***
Diluar hujan tapi, yang basah justru pipi tembam gadis berhijab hitam itu . Gadis berkaca mata mines itu hanya bisa terdiam dan menahan sengguknya. Ia takut untuk mengeluarkan suaranya.
Disini gadis itu berada. Di dalam mobil, dikursi penumpang samping pengemudi bersama seorang pria, pria yang sudah menemaninya sejak 2 tahun yang lalu. Pria yang dengannya ingin Ia habiskan hidupnya.
"Ca..maaf kalau sikap aku kali ini udah keterlaluan" suara lembut pria dibalik kemudi tersebut memecah lamunan gadis tersebut.
"Aku mau pulang" ucap gadis tersebut tanpa mengalihkan pandangannya kedepan. Ia masih betah memandang arah luar jendela mobil yang menampilkan kerlap kerlip silau terang lampu-lampu jalan Ibu Kota.
Hening kembali mendera. Tidak ada suara. Hanya bunyi klakson kendaraan yang sesekali menginterupsi helaan nafas kedua insan yang sedang bergulat dengan pikirannya masing-masing tersebut.
Mobil yang gadis itu tumpangi sudah berhenti di halaman depan sebuah rumah dengan desain modern. Tidak begitu besar namun, juga tidak kecil. Ukuran yang pas untuk pasangan pengantin baru yang sebenarnya sudah tidak baru-baru amat. Pernikahan mereka sudah berumur dua tahun namun, keduanya baru bisa hidup bersama di satu rumah setahun yang lalu. Bukan..mereka bukan menikah karena dijodohkan sehingga harus pisah rumah atau pisah ranjang karena tidak saling mencintai atau hal semacamnya, mereka dua orang yang saling mencintai, saling membutuhkan dan saling merindukan tetapi, karena kesibukan keduanya membuat dua insan ini lebih banyak menghabiskan waktu di atas panggung, di kota berbeda daripada menghabiskan waktu bersama. Hal tersebutlah yang belakangan sering memicu perdebatan dan pertengkaran diantara keduanya.
***
"Please Ca..jangan diem kayak gini. Aku bingung. Aku harus gimana ? Ini semua diluar kendali aku. Kenapa kamu bersikap seolah-olah ini salah aku ? Aku juga gak nyangka kalau Mama bisa ngomong kayak gitu ? Aku juga kaget kenapa tante-tanteku bisa ngomong kayak gitu ? Lagi pula menurutku juga wajar kan kalau seorang Ibu atau seorang Ibu mertua menanyakan keadaan anak atau menantunya, menanyakan kapan Ia akan diberi cucu ? " Rony, pria itu akhirnya kembali mengeluarkan argumennya setelah sebelumnya Ia dibuat bingung dan gelagapan dengan tingkah istrinya yang sejak mereka kembali dari rumah Ibunya hanya diam seperti orang bisu, menangis tanpa suara, dan acuh tak acuh padanya."Aku capek.." hanya itu kata yang keluar dari gadis tersebut. Ia menarik selimut hingga menutupi wajahnya, berbaring menyamping memunggungi Rony, suaminya.
Rony hanya bisa pasrah. Menarik nafasnya berat dan menghembuskannya perlahan. Ia dalam masalah, batinnya.
Tanpa ba-bi-bu Rony ikut berbaring disamping istrinya, menggeser guling yang ada diantara mereka, merapatkan tubuhnya agar lebih dekat dengan Salma, istrinya. Membisikkan sesuatu ditelinga istrinya 'maafin aku..yang harus kamu tau, aku sayang banget sama kamu sampai kapanpun.' Rony menurunkan selimut yang menutupi kepala Salma dan mencium kening istrinya itu cukup lama dan kembali ke posisinya, berbaring dan memunggungi Salma.
Salma yang sebenarnya belum tidur, menyunggingkan senyum simpuhnya. Ia berbalik dan menarik salah satu lengan Rony, mengisyaratkan agar pria tersebut memeluknya yang tentu saja segera diwujudkan oleh pria tersebut. "Maafin aku sayang.." ucapnya lagi dan diangguki oleh perempuan tersebut. Sungguh ia tengah dilanda kebimbangan saat ini. Terlalu banyak beban yang ada dipikirannya saat ini. Ia tidak tahu harus bagaimana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetap Disini
FanfictionTentang dua orang manusia yang hidup bersama dengan segala ujiannya.