Happy Reading
Sorry for the typo(s)
⚠️
[A very long chapter]
˚*❋ ❋*˚
"Panasnya belum turun?"
Gelengan Taeyong membuat Jaehyun menghela napas. Sekitar jam tiga dini hari Jeno demam dan disertai muntah. Ia kira setelah Jeno meminum obat penurun panas, demamnya akan turun namun ternyata sama saja dan tidak ada perubahan yang berarti. "Selamat pagi, Adek," sapanya manis tatkala si bungsu mengangkat kelopak matanya yang sedari tadi terpejam.
Kali ini senyum Jeno tidak terbit. Mata sipitnya yang kuyu memandang ayah, bubu, dan kakaknya bergantian. Rona kemerahan di kulit putihnya tergantikan oleh pucat. Ia menunjuk kepalanya saat Jaehyun bertanya apa yang sakit. Ia tidak dapat berbohong tubuhnya lemas sekali.
Karena tidak mau menyakiti Jeno, Mark memilih mengusap punggung tangan adiknya yang terasa lebih hangat. "Adek cepat sembuh ya. Abang berangkat sekolah dulu," pamitnya lalu membubuhkan kecupan di pipi Jeno. Sorot matanya menyendu lantaran kesayangannya ini menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
Bibir pucat Jeno melengkung sedih. Ia ingin Mark menemaninya di rumah tetapi ia tahu itu tidak bisa. Dengan bantuan bubunya, ia duduk dan merentangkan tangannya. Dagunya ia letakkan di atas pundak sang kakak seraya merasakan usapan lembut di punggungnya. Air matanya yang menetes dihapus oleh jemari ayahnya.
Jaehyun lantas menggendong Jeno dengan hati-hati. "Selama ayah kerja dan abang sekolah, adek istirahat di rumah sama bubu. Kemarin adek bilang mau sarapan buatan ayah 'kan? Hari ini ayah masak sarapan kesukaan adek. Habis mam sarapan, adek minum obat deh biar sakitnya cepat pergi." Panas di sekujur tubuh si bungsu benar-benar membuat jantungnya berdetak tak nyaman dan hatinya tercubit. Andai bisa ditukar, ia sukarela menerima sakit yang Jeno rasakan.
Air mata Jeno semakin menganak sungai di pipi gembilnya. Ia ingin menangis meraung-raung namun tahu tenggorokannya akan sakit. Tangisnya pecah ketika Jaehyun berpamitan akan berangkat. "Adek mau ayah," lirihnya serak.
Jaehyun mencium kening Jeno dan berkata, "Iya, nanti ayah pulang lebih awal. Ayah janji." Ia juga mengecup kening Taeyong kemudian menggandeng tangan si sulung. "Ayah sama abang berangkat, Bu."
Taeyong mengangguk sembari mengusap kepala Mark. "Hati-hati."
Mark menggigit bibir bawahnya dan netra bulatnya berbinar layu saat Jeno memanggilnya di tengah isak tangisnya. Kepalanya ingin menoleh ke belakang tetapi pintu kamar orang tuanya tertutup lebih dulu.
Setelah suami dan putra pertamanya pergi, Taeyong kembali menenangkan Jeno. Dengan sabar ia menunggu bayinya yang paling kecil ini menyudahi tangisnya yang memang berangsur-angsur mereda. Ia mengusap sudut matanya yang basah. Entahlah, tiba-tiba perasaan bersalah menyergap dadanya. "Sudah selesai?" tanyanya kala keheningan melingkupi kamarnya. Ia menggigit bibirnya merasakan anggukan lemah yang Jeno berikan.
Ia pun membantu Jeno meminum air putih untuk mencegahnya dehidrasi. Sambil menunggu kedatangan papanya, ia juga menanti Jeno tenang terlebih dahulu. Usapan di punggung sempit si kecil ia berikan terus-menerus. "Supaya adek cepat sembuh, adek harus diperiksa sama dokter. Mau ya?" bujuknya.
Jeno menjawab melalui dengungan tidak jelas. Ia benar-benar tidak mempunyai tenaga untuk sekadar membalas iya. Maniknya yang terasa panas memandang tas jinjing lumayan besar yang terletak di samping tak jauh darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snowflake [Jung Fams]
Fanfiction; tentang ayah, bubu, abang, dan adek ; Families are like snowflakes: they come in many shapes and sizes and no two are the same. And like a snowflake, they are very delicate and must be protected and guarded from elements that threaten to destroy t...