[NUKOR] 1

182 21 4
                                    

📚Happy reading📚

📚Happy reading📚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

"Assalamu'alaikum Bidadari nya Ghava!" salam Ghava, dengan senyuman diwajahnya kepada satu-satunya penghuni rumah sederhana berdindingkan kayu tersebut.

"Wa'alaikumussalam" jawab wanita paruh baya, yang tidak lain adalah ibu dari Ghava. Bu Nara.

Ghava bergegas membuka sepatunya, lalu meletakkannya di rak sepatu berbahan bambu, yang ia buat beberapa hari yang lalu.

Setelah menyimpan sepatunya, Ghava bergegas mendekati sang ibu lalu mengambil tangannya untuk ia salim.

"Gimana Bu kakinya? sakit?" Tanya Ghava, kepada sang ibu. Mengingat kalau beliau sering sakit kaki, setelah pulang dari berjualan sayur.

"Alhamdulillah kaki ibu nggak sakit nak" balas Bu Nara dengan senyuman teduhnya.

"Alhamdulillah. Kalau gitu Ghava mau mandi dulu Bu mau sholat ashar. Kita sholat berjamaah yah bu"

"Iya nak" senyuman tidak pernah luntur dari bibir Bu Nara melihat anak laki-lakinya.

Ghava beranjak untuk mandi, berganti pakaian, dan mengambil wudhu untuk melaksanakan kewajibannya.

"Mas seandainya kamu masih ada. Lihat Ghava kita, dia sudah tumbuh dewasa" satu tetes liquid bening lolos dari mata Bu Nara.

Ghava memang seorang anak yatim. Ghava kehilangan ayahnya pada usia 15 tahun. Ayah Ghava adalah seorang kuli bangunan, dan ayahnya meninggal karena mengidap penyakit jantung.

Setelah sholat ashar berjamaah Ghava membantu ibunya memilah-milah sayuran, yang akan dijual besok ke pasar. Karena sebagian sayur sudah menguning dan banyak berlubang.

"Va!" Panggil Bu Nara.

"Iya Bu?" Jawab Ghava menengok ke ibunya.

"Kok tumben kamu pulangnya cepet?. Biasanya habis sholat Maghrib?. Kamu nggak ke warung nya pak Mamat nak?" Tanya Bu Nara.

Bu Nara memang mengetahui bahwa anaknya bekerja di warung pak Mamat, yang berada di depan komplek perumahan mereka. Awalnya ia tidak mengizinkan Ghava untuk bekerja disana, tetapi Ghava meyakinkan ibunya bahwa ia ingin bekerja juga. Hitung-hitung untuk membantu uang bulanan mereka serta menyicil hutang mereka. Dan akhirnya ibunya menyetujui selama tidak menggangu sekolahnya.

Kalau berharap pada hasil penjualan sayur ibunya pasti tidak cukup. Karena kadang hanya terjual beberapa ikat sayur, sedangkan harga seikat sayur itu Rp 2.000.

☬NURAGA DAN SANG PETRIKOR☬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang