[NUKOR] 19

99 8 0
                                    

📚Happy reading📚

📚Happy reading📚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Ghava menatap pemuda dihadapannya dengan senyuman lebar di bibirnya. Sedangkan yang ditatap, menatap balik dengan pandangan datar.

"Assalamu'alaikum Nuraga" adalah ucapan yang keluar, untuk pertama kalinya setelah kesadaran sang teman sebangku.

Benar.

Travis akhirnya bangun dari tidur panjangnya. Tepatnya satu jam yang lalu. Saat itu Ghava baru selesai melakukan kegiatan rutinnya, yaitu membaca ayat suci Al-Qur'an untuk sang teman sebangku. Dan dirinya di buat terkejut, dengan suara ringisan lirih, yang tidak lain berasal dari Travis yang perlahan-lahan mulai membuka kedua netranya. Mengetahui suara tersebut berasal dari sang teman sebangku, perasaan Ghava bercampur aduk antara senang, sedih, dan khawatir. Lalu si pemuda tan, dengan cepat menekan tombol 'nurse call' yang berada tepat di kepala ranjang tempat Travis terbaring.

Setelahnya, Ghava segera berlari keluar untuk memberitahu pak Jajang, kalau Travis sudah tersadar dari komanya. Reaksi pak Jajang tentu saja terkejut dan sangat senang ketika mengetahui bahwa sang majikan muda sudah tersadar dari komanya.

Dan sekarang pria paruh baya tersebut sedang pergi tanpa sempat untuk melihat Travis terlebih dahulu, entahlah sehabis menerima telepon, pak Jajang langsung bergegas meninggalkan rumah sakit, dan mengatakan ada urusan. Dirinya menyuruh Ghava menjaga Travis untuk sementara waktu sampai dirinya kembali. Ghava tanpa ragu meng—iya—kan permintaan pak Jajang, dirinya tidak akan keberatan. Toh yang ia jaga adalah teman sebangkunya sendiri. Orang yang pertama kali mengisi tempat duduk disebelahnya tanpa rasa keberatan, setelah sekian lama tidak ada yang mau duduk menjadi teman sebangkunya. Jadi katakan untuk apa Ghava menolak?.

"Nggak perlu keluarkan suara untuk menjawab salam saya Nuraga, cukup dalam hati saja. Saya tau tenggorokan kamu masi sakit" ucap Ghava lagi, tanpa melunturkan senyumannya.

"Wa'alaikumussalam. Seperti biasa. Aneh!" batin Travis sembari mengalihkan tatapannya dari Ghava ke arah langit-langit ruangan tersebut.

"Nuraga terimakasih"

Tatapan Travis kembali ia arahkan kepada si pemuda September. Batinnya bertanya, mengapa teman sebangkunya ini berterimakasih padanya?. Memangnya ia telah melakukan apa?.

"Terimakasih, karena sudah bertahan dan tetap membuka mata. Dan—

Ada sedikit jeda, karena Ghava sedang mengatur nafasnya.

—maafkan saya Nuraga. Saya nggak bisa menolong kamu waktu itu. Saya— merasa gagal jadi teman yang baik"

Ghava menundukkan kepalanya, kembali mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Dirinya tidak akan pernah melupakan kejadian tersebut.

Travis mengerutkan keningnya. Maksud Ghava apa?. Apakah ini menyangkut tentang mengapa dirinya bisa berakhir di rumah sakit seperti saat ini?. Entahlah rasanya Travis lupa tentang kejadian yang di maksud oleh Ghava. Dan terasa lebih aneh lagi ketika dirinya hanya mengingat Ghava saja, sebagai teman sebangkunya yang berisik dan aneh!. Selebihnya ia tidak mengingat apapun tentang dirinya.

☬NURAGA DAN SANG PETRIKOR☬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang