penuh, warna merah putih dan bendera negara Swiss menghiasi seluruh ruangan. Aku ingat ketika masih di Jenewa, Swiss National Day adalah salah satu perayaan besar, selalu ada suguhan kembang api spektakuler di tepi danau Jenewa.

Andre mengenalkan aku ke beberapa rekannya sesama pekerja organisasi internasional, diplomat dari beberapa negara dan beberapa Duta Besar. Semua ini mengingatkanku ke suasana dulu, berinteraksi dengan orang-orang organisasi dunia, diplomat, tiba-tiba aku merindukan William, membayangkan dialah pria yang berdiri di sampingku, bukan orang lain.

"Aku tidak tahu kalau kamu Swiss dan French." Andre menyerahkan segelas Moët ke arahku. Resepsi ini tampak sangat mewah, dengan curahan champagne yang sepertinya tanpa henti.

"Now you know." Dia menyesap champagne dari gelasnya. "Ngomong-ngomong, sepertinya kamu tidak boleh minum itu terlalu banyak. Takut kejadian tempo lalu terulang lagi."

Aku tertawa. "Dua gelas. I promise. Kamu tidak perlu menggotong aku pulang."

"Honestly speaking, I don't mind to carry you home," dia berbisik di telingaku, pipiku sedikit memanas, mungkin karena godaannya atau mungkin efek champagne yang aku teguk mulai bekerja.

"Linaaa," suara seseorang yang sangat aku kenal. Cami memelukku dengan keceriaan luar biasa. "Kamu di sini! Dengan - matanya berjalan ke arah pria di sampingku - Andre?"

Cami berdiri di sisiku, mengenakan dress berwarna merah maroon yang membuatnya tampak sangat cantik. William berdiri di sisinya, dengan salah satu tangan melingkar di pinggang Cami. Napasku sedikit sesak, aku membuang pandangan ke arah Andre untuk menyamarkan apapun yang tergambar di raut wajahku.

RESTRAINTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang