Aku mengernyit saat mendengar pintu kamar diketuk berulang kali. Seperti tidak sabaran atau ada keadaan darurat di luar sana. Dengan kondisi mata yang masih sangat mengantuk, aku mencoba meraba kasur dan mataku sontak terbuka.
Untuk pertama kalinya selama hidupku menatap seseorang yang asing di atas kasur di sebelahku. Dalam keadaan telanjang pula. Astaga Zarifa! Apa yang telah terjadi tadi malam?
Aku menyibak selimut dan semakin tidak percaya dengan kondisi kulit tubuhku. Bisa dihitung jari bagian-bagian yang tidak ditandai oleh Fabian. Entah kenapa wajahku menjadi panas padahal cuaca sangatlah dingin.
"FA!"
Aku tersentak dan menoleh pada pintu kamar. Itu suara papa. Aku melirik jam di atas nakas dan membelalak. Mampus. Acara pesta pernikahanku dengan Fabian akan berlangsung siang ini pukul 1 dan kini sudah pukul 10.
"IYA, PA. UDAH BANGUN!" Aku menjawab sambil berteriak juga agar papa mendengar dengan jelas.
Fabian tampaknya terganggu karena suaraku dan dia menggeliat sambil mengucek kedua matanya. Lucu. Dia seperti anak kecil yang tidurnya terganggu oleh sesuatu. Sadar akan kondisi tubuhku, aku segera meraih kimono yang tergeletak tak berharga di lantai. Segera kukenakan dan kakiku melangkah dengan pelan menuju kamar mandi.
Sungguh, rasanya sangat aneh saat aku melangkah seperti ini. Area sensitifku masih ngilu dan perih. Tidak pernah terbayangkan olehku akan merasakan sensasi ini dalam waktu secepat ini. Bahkan membayangkan malam pertama saja tidak pernah.
"Fa,"
Aku menoleh pada Fabian saat laki-laki itu memanggil.
"Mandi. Papa dari tadi manggil-manggil."
Aku kembali melangkah dan mengabaikan Fabian yang menatapku dengan aneh. Sial. Sejak semalam dia begitu menatapku. Tatapan aneh yang entah kenapa malah membuat sekujur tubuhku meremang.
Baru saja aku menyalakan shower, pintu kaca di belakangku terbuka dan Fabian masuk mendekat. Aku menelan ludah menatap tubuh polosnya. Dia tampak biasa saja dan aku yang malu dibuatnya.
"Ngapain?" tanyaku ketus.
"Mandi."
"Bisa gantian, kan?"
Fabian tidak menggubrisnya. Dia menyentuh masing-masing sisi pinggangku dan meremas di sana. Aku menelan ludah dengan berat. Fabian tidak mungkin menggauliku di sini, kan?
"Masih sakit?" Fabian berbisik serak di telingaku.
Posisiku yang membelakanginya membuat aku tidak bisa menatap wajahnya. Aku hanya bergumam dan dia kian merapatkan tubuh kami. Bisa aku rasakan sesuatu menyentuh bokongku. Rasanya sungguh deg-degan.
Kami mandi bersama. Benar-benar mandi tanpa adanya adegan yang aku takutkan terjadi. Untungnya Fabian pengertian. Dia juga membantuku untuk membersihkan diri. Kini kami sama-sama mengenakan kimono setelah memakai pakaian dalam.
"Kamu mau sarapan di luar apa di kamar aja?" Fabian bertanya padaku saat dia membantuku mengeringkan rambut.
"Di sini aja. Jalanku rasanya aneh banget."
Fabian terkekeh dan aku mendelik padanya. Dia mengecup puncak kepalaku sekilas, lalu melanjutkan tugasnya. Saat rambutku sudah setengah kering, aku meminta dia menyudahinya.
"Fa?"
Suara abangku terdengar memanggil di luar kamar. Fabian melangkah ke arah pintu dan membukanya. Dia bertatapan sebentar, lalu membuka pintu lebih lebar sehingga abangku masuk. Aku tersenyum padanya dan dia juga tersenyum. Dia memelukku dan aku mengelus lengannya yang melingkar di dadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...