Festival Seni 1

95 40 55
                                    

Happy Reading

.

.

.

"Lo kenapa terlihat kayak gusar gitu Yan?" tanya Arin.

"Gue juga gak tau Rin. Kayak ada yang gue pikiran cuman gue gak tahu apa." Diana menggaruk-garuk kepalanya tanda bingung.

"Kepala lo gatal?" tanya Arin lagi.

"Nggak Rin. Gue lagi bingung aja," jawab Diana.

"Apapun yang akan terjadi nanti, lo harus tetap berjuang yah. Semangat lomba nanti." Arin menepuk pundak Diana sebagai tanda untuk menyemangati Diana.

Sedari tadi perasaan Diana tidak tenang. Hal-hal buruk melintas masuk ke dalam pikirannya. Entah apa maksudnya Diana sendiri tidak mengetahuinya.

Dua perempuan dengan tinggi sama rata menghampiri Diana dan Arin.

"Hallo guys. Semangat ya buat lomba nanti. Gue doain semoga tim kita menang," kata Flora.

"Eh bentar-bentar. Diana kok kayak yang lagi banyak pikiran gitu." Melisa merasa ada yang aneh dengan Diana, ia menatap dalam mata Diana memastikan ada apa dengan temannya ini.

Diana menjauhkan wajahnya dari hadapan Melisa. "Eh ngapain mau cium gue?"

"Buset dah kagak Yan."

"Gue kok merasa kayak mau ninggalin kalian ya. Gue juga merasa kayak bakal pergi jauh banget dari kalian. Apa perasaan gue aja yah?" Tatapan Diana lurus ke depan kosong, hampa, sunyi itu yang tergambarkan.

"Udahlah jangan mewek ah. Gue gak mau lo ninggalin kita semua, kita baru aja berteman, kita udah tertawa bersama, main bareng, bahkan ini pertama kalinya kita akrab setelah 15 tahun sekamar." Flora menghapus air matanya yang mulai turun.

"Lo bilang jangan mewek Ra tapi lo sendiri yang mewek, hiks gu-gue tu gak mau sedih, dan gue juga gak mau nangis kayak gini tapi ini air mata kenapa turun. Yan lo jangan mikir aneh-aneh deh gue gak kuat kalo lo harus ninggalin kita. Gue udah anggap lo sebagai saudara gue Yan." Melisa yang tidak tahan dengan kata-kata Flora ikut menangis juga dan menarik Diana untuk memeluknya.

"Hiks hiks kalian kenapa pada nangis sih. Diana jangan bilang aneh-aneh deh, pokoknya di antara kita tidak ada yang boleh pergi, kecuali takdir yang menyuruh kita untuk pergi." Arin pun ikut berhambur ke pelukan Diana dan Melisa begitu juga dengan Flora.

"Jika apa yang gue omongin bakal terjadi, gue harap kalian ikhlas. Karena kematian gak ada yang tahu kapan dia datang. Kalian boleh nangis tapi jangan larut dalam kesedihan, gue akan melihat kalian dari atas langit nanti, dan gue gak suka ngeliat kalian nangis-nangisin gue. Gue mau lihat kalian bahagia ada atau tidaknya gue."

"DIANA! STOP GAK USAH BANYAK OMONG, LO GAK BAKAL NINGGALIN KITA!" teriak Arin.

"Sabar Rin." Melisa memeluk Arin untuk menenangkannya.

"Lo gak boleh ngomong gitu Diana. Gak bakal ada yang pergi di antara kita. Gue gak mau sedih-sedih terus. Bentar lagi kalian mau tampil," ujar Flora menengahi.

"Arin mending cuci muk dulu."

Arin meninggalkan mereka bertiga, di dalam kamar mandi Arin melanjutkan tangisannya. Ia tidak ingin Diana pergi jauh darinya, Arin sadar ia masih banyak salah pada Diana untuk sekedar minta maaf Arin begitu malu.

Dunia Apa Ini? : TransmigrasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang