📚Happy reading📚
.
.
.Ghava memasuki ruangan, yang didominasi dengan warna putih dengan suara alat pendeteksi jantung, yang terdengar cukup nyaring, dikarenakan ruangan yang begitu hening.
Ghava menatap tubuh sang teman sebangku, dengan banyaknya alat yang menempel ditubuhnya?. Entah Ghava pun tidak tau apa namanya, yang pastinya alat itu bisa membantu Travis bertahan.
Rasa bersalah kembali menyerang dirinya. Rasanya Ghava tidak kuat untuk melangkah lebih dekat lagi ke arah Travis. Kakinya terasa kaku, tangannya sedikit meremat Al-Qur'an, yang berada di digenggamannya.
Menetralkan nafas, Ghava mulai melangkahkan kedua kakinya perlahan. Walaupun rasanya tidak sanggup, tapi tidak bisa di pungkiri rasa ingin melihat bagaimana keadaan sang teman sebangku lebih dekat lagi itu nyata adanya.
Ghava menarik bangku yang berada, tepat di samping ranjang Travis. Dirinya menatap lurus ke wajah pucat sang teman sebangku, yang ditutupi oleh masker oksigen. Ekspresi wajah yang biasanya terlihat datar, kini terlihat damai.
Perasaan Ghava bercampur aduk, tenggorokannya tercekat. Rasanya untuk berbicara saja tidak sanggup.
"A— assalamu'alaikum Nuraga" salam Ghava lirih.
"Saya datang untuk menjenguk kamu. Nuraga kamu tau, rasanya aneh waktu lihat tempat duduk kamu kosong"
Ghava kembali menghembuskan nafasnya.
"Saya kembali duduk sendiri lagi Nuraga, dan itu tidak enak. Semoga kamu cepat pulih yah. Saya tunggu. Dan saya janji akan bawa kamu ke suatu tempat, ketika kamu pulih nanti"
Setelah berbicara Ghava membuka Al-Qur'an nya. Mulai melantunkan ayat-ayat suci tersebut, di samping tubuh lemah sang teman sebangku.
Suara Ghava menyatu dengan suara alat pendeteksi jantung. Memenuhi ruangan yang semula hening.
Setelah beberapa menit akhirnya Ghava selesai dengan lantunannya. Menurut kitab suci tersebut, dan menciumnya.
Dirinya kembali menatap ke arah Travis.
"Nuraga saya pamit dulu. Saya janji, akan datang lagi besok. Assalamu'alaikum" Ghava beranjak dari duduknya. Melangkah menuju ke arah pintu ruangan Travis, tanpa menyadari bahwa setetes kristal bening mengalir dari kedua sudut mata Travis, yang tertutup.
Ketika keluar dari ruangan Travis, Ghava duduk sebentar di bangku yang beberapa saat lalu dirinya duduki. Hendak menunggu pak Jajang, yang izin pulang sebentar untuk mengambil beberapa pakaian.
Tiba-tiba Ghava teringat sesuatu. Dan langsung berdiri dari duduknya.
"Ya Allah saya lupa. Penagih hutang" dengan gelisah Ghava menatap ke arah lorong, berharap pak Jajang segera muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
☬NURAGA DAN SANG PETRIKOR☬
Fiksi RemajaHanya cerita tentang dua orang remaja dengan kisah hidup yang berbeda, tetapi dengan tujuan hidup yang sama, yaitu bahagia. Ghava!. JENANTA PETRIKOR AL-GHAVA pria sederhana penyuka aroma khas yang keluar saat hujan, dan sedikit cita-citanya yang ing...