[NUKOR] 21

71 9 2
                                    

📚Happy reading📚

📚Happy reading📚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Ghava melangkahkan kedua kakinya menuju ke sebuah pemakaman umum, dimana di sana terdapat makam ibu dan ayahnya. Lagi-lagi Ghava menghembuskan nafas gusar, sepertinya hari ini adalah salah satu dari banyaknya hari yang membuat pemuda September tersebut merasa lelah.

"Kak Ghav. Kita kan mau bertemu orang tua kak Ghav. Kenapa kita kesini?" Tanya Doni merasakan keanehan. Dirinya mengira akan di bawa ke sebuah rumah, dimana Ghava tinggal bersama kedua orang tuanya.

Ghava yang mendengar ucapan Doni, segera menoleh dan sedikit tersenyum.

"Doni ikut kak Ghav saja yah. Sebentar lagi kita sampai" tukas Ghava.

Walaupun merasa aneh Doni tetap melangkahkan kedua kaki kecilnya, mengikuti langkah Ghava. Sedangkan Desi, gadis kecil tersebut sedari tadi menyembunyikan wajahnya di punggung Ghava, mungkin sedang tertidur?.

Dari tempatnya Ghava dapat melihat kedua makam yang berbeda dari makam lainnya. Dimana kedua makam tersebut tidak dilapisi oleh keramik, sedangkan makam disekitarnya dilapisi oleh berbagai macam keramik. Ghava kembali merasa bersalah kepada kedua orang tuanya.

Tapi setelah ini Ghava berjanji akan memperbaiki makam mereka. Tentu saja dengan gaji hasil bekerja di minimarket.

Ghava menghentikan langkahnya diantara makam kedua orang tuanya. Dirinya segera membangunkan Desi. Ternyata gadis kecil tersebut memang tertidur di punggung Ghava, mungkin merasa lelah akibat berjualan di bawah teriknya matahari.

"Assalamu'alaikum Bidadari nya Ghava. Assalamu'alaikum Yah. Ghava datang" lirih Ghava, dengan suaranya yang tiba-tiba berubah menjadi serak.

Doni dan Desi berdiri di belakang Ghava, dengan tanda tanya dibenak masing-masing. Tampaknya kedua anak kecil tersebut belum mengerti dengan situasi yang terjadi.

"Bu, yah. Ghava baru saja di pecat dari minimarket. Ghava nggak tau lagi di mana mau cari pekerjaan setelah ini. Dan sampai saat ini Ghava masih tinggal di rumah pak Jajang. Ghava nggak enak terus-terusan tinggal di sana. Ghava merasa, sudah banyak merepotkan pak Jajang dan Bu ani"

Menunduk untuk mengatur nafasnya yang terasa memburu. Ghava kembali mengangkat kepalanya.

"Ibu, ayah. Maaf. Maaf, karena detik ini— Ghava merasa lelah, dan nggak bisa jadi anak yang kuat, seperti kata ibu"

Setelah mengeluarkan semua keluh kesah dalam dirinya, Ghava sekuat tenaga menahan agar isakan tidak lolos dari bibirnya. Walaupun nyatanya sia-sia, isakan lirih itu lolos tanpa bisa ia cegah.

"Ibu, ayah. Ghava— Ghava rindu" ucapnya terbata-bata, tak kuasa menahan rasa rindu yang kembali menghampiri.

Doni yang samar-samar mendengar isakan lirih Ghava, ikut merasa sedih. Mata anak laki-laki tersebut mulai berembun.

☬NURAGA DAN SANG PETRIKOR☬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang