Enam

35 4 0
                                    

Hannie memperhatikan bayangan dirinya sendiri di depan cermin. Gaun panjang berwarna silver tanpa lengan dengan mutiara melingkar dari bahu kiri turun hingga ke pinggang, rambutnya yang berwarna kecokelatan digelung ketat di bawah lehernya dan diberi sisa poni depan yang tipis, lipstik berwarna senada dengan warna rambutnya. Dia harus memuji dalam hati bahwa pemilihan warna silver oleh Jihan benar-benar cocok di kulitnya. Dia tampak cantik hari itu, dan dia tidak bisa tidak berpuas diri.

Dia memutar kembali tubuhnya dalam gerakan anggun di depan kaca bak balerina hanya untuk memastikan bahwa semuanya sempurna. Dia tidak ingin mengacaukan hari bahagia Jihan.

Pintu kamar di belakangnya dibuka dari luar membuat Hannie membalikkan tubuh. Jihan masuk ke dalam, tampil luar biasa cantik dengan gaun pengantinnya. Berwarna putih, berbahan satin, dengan banyak sekali mutiara dan juga brukat di sekelilingnya, bertali spageti dan belahan rendah di bagian dada, bagian bawahnya yang menjuntai membentuk rok yang melebar hingga menyapu lantai. Rambutnya yang panjang disanggul sama seperti Hannie, dan dia mengenakan tiara kecil berbentuk seperti susunan kelopak bunga, dengan hiasan berlian yang sangat banyak di kelopaknya. Hannie ingin menangis melihatnya.

"Kau luar biasa..."  Hannie berbisik saat adiknya melangkah hati-hati ke dalam kamar, sedikit kesulitan mengangkat gaunnya. Dia menyenggol Hannie agar dia bisa berdiri di depan kaca dan melihat bayangannya sendiri.

"Aku juga ingin menangis melihat diriku sendiri. Ini tidak seperti aku..."  Jihan berdecak membuat Hannie tertawa.

Pintu kamar kembali dibuka dari luar membuat kakak-beradik itu menoleh. Salah satu pengiring pengantin yang lainnya, yang Hannie tahu bernama Kimi, menjulurkan kepala mengatakan bahwa bunga-bunga dan mobil yang akan mengantar mereka ke gereja telah siap. Ayah mereka juga sudah menunggu di lantai bawah. Hannie dan Kimi membantu Jihan melangkah dengan hati-hati menuruni anak tangga.

"Pandu aku agar aku tidak terjatuh, Dad..."  Jihan bergumam setibanya mereka mencapai anak tangga terakhir. Mr. Yves tersenyum.

Rombongan pengantin wanita tiba di gereja tepat waktu. Mereka hanya sedikit tertahan oleh kemacetan di bawah terowongan panjang yang menghubungkan West Coast bagian Utara dengan Selatan. Hannie, Kimi, dan Mr. Yves keluar lebih dulu dari dalam mobil antik yang mereka tumpangi.

Hannie dan Kimi masing-masing membantu mengangkat bagian bawah gaun dan veil Jihan, sementara Mr. Yves berdiri di samping Jihan dengan gelisah. Lebih dari sekali Hannie melihat Ayahnya memandang arlojinya sendiri seolah takut mereka semua terlambat dan Jihan akan batal menikah.

Pengantin wanita berjalan dengan anggun masuk ke dalam gereja. Hannie bisa melihat dari kejauhan, Sony berdiri tegang di depan altar. Sony berkeringat dan lagi-lagi, Hannie ingin tertawa lepas. Kenapa sih dia ini?!

Hannie mendengar namanya disebut dengan suara pelan namun jelas. Dia menoleh ke samping dan mendapati Sean berada di antara tamu undangan yang hadir. Hannie memang memintanya untuk datang, atas paksaan Jihan tentang teman berkencan. Tapi dia menolak mentah-mentah ide Jihan tentang menjadikan Sean sebagai pengiring pengantin pria.

Pria itu memakai tuksedo berwarna hitam dan kemeja putih lainnya, membuat Hannie nyaris memutar bola mata. Hannie ingin membalas lambaian tangan Sean namun itu tidak mungkin dilakukan, jadi dia hanya memberikan senyuman simpul untuknya.

Mr. Yves menyerahkan lengan Jihan pada Sony yang, Hannie bisa melihatnya dengan jelas, berjingkat diatas tumitnya. Dia tampak sangat canggung. Para tamu undangan diam, menghadap ke altar dan menyimak dengan khidmat saat Sony dan Jihan saling mengucapkan janji pernikahan mereka.

Mereka telah resmi menjadi sepasang suami-istri. Adik kecilnya, yang usianya tiga tahun di bawahnya, telah menjadi seorang istri. Hannie masih tidak percaya. Adik kecilnya yang berisik, yang hidupnya lebih terencana daripada hidupnya sendiri, kini tidak akan datang menyempatkan diri untuk berkunjung atau bahkan bermalam di rumah Hannie lagi. Memikirkan hal itu membuat Hannie menangis.

Sean bergabung dengan Hannie saat resepsi pernikahan yang dilangsungkan di tepi pantai. Sean menarik Hannie dari kerumunan, dari pengiring pengantin pria yang tampaknya ingin memonopoli Hannie seorang diri. Sean membawanya ke bibir pantai. Mereka bisa mendengar kicauan burung dan debur ombak di bawah mereka.

"Kau luar biasa..."  Sean tidak bisa menyembunyikan senyumnya. "Aku tidak tahan untuk tidak menculikmu..."

Hannie tertawa.

"Aku wanita bebas!"  Hannie berpura-pura menatap galak Sean meskipun pria itu tampak tidak takut.

Sean tertawa pelan. Alisnya yang hitam tebal menukik, seolah dia tidak menyukai gagasan tentang wanita bebas berhak berdansa dengan pria manapun. Tangannya meraih pinggang Hannie dan mereka mulai berdansa sama seperti pasangan dansa lainnya. Dari sudut matanya Hannie bisa melihat Jihan tengah bertukar dansa setelah sebelumnya dia melakukan dansa pertamanya.

"Apa yang kau lakukan beberapa hari kemarin?"  Sean kembali bertanya. Dia memang tidak menghubungi Hannie sedikit pun selama beberapa waktu, tanpa memberinya keterangan apapun atas absennya panggilan serta pesan singkat yang biasa dia kirimkan.

"Oh, membantu Jihan menyiapkan segalanya..."  Hannie berputar di tempatnya membuat gaun yang dia kenakan ikut mengayun lembut. "Apa yang kau lakukan?"

Sean tertawa ringan. "Memecahkan beberapa kasus secara langsung..."

Musik berhenti dimainkan dan beberapa pasangan dansa memilih untuk menyingkir dari lantai dansa untuk menikmati makanan atau minuman, bertukar pasangan dansa, atau kembali duduk dan berbincang dengan kerabat mereka. Hannie melihat Jihan memegang dadanya sendiri dan tertawa hingga terbungkuk-bungkuk bersama Sony.

"Dengar... bagaimana kalau kita pergi ke rumahku?"  Sean bertanya, jarak keduanya masih terlampau dekat.

"Ke rumahmu? Tapi, ada apa?"

"Kurasa kita memerlukan kencan lainnya setelah ini..."

Musik kedua dimainkan dan Hannie serta Sean kembali berdansa bersama dengan pasangan dansa yang lain.

Bayangan tentang kencan yang lainnya membuat hati Hannie mengembang karena rasa bahagia. Dia tidak bisa tidak memikirkan kalimat Sean, mengulang kalimatnya di dalam pikiran, dan berdiri dengan gelisah saat tiba waktunya untuk berpisah dengan kedua mempelai.

Jihan menangis di bahunya. Dia bicara tidak jelas dan Hannie hanya bisa menangkap beberapa kata di antaranya seperti "bagaimana kau hidup setelah ini" atau "aku akan merindukanmu..."

Hannie melepaskan pelukan mereka, memandang galak Jihan sambil bertolak pinggang. "Kau meremehkan kemampuanku untuk bertahan hidup..."  Keduanya tertawa.

Jihan mengalihkan pandangan pada Sean yang berdiri diam menyaksikan adegan di hadapannya. Sean tersenyum kecil sambil menganggukkan kepala, membalas senyum Jihan.

"Aku benar-benar senang karena Hannie berkencan dengan orang sepertimu..."  Jihan berkata parau pada Sean di sela isak tangisnya. "Terima kasih..."

Jihan dan Sony masuk ke dalam mobil antik yang tadi mengantar mereka menuju gereja. Dengan hati-hati Jihan memastikan dia tidak menginjak tepi gaun malamnya sendiri saat melangkah masuk ke dalam. Dia melambai kepada semua orang saat mobil mulai melaju pelan, berteriak kepada Hannie, berjanji dia akan menghubungi kakak tercintanya secepatnya.

Hannie berdiri gelisah di tempatnya. Ayah dan Ibunya masih memandang mobil yang ditumpangi putri bungsu mereka yang semakin menjauh. Ibunya terisak di bahu Ayahnya.

Jemari Sean yang meraih tangannya terasa hangat, membuat Hannie menoleh ke samping. Pria itu menganggukkan kepala, berkata sudah waktunya mereka pergi. Hannie melemparkan pandangan untuk terakhir kali kepada kedua orangtuanya yang kini tengah menangis terisak dikelilingi oleh anggota keluarga yang lain. Hannie tidak yakin kapan akan bertemu dengan orangtuanya lagi, tapi paling tidak, dia berharap, itu terjadi dalam waktu dekat. Kemudian Hannie berlalu meninggalkan lokasi tempat diadakannya pesta, masuk ke dalam sedan mewah Sean yang pernah ditumpanginya setelah berpamitan dengan Ibu dan Ayahnya.

CRY FOR METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang