Snowflake - 23

11.2K 602 56
                                    

Happy Reading

Sorry for the typo(s)

˚*❋ ❋*˚

Mark menyeka air matanya. "Bubuu," panggilnya lalu menghambur ke pelukan Taeyong. Air mata mengalir ke pipi gembilnya tanpa henti. Ia menangis tersedu-sedu di dada bubunya sembari menggenggam wortel. 

"Abang kenapa, Sayang?" 

"Abang sedih hiks." 

Taeyong mengusap-usap punggung si sulung. "Sedih kenapa?" tanyanya lembut. 

Mark mendongak dan menatap sendu bubunya. Mata bulatnya yang begitu polos dibanjiri air mata dan berkaca-kaca. "Kelincinya kulang sopan! Tadi abang kasih woltel tapi hiks kelincinya nda bilang telima kasih!" Pandangannya mengabur lantaran air matanya terus berjatuhan. "Abang sedih sekalii," imbuhnya parau sebelum tangisnya pecah. 

Taeyong tercengang mendengar pengakuan batita berusia tiga tahun ini. Sesaat ia terdiam seribu bahasa dan kehilangan seluruh kosakatanya. Ia bingung harus ikut sedih atau justru menertawai tingkah Mark yang sanggup membuatnya menggeleng heran. Tangisan Mark benar-benar memilukan hati siapapun yang mendengarnya apabila mereka tidak tahu alasan di balik si kecil ini menangis. "Abang sedih ya? Bubu mengerti." 

Mark mengangguk dan mengeratkan pelukannya seusai Taeyong mengatakan akan menunggu sampai ia selesai menangis. Kesedihan betul-betul menyelimuti ruang hatinya sehingga dadanya sesak. Padahal ia menunggu kelinci-kelinci piaraan Opa Jung mengucapkan terima kasih padanya tetapi mereka hanya diam. Selain persoalan ini, kelinci-kelinci itu juga enggan mengatakan tolong agar ia mendekatkan potongan wortel ke mulut mereka. 

"Sudah selesai?" 

Mark pun mengangguk dan membiarkan jemari cinta pertamanya mengusap pipinya. Tatkala mendapatkan kecupan hangat di kening, rasa tidak nyaman dan kecewa yang menghimpit dadanya berangsur-angsur membubung pergi hingga habis tak bersisa. Kepalanya mengangguk ketika Taeyong bertanya apakah ia sudah bisa diajak bicara atau belum. 

"Abang, dengar bubu ya? Hewan kan nggak bisa berbicara. Makanya kelincinya nggak bilang terima kasih ke abang. Kelincinya nggak mengerti sama apa yang abang mau." Taeyong lantas menghapus buliran air mata yang merembes dari bulu mata Mark. Ia juga merapikan surai hitam Mark yang sedikit berantakan tersapu angin. "Abang ingat nggak waktu itu bubu sama ayah pernah jelasin kenapa hewan nggak bisa berbicara?" 

Mark mengedipkan mata. Ia mengulum bibirnya seraya mengingat-ingat penjelasan orang tuanya tatkala mereka berempat berwisata ke kebun binatang. "Umm kalena hewan nda punya bloca?" balasnya ragu-ragu. 

"Iya benar. Bagian otak hewan yang namanya Broca nggak berkembang atau bahkan nggak ada sama sekali." Seulas senyum tipis terlukis di bibir Taeyong melihat keterdiaman Mark yang sangat jelas digunakan untuk merenung. "Sampai di sini abang paham?" 

Mark mengangguk kemudian memeluk Taeyong erat. "Iya tapi abang masih sedih," balasnya jujur. Paras lucu dan tampannya yang masih mendung ia sembunyikan di dada bubunya. Ia menunggu hatinya siap terlebih dahulu sebelum menemui kelincinya lagi. 

"Bubu peluk sampai abang ngga sedih lagi." 

"Hu'um."

Sementara itu, Opa Jung, Jaehyun, dan Jeno masih asyik berada di dalam kandang kelinci. Ukuran kandangnya memang cukup luas dan bisa dimasuki oleh tiga orang dewasa sekaligus. Letaknya di halaman belakang dekat ayunan. 

"Adek itu selada buat mam kelincinya, Nak. Bukan buat adeek." Dengan sigap Jaehyun memindahkan Jeno dari tempat pakan lalu mendudukan anak laki-laki berusia dua tahun ini di depan pintu rumah kelinci. Ia terkekeh gemas melihat Jeno melepeh secuil daun selada dari mulutnya. "Gimana rasanya, Dek? Enak atau pahit?" 

Snowflake [Jung Fams]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang