Hanya cerita tentang dua orang remaja dengan kisah hidup yang berbeda, tetapi dengan tujuan hidup yang sama, yaitu bahagia.
Ghava!. JENANTA PETRIKOR AL-GHAVA pria sederhana penyuka aroma khas yang keluar saat hujan, dan sedikit cita-citanya yang ing...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
. . .
Masih dihari yang sama seperti (chapter 5).
Sehabis makan nasi goreng tadi, Ghava berbaring kembali di atas ranjang UKS sekolahnya.
Perutnya masih sedikit sakit, tetapi tidak sesakit tadi. Mungkin karena Ghava sudah makan nasi goreng?.
Dia masih memikirkan tentang Travis. Travis itu penuh dengan tanda tanya. Kalau Ghava bertanya pasti diabaikan begitu saja, tapi tadi dia memberi nasi goreng untuk Ghava, dan tidak menutup kemungkinan bahwa dia juga orang yang menolong Ghava di gudang, saat dirinya pingsan.
"Sebenarnya ada apa dengan Nuraga? Dan kenapa dia dipukuli oleh kakak-kakak kelas itu?, Bukannya Nuraga siswa baru?"
Sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba bell tanda pulang berbunyi.
"Eh sudah pulang?. Berapa lama saya pingsan?" Ghava bertanya pada dirinya sendiri.
"Berarti saya ketinggalan 2 mapel? Huff nanti minta sama Nuraga saja" setelah nya Ghava turun dari ranjang UKS dan menuju ke kelasnya.
Koridor sekolah sudah lumayan kosong, tetapi masih ada beberapa siswa-siswi yang mungkin masih menjalankan piket atau sekedar nongkrong.
Sesampainya di kelas, ternyata kelasnya sudah kosong. Hanya tas Ghava saja yang berada di dalam kelas.
Ghava bergegas mengambil tasnya lalu keluar dari kelas, tidak lupa menutup pintu kelasnya.
Saat Ghava berjalan menuju gerbang sekolah, matanya menangkap Travis yang baru saja ingin keluar dari parkiran motor.
Dengan cepat Ghava berlari ke arah Travis.
"Nuraga! Tunggu sebentar!"
Ghava menghadang motor Travis.
"Nuraga. maaf sebelumnya saya boleh ikut kamu?"
Travis masih diam menatap Ghava dibalik helm hitamnya, hanya matanya saja yang terlihat.
"Eee itu saya mau minta maaf sama orang tua kamu, karena saya nggak izin dulu waktu bawa kamu ke ru—
—nggak perlu!" dengan cepat Travis memotong ucapan Ghava. Menutup kaca helmnya lalu menjalankan motornya keluar dari lingkungan sekolah.
Ghava mengerutkan keningnya. Memandang punggung Travis, hingga hilang dibalik gerbang tinggi sekolah mereka.
"Mungkin Nuraga sudah memberi tau orang tuanya?" Pikir Ghava.
Ghava segera berjalan pulang kerumahnya. Tubuhnya masih lumayan sakit. Ghava ingin cepat-cepat mengistirahatkan tubuhnya di atas kasur.
Matahari begitu terik padahal sekarang sudah pukul tiga sore. Ghava berjalan dengan menahan panas dikakinya, karena sol sepatunya sudah mulai menipis. Ghava tidak ingin mengganti sepatunya, karena ia tau ibunya tidak memiliki banyak uang untuk membelikan Ghava sepatu.