Happy Reading
Sorry for the typo(s)
˚*❋ ❋*˚
"Abang sayang adek."
Bukan sekadar ucapan sehari-hari yang selalu Mark utarakan. Pun juga bukan kalimat omong kosong semata. Lebih dari apapun di dunia ini, ia menyayangi adiknya―bahkan sangat dan kasih sayangnya tak terhingga.
Jeno yang lucu, Jeno yang manja, Jeno yang cemberut, Jeno yang menangis, Jeno yang kesal, Jeno yang tertawa, atau Jeno yang marah... semua tentang Jeno, ia menyukainya.
Mark tidak terlalu ingat kapan Jeno hadir namun yang pasti akan selalu ia kenang saat dirinya dan Jeno tumbuh bersama-sama. Mandi bersama, bermain berdua, berbagi mainan, dan menciptakan lelucon yang kadang kala tidak dimengerti oleh ayah serta bubu mereka.
Netra bulatnya lantas mengedip, sudah cukup lama memandang foto tumpukan tangan Jaehyun, Taeyong, dirinya sendiri, dan adiknya yang paling ia sayangi. Itu foto lama, diambil sekitar lima tahun yang lalu kalau tidak salah. Taeyong pernah memberitahunya bahwa foto tersebut diabadikan tak lama setelah Jeno lahir. "Ayah, bubu, abang, dan adek," bacanya, melafalkan tulisan timbul di pigura.
"Abaaaang."
Serta merta si sulung Jung ini menoleh. Baik sorot mata dan senyumnya sama-sama hangat, sehangat pelukan di kala hujan. Ia merentangkan tangannya, menyambut Jeno yang menangis sambil berlari ke arahnya. Tidak ada yang berubah, kesayangannya ini selalu mencarinya setiap bangun tidur siang.
Jeno mengeratkan pelukan mereka. "Adek cari abang. Adek kira abang pergi. Tadi 'kan bobo di sebelah adek." Suaranya lirih dan teredam karena ia membenamkan wajah suntuknya di bahu sang kakak. "Mau kiss," pintanya manja.
Lengkung di bibir Mark sangatlah manis biar tipis. Entah itu pelukan atau ciuman, selama Jeno yang memintanya, pasti akan ia kabulkan tanpa berpikir dua kali. Sebuah kecup yang sarat akan kelembutan ia labuhkan di kening yang lebih muda.
Tawa keduanya lantas mengalun, beriringan dengan desau angin yang baru saja menggugurkan daun-daun kering di halaman. Begitu mudah bagi Mark dan Jeno untuk melebur dan tenggelam ke dalam dunia mereka sendiri di saat-saat seperti sekarang.
Layaknya Mark, manik Jeno menyuratkan kasih tulus yang tak terperi. Sebelum mimpi mengajaknya berkelana mengarungi malam, batinnya tak pernah letih memanjatkan rasa syukur atas karunia Tuhan yang telah membiarkannya hadir sebagai seorang anak serta adik di tengah-tengah ayah, bubu, dan kakaknya. "Adek sayang abang," bisiknya lalu melingkarkan pergelangan tangan kecilnya di perut yang lebih tua.
Mark mengusap-usap kepala Jeno. "Sayang adek juga."
Tidak ada alasan baginya untuk membenci Jeno. Jeno yang acap kali menjahilinya tidak pernah menjadi sumbu penyulut yang menumbuhkan kebencian. Kenapa ia harus membenci adiknya sendiri? Karena jarak usia mereka yang cukup dekat sehingga menyebabkan ia kekurangan kasih sayang dari orang tuanya?
Maka itu salah besar.
Kehadiran Jeno tidak mengurangi cinta yang tercurah untuknya.
Tidak pernah.
Sedikitpun.
Ngomong-ngomong, ingin tahu salah satu rahasia yang Mark simpan rapat-rapat? Baiklah, lelah tak jarang mendera tubuhnya seusai pulang sekolah. Siapa yang menjadi pelipur penatnya?
Jawabannya adalah Jeno.
Ia tidak pernah memberitahu hal ini secara gamblang namun setiap Jeno memeluknya di mobil selama di perjalanan pulang, sedikit demi sedikit letihnya sirna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snowflake [Jung Fams]
Fanfiction; tentang ayah, bubu, abang, dan adek ; Families are like snowflakes: they come in many shapes and sizes and no two are the same. And like a snowflake, they are very delicate and must be protected and guarded from elements that threaten to destroy t...