Happy Reading
Sorry for the typo(s)
˚*❋ ❋*˚
Jaehyun mengusap lembut telinga Jeno saat bayi tampan berusia tujuh hari ini menguap kecil. Senyum manisnya merekah sempurna melihat Jeno yang ada dalam balutan selimut putih bertopi.
Sangat menggemaskan.
"Adek mau bobo?"
Jeno menjawabnya dengan menggeliat pelan sembari menggerakan tangan dan kakinya ke atas. Memangnya apa yang bisa dilakukan bayi sepertinya selain tidur, meminum susu, dan menangis? Pelan-pelan ia mengangkat kelopak matanya ke atas, ingin melihat siapa yang sedang mengajaknya berbicara. Penglihatannya masih minim namun ia tahu pria yang mengusap punggung tangannya ini adalah sosok yang sangat menyayanginya.
"Adek jangan lucu-lucu. Ayah mau gigit jadinya."
Entah Jeno mengerti atau memang mengantuk, mata sipitnya terpejam. Maniknya yang menggemaskan terasa berat setelah meminum susu dan berganti baju.
"Yah, adek beneran bobo ya?" Jaehyun mengerucutkan bibirnya, sedikit tidak rela putra bungsunya memilih tidur alih-alih mengobrol dengannya. Usapannya berganti ke telapak kaki Jeno yang begitu halus sehingga ia takut akan melukai si kecil. "Bobo yang nyenyak ya, Sayangnya ayah," ujarnya lalu mengecup pelan punggung tangan Jeno.
Selama beberapa menit ke depan, tidak ada yang Jaehyun lakukan selain memperhatikan wajah damai si bungsu. Senyum manisnya tak lelah bersemi hingga pipinya pegal. Ia lantas menoleh ke belakang mendengar pintu kamarnya dibuka. "Kenapa, Bu?" tanyanya khawatir sebab Taeyong memasang raut sedih. Ia buru-buru menghampiri Taeyong dan menuntunnya.
Taeyong menghela napas. "Aku mau gendong abang tapi dilarang sama mama." Selesai sarapan ia ingin menggedong Mark karena selama di rumah sakit, ia tidak bertemu putra pertamanya itu dan belum menyentuhnya dalam artian mengecup atau memeluknya. Setelah pulang, ia tentu ingin melepaskan rasa rindunya yang terpendam namun para mama melarangnya dengan alasan ia baru saja operasi.
Jaehyun mengangguk, memvalidasi apa yang suaminya rasakan. Ia pun meraih tangan kanan Taeyong dan menggenggamnya. "Perutnya masih nyeri nggak, Bu?"
"Sedikit. Tapi nggak terlalu sakit kok." Netra bulat Taeyong berkaca-kaca dan bibir tipisnya melengkung ke bawah. "Aku kangen abang. Dari kemarin sama mama terus. Sama aku sebentar."
"Aku tahu kamu kangen abang tapi ingat kan pesan dokter kemarin? Kalau perut kamu masih nyeri belum dianjurkan buat gendong abang. Sabar ya, Bu. Tunggu sampai kamu benar-benar pulih." Sebelum merengkuh Taeyong, Jaehyun melabuhkan kecup halus di keningnya. "Kesehatan kamu yang paling utama, Bu." Pelukan mereka kemudian terurai dan ia berkata, "Aku ajak abang ke sini ya?"
Taeyong menganggukkan kepala. "Kamu sarapan dulu."
"Beneran nggak apa-apa aku tinggal? Kalau masih sedih aku di sini sampai sedih kamu hilang."
"Iya, nggak apa-apa. Aku juga udah nggak terlalu sedih." Taeyong menyamankan posisi duduknya dengan hati-hati. "Sana. Kamu sarapan dulu," ujarnya meyakinkan. Semenjak kepulangannya dari rumah sakit, Jaehyun melakukan apapun setelah dirinya selesai. Pria bersurai hitam itu selalu mengutamakan dirinya lebih dulu.
"Kamu mau aku bawain apa?"
"Air putih aja."
Setelah itu, Jaehyun keluar dari kamar mereka yang sengaja dipindahkan ke lantai satu untuk sementara. Ia tersenyum lebar saat Mark berjalan cepat ke arahnya. "Jalannya pelan-pelan, Sayang," ucapnya sebelum menggendong Mark dan menciumi pipinya yang gembil. "Abang sudah sarapan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Snowflake [Jung Fams]
Fanfiction; tentang ayah, bubu, abang, dan adek ; Families are like snowflakes: they come in many shapes and sizes and no two are the same. And like a snowflake, they are very delicate and must be protected and guarded from elements that threaten to destroy t...