Happy Reading
Sorry for the typo(s)
˚*❋ ❋*˚
Hari ketiga
Udara dingin menerpa wajah kantuk Taeyong begitu ia membuka jendela kamarnya lebar-lebar. Matahari belum mau menunjukkan wajahnya yang terang-benderang menilik sekarang masih pukul lima pagi. Ia mengeratkan sweater yang membalut tubuhnya ketika angin bertiup lumayan kencang. Sejuk namun dingin di saat yang bersamaan. Ngomong-ngomong, ia sengaja bangun lebih pagi demi bertukar sapa dengan suaminya lewat telepon.
Setelah menyamankan diri di ranjang, kelopak matanya terpejam sambil menunggu ponselnya berdering. Bisa saja ia menghubungi Jaehyun lebih dulu tetapi mengingat jadwal padat yang dikirimkan oleh Kinanti―sekretaris Jaehyun―sukses menahan niatnya. Siapa tahu di sana Jaehyun masih beristirahat sehingga ia enggan mengganggu.
Ia meringis pelan merasakan tendangan di perutnya. "Sabar, Sayang." Sejak jam empat, kesayangannya ini kerap menendang perutnya. Ia pikir si adek tahu pagi ini ayah tercintanya akan menelepon mereka berdua. Netranya yang kuyu seketika bersinar mendapati ponselnya bergetar dan ia pun buru-buru mengangkatnya. "Pagi, Ayaah. Ayah sudah bangun?" sapanya ceria.
Jaehyun sendiri masih berbaring di tempat tidur. "Pagi, Sayang."
"Kamu panggil sayang buat siapa? Aku atau adek?" Mungkin agak aneh tapi Taeyong acap kali cemburu dengan janin yang ada di perutnya. Sebelum mengandung, hanya dirinya seorang yang Jaehyun panggil sayang namun kini tidak lagi. "Pasti buat adek," imbuhnya yang disusul dengusan lantaran pasangan hidupnya itu tertawa.
"Buat kamu sama adek. Kalian 'kan sayang-sayangnya aku." Jaehyun tampak mengatur letak bantal agar semakin nyaman lalu menarik selimut. Cuaca di sini lebih dingin dan ia belum terbiasa. "Kangen nggak sama aku?"
"Kok masih tanya? Kangenlah! Sampai kebawa mimpi kamu sudah pulang." Taeyong membenarkan ponselnya yang terjatuh di atas sprei. "Anak kamu kangen nih. Dari aku bangun nendang terus. Adek minta kamu pulang secepatnya," ocehnya.
"Belum bisa, Adek. Maaf ya, Nak. Tujuh hari lagi baru ayah bisa pulang. Adek mau oleh-oleh apa?"
"Adek nggak mau oleh-oleh, Yah. Mau cium yang banyak aja."
Lekuk penuh pesona di pipi Jaehyun terukir kala tersenyum. "Itu maunya adek atau kamu, Bu?" tanyanya geli.
Alih-alih menjawab, si cantik Jung justru terkikik sembari menarik selimut hingga mulutnya―merasa malu sekaligus untuk menyembunyikan rona yang menjalari pipi berlemaknya. "Dua-duanya hihihi. Mau ciuman sama kamu, Je. Gimana caranya?"
Telinga sang dominan memerah samar. "Tunggu aku pulang, Sayang. Setelah aku pulang pasti aku cium kamu. Kalau lebih dari ciuman kira-kira boleh nggak?" tanyanya jahil, menggoda kekasihnya yang selalu tersenyum malu-malu setiap membahas hal ini.
"Mmm..." Taeyong ingin membalas tetapi layar ponselnya tiba-tiba menjadi buram. Ah, kendala koneksi. Hembusan napas dalam lolos dari celah bibirnya yang baru mengeluarkan decakan. "Halo, Je? Sinyal kamu jelek." Sedihnya kian meluap mendengar suara Jaehyun yang putus-putus. "Hotel tempat ayah bobo pasti pindah ke tengah lautan makanya sinyalnya jadi jelek," ujarnya cemberut dan bercerita kepada jagoannya.
"Bubu? Suara kamu... jauh."
"Suara kamu iih yang jauh. Ayah? Halooo?"
Tut... Tut.. Tut...
˚*❋ ❋*˚
KAMU SEDANG MEMBACA
Snowflake [Jung Fams]
Fanfiction; tentang ayah, bubu, abang, dan adek ; Families are like snowflakes: they come in many shapes and sizes and no two are the same. And like a snowflake, they are very delicate and must be protected and guarded from elements that threaten to destroy t...