Happy Reading
Sorry for the typo(s)
˚*❋ ❋*˚
"Bubu?"
Jeno mengerjapkan mata lalu berguling ke samping. Kedua tangannya masih memeluk guling yang bersprei biru muda. Mata sipitnya mengerjap lagi sebelum tubuh kecilnya bangkit dan duduk. Ia memandang pintu kamarnya yang tidak tertutup rapat.
Sambil membawa boneka anjingnya, anak laki-laki berusia lima tahun ini berjalan keluar kamar dan mencari Taeyong.
"Bubu?"
Kakinya berlari setelah menemukan Taeyong yang sedang menata buku. "Bubu!" Ia lantas menghela napas lega saat Taeyong membawanya ke dalam dekapan. Hatinya tak nyaman ketika bukan Bubunya yang pertama kali ia lihat sesudah bangun tidur.
Taeyong menepuk-nepuk punggung sempit si bungsu. Sejujurnya, ia heran karena sekarang masih pukul dua siang dan Jeno selalu bangun saat jarum jam menunjuk angka tiga. Maka dari itu, ia bertanya, "Adek haus?"
Jeno yang bersandar pada pundak Taeyong pun menggeleng. Ia mengeratkan genggaman pada boneka anjingnya yang hampir jatuh. "Abang di mana?"
"Abang belum pulang, Nak."
"Kalau ayah?" tanya Jeno lagi, mengabsen semua anggota keluarganya.
Taeyong mengukir senyum tipis. Jemarinya merapikan helaian rambut Jeno yang begitu halus. "Ayah juga belum pulang." Ia mengecup ujung hidung Jeno ketika kesayangannya ini menatapnya polos.
"Abang kan nggak sekolah. Ayah juga nggak kerja. Terus ayah sama abang pergi ke mana?"
Taeyong terkekeh pelan lantaran Jeno memberikan tatapan menuntut jawaban. "Ayah nemenin abang beli sepatu," balasnya jujur.
Bibir Jeno melengkung ke bawah. "Kenapa adek ngga diajak?" tanyanya, hampir merajuk.
Lagi-lagi Taeyong terkekeh. Ibu jarinya mengusap kernyitan tak suka di dahi Jeno lalu dengan lembut ia berkata, "Adek kan tidur siang."
Jeno memalingkan wajah, enggan menatap sosok yang paling ia sayangi. "Tapi adek bisa dibangunin." Tangannya bersedekap dan bibirnya mengerucut maju. Sesekali ia mencuri pandang ke arah Taeyong yang masih setia memperhatikannya.
Dengan penuh kasih sayang, Taeyong mengusap kepala Jeno untuk meminta perhatiannya. "Ayah nggak tega bangunin adek. Apalagi adek capek habis main sama abang," jelasnya. Senyum teduhnya belum pudar.
Si bungsu yang menyalin wajah rupawan ayahnya ini melunakkan ekspresi wajahnya. Alisnya tak lagi menukik marah. Lantas ia memilih menyembunyikan wajahnya ke dada Taeyong. Otaknya tengah memproses perkataan bubunya.
Taeyong sendiri membiarkan Jeno seraya mengusap-usap punggungnya.
"Haus. Adek mau minum."
"Ayo ambil minum."
Saat hendak diturunkan, Jeno enggan. Ia mengeratkan pelukannya pada leher Taeyong. "Nanti malam bubu bobo sama adek!" pintanya, tersirat intonasi kejengkelan pada suaranya.
Taeyong menggelengkan kepala, tidak heran dengan tingkah laku Jeno. Putranya yang lucu ini pasti sengaja mengajaknya tidur bersama agar Jaehyun tidur sendiri. "Abang boleh ikut?"
Jeno menjawab setelah meneguk air putih. "Abang boleh. Kalau ayah nggak boleh."
"Kenapa ayah nggak boleh?"
"Adek masih kesel sama ayah!" Jeno menggembungkan pipinya. "Tapi cuma sedikit. Segini," katanya lagi sambil mendekatkan ibu jari dan telunjuknya.
Tawa si manis Lee terurai. Dengan gemas ia mencubit pipi gembil Jeno dan dihadiahi senyum lucu oleh empunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snowflake [Jung Fams]
Fanfiction; tentang ayah, bubu, abang, dan adek ; Families are like snowflakes: they come in many shapes and sizes and no two are the same. And like a snowflake, they are very delicate and must be protected and guarded from elements that threaten to destroy t...