Happy Reading
Sorry for the typo(s)
˚*❋ ❋*˚
"Bu, tadi di sekolah ada yang panggil adek Onel."
Taeyong melepaskan rompi yang Jeno kenakan. "Siapa?"
Jeno membuka kancing seragam sekolahnya satu per satu. "Haechan. Terus teman-temannya Haechan jadi ikut-ikutan panggil adek Onel." Setelah itu, ia memakai baju ganti yang sudah disiapkan oleh bubunya.
"Adek suka nggak dipanggil Onel?"
Jeno mengambil botol minumnya yang telah kosong. "Umm... Bubu mau adek jawab bohong atau jujur?" tanyanya. Cengirannya terukir tatkala Taeyong menyentil pelan pucuk hidungnya. Ia memberikan botol minumnya kepada Taeyong kemudian menutup pintu kamarnya.
"Jawaban yang jujur."
"Adek nggak suka."
"Kenapa?"
Selagi menunggu Taeyong menyiapkan camilan untuknya, Jeno duduk manis sembari berpangku dagu. Nayanikanya tak pernah lepas memperhatikan bubunya. "Adek mau dipanggil adek aja." Terkesan lucu namun ia tidak terbiasa dengan panggilan tersebut. Namanya Jung Jeno dan dipanggil Jeno ketika di sekolah. Rautnya lantas menjadi sangat antusias melihat camilannya datang; bola pisang cokelat kesukaannya. "Bubu adek yang terbaik!" ucapnya sebelum mengucapkan terima kasih.
Taeyong tersenyum tipis dibuatnya. Ia pun menarik kursi dan duduk di samping si bungsu. "Kalau dipanggil Jeno sama bubu mau?"
"Nggak mau."
"Kenapa nggak mau? Namanya adek 'kan Jung Jeno. Jadi, nggak apa-apa dong dipanggil Jeno?"
Lagi-lagi balasan Jeno adalah gelengan. "Mau dipanggil adek aja." Berbekal pada ingatannya, dari dulu sampai sekarang, baik ayah, bubu, atau kakaknya tidak pernah memanggilnya dengan nama. Ia mengunyah lambat-lambat bolu di mulutnya kemudian menelannya. "Kalau adek dipanggil Jeno nanti adek punya adik. Adek nggak mau."
"Siapa yang bilang begitu?"
"Teman di sekolah."
Seringaian tersungging samar di bibir si lelaki cantik. Netra bulatnya tak ayal mengerling jahil. "Memangnya adek nggak mau dipanggil abang atau kakak?" Ia terkekeh lantaran Jeno langsung meliriknya dengan kening yang mengernyit tebal. "Loh kenapa? Keren tahu dipanggil kakak," imbuhnya pura-pura polos.
Jeno cemberut. "Adek mau jadi adik abang satu-satunya. Nggak boleh ada adik selain adek. Abang juga nggak mau punya adik lagi. Abang 'kan sayang sama adek." Ia memasukkan irisan bolu terakhir yang sedikit lebih besar sehingga membuat pipi gembilnya menggembung penuh. Kedua kakinya berayun-ayun di sela mengunyah. Sebagai penutup, ia meminum air putih lalu mengusap bibirnya yang basah. "Bubu sama ayah waktu itu sudah janji nggak akan ada adik bayi," ujarnya mengingatkan. Sampai kapanpun ia tidak akan membiarkan pendatang baru merebut gelar putra bungsu darinya.
Taeyong menumpu wajahnya ke kiri dan bergumam pelan. Jari-jari tangannya mengetuk-ngetuk meja. "Gimana ya?" Saat mereka bertatapan, Jeno membuang muka dan mengalihkan matanya ke arah lain. Itu membuatnya menahan gemas. "Iya, bubu nggak lupa kok. Selamanya adek tetap jadi bungsunya ayah dan bubu. Mmm... kalau dipanggil sayang mau?"
Jeno kembali mempertemukan manik keduanya. Bibirnya yang mungil tak lagi mengerucut maju dan matanya mengedip lucu. Kepalanya mengangguk malu-malu seraya mengulum senyum. Memangnya siapa yang tidak mau dipanggil sayang? "Bubu, adek mau sepedaan," ucapnya kemudian.
"Sepedaan sama siapa?"
"Haechan. Bubu?"
Taeyong menerima uluran tangan Jeno. "Memangnya adek nggak cape?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Snowflake [Jung Fams]
Fanfiction; tentang ayah, bubu, abang, dan adek ; Families are like snowflakes: they come in many shapes and sizes and no two are the same. And like a snowflake, they are very delicate and must be protected and guarded from elements that threaten to destroy t...