Happy Reading
Sorry for the typo(s)
˚*❋ ❋*˚
"Nanti adek bobo sama kita 'kan, Bu?" Jaehyun menempelkan genggaman tangan mereka ke pipinya. Hospital beeps yang ia dengar sejak tiga puluh menit yang lalu membuat jantungnya berdentum kencang―campur aduk antara khawatir, gugup, takut, dan senang. Ia mengeratkan tangan mereka yang bertautan saat Taeyong hampir memejamkan matanya. "Kasihan adek harus bobo sendirian. Nanti kesepian," imbuhnya tercekat.
Meski lemas karena pemberian anestesi, Taeyong tersenyum. "Kalau adek bobo sama kita..." Kalimatnya terhenti untuk menarik napas. Selain suara suaminya, ia juga bisa mendengar tim medis yang sibuk berdiskusi sendiri. "Kamar adek buat apa? Adek bobo di kamarnya sendiri." Bahkan di tengah suasana genting seperti sekarang, ia masih bisa menggoda Jaehyun. Bayi besarnya itu memang kurang setuju apabila si kecil tidur terpisah dengan mereka.
Jaehyun mengecup punggung tangan si cantik. Batinnya yang tak menentu bertanya-tanya kenapa waktu berjalan sangat lambat. Jujur ia bukan tipe orang yang mudah menangis namun detik ini keinginan untuk menangis terlampau menyeruak dan sulit ditahan. Terbilang sering kepalanya mendongak agar air matanya tidak meleleh. "Adek bobo di kamarnya sendiri waktu usianya tiga bulan gimana? Kebetulan aku sudah beli baby box yang lebih kecil biar bisa ditaruh di kamar kita. Boleh ya, Bu?"
Iris cokelatnya menggenang mendapati anggukan dan suara Taeyong sama-sama pelan. Jakunnya bergerak ketika ia menelan ludahnya susah payah. "Kamu..." Kalimatnya sukses terputus begitu tangis bayi yang memekakkan telinga menyingkirkan harap-harap cemas di ruang operasi dan tepat saat itu juga air matanya menetes. "Hebat," bisiknya kemudian mencium kening Taeyong. Lantas ciumannya singgah di kelopak mata, hidung, pipi, dan terakhir bibir yang terkasih. "Terima kasih," ucapnya tulus.
Di detik yang sama kala dahinya dicium, Taeyong pun menitikkan air mata. Ia juga ingin mengucapkan terima kasih tetapi dirinya tidak berdaya. Netranya berbinar haru dan bahagia menyadari malaikat kecilnya telah bersama mereka. Ibu jarinya mengusap-usap buku-buku jari seseorang yang baru saja mengutarakan cinta padanya.
"I love you, Bubu, and I always do."
˚*❋ ❋*˚
Dengan hati-hati Jaehyun duduk di atas sofa dengan Mark di gendongannya. Tubuh atasnya dan Mark yang polos ditutupi oleh sehelai selimut tipis. Mark sudah menyusu dan berhubung Taeyong sedang istirahat, ia menggunakan waktu ini untuk skin to skin dengan jagoannya. "Hai, Adek. Selamat datang," sapanya.
Suara itu tidak asing bagi Mark―selalu ia dengar selama berada di perut bubunya. Perlahan ia membuka matanya dan menarik samar sudut bibirnya ke atas, menepati janjinya untuk tersenyum.
Bukan yang pertama kali tetapi Jaehyun selalu terpaku setiap bersiborok dengan Mark. Netra bulat yang kini tengah ia tatap dan kagumi mengingatkannya pada nayanika cintanya. Sebuah kecup yang teramat lembut ia layangkan di pelipis Mark. "Anak ayah," ujarnya yang diiringi senyuman.
Benar.
Ia telah resmi menjadi seorang ayah. Kenapa perasaannya tiba-tiba menghangat dan bahagia sekali sampai berjuta kata yang tersimpan di otaknya tidak mampu menjabarkannya? Ia tertawa lirih mengenang kejadian di mana ia menangis diam-diam di samping ranjang Mark. Satu jam yang lalu rasa harunya benar-benar meluap dan tak tertahankan.
Detak jantung sang ayah terasa sangat dekat di telinga Mark. Denyut yang asing menilik kali pertama ia mendengarnya, namun tak dapat dipungkiri membuatnya nyaman dan tenang. Kulit mereka yang bersentuhan juga tak ayal menyelimuti seluruh tubuhnya dengan kehangatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snowflake [Jung Fams]
Fiksi Penggemar; tentang ayah, bubu, abang, dan adek ; Families are like snowflakes: they come in many shapes and sizes and no two are the same. And like a snowflake, they are very delicate and must be protected and guarded from elements that threaten to destroy t...