[11]: The beautiful midnight.

408 89 35
                                    


"Nja, mau makan apa?" Radit sedikit meninggikan suaranya dikarena kan bunyi yang sangat bertabrakan di jalanan. Klakson spion, pengamen serta orang-orang yang berlalu lalang membuat berisik jalanan pada malam itu. 

Renjani sedikit memajukkan kepalanya, takut Radit tak akan mendengar jawaban dari dirinya. "Gue masih kenyang, Dit. Cari kue buat Ibu aja." 

Satu hal yang Radit mungkin ketahui dari hari ini, bahwa Renjani adalah orang yang cukup ambisius. Sebelum ia mendapatkan apa yang ia cari, Renjani betul-betul tak akan menyerah begitu saja. Berbeda dengan dirinya yang hanya pasrah dengan apa yang ada.

"Lo beneran gak mau?" Radit meyakinkan Renjani sekali lagi. Padahal di sepanjang jalanan yang mereka lewati, banyak menghidangkan makanan ringan serta berat, bau yang dihasilkan pun sangat harum.

Tapi Renjani tetap pada pendirian yang tak bisa di ganggu gugat. "Iya beneran."

Kalau sudah begini, meski khawatir juga Radit tak bisa untuk memaksa. Jadilah mereka langsung menuju tempat dimana Radit sudah membooking kue, yaitu toko kue milik pacar Dika, Sharon. Saat bertemu di kampus tadi, Radit sekalian melakukan transaksi dan yang lainnya, jadi malam itu mereka tinggal mengambil kue.  

Walaupun ramai, pemandangan saat itu cukup menghibur mata. Lampu dengan terang bertebaran dimana-mana. Di setiap lampu merah ada banyak badut dengan pakaian lucu mereka. Angin pun mengambil peran paling penting untuk menyejukkan cuaca malam itu.

Kecepatan motor Radit standar, tidak cepat juga tidak lambat, sehingga Renjani masih bisa menikmati vibes baru dari malam itu. 

Diam-diam Radit melirik Renjani yang sedang cengar-cengir dari kaca spion. Sangat susah untuk tidak menyemburkan senyuman yang dari tadi ia susah payah tahan. Apa lagi ketika Radit melihat Renjani dengan senyuman lebar dan mata berbinar-binar sedang asik memandangi segala pemandangan.

"Kenapa?"

Suara Renjani membuyarkan lamunan Raditya. Ketauan sudah kalau ia sedari tadi memperhatikan Renjani dari balik spinon.  "Ga-gapapa." Lidah Radit terasa sangat kelu. Astaga. Entah semerah apa wajah Radit saat ini sehingga membuat Renjani tertawa di belakangnya. 

Hanya membutuhkan waktu lima belas menit sebenarnya perjalanan dari mall ke toko kue Sharon, tapi Radit membuatnya lebih lama sedikit. 

"Ciee Radit." Kata pertama yang keluar dari mulut Sharon ketika Radit memasuki toko tersebut bersama Renjani, "Ini toko kue, Pak. Bukan KUA."

Radit sering berpikir bahwa Sharon dan Dika memang sangat cocok, karena sama-sama mempunyai mulut yang susah di kontrol. "Mana kue nya?"

"Oh iya, bentar." Sharon mengambil kue pesanan Radit dari dalam kulkas yang berada di sana. "Nih, sesuai pesenan." Kue dengan hiasan coklat kesukaan Ibu sudah terbungkus dengan sangat rapi dalam kotak. 

"Makasih, Sha." Radit membawa bungkusan tersebut. "Gue pulang ya."

"Eh, bentar." Sharon mencegah mereka berdua untuk pergi. Gadis berambut pirang itu terlihat membungkuskan satu slice kue strawberry dari etalase nya. Setelah memasukkan ke dalam plastik, Sharon menghampiri Renjani. Sambil menyodorkan kue yang tadi ia bungkus Sharon mengenalkan dirinya, "Hai, nama gue Sharon. Anggap aja ini hadiah untuk pertemuan pertama kita."

Renjani tentu senang. Selain mendapatkan teman baru, ia juga mendapatkan kue kesukaan nya. "Astaga, makasih banyak, Sharon. Gue Renjani." balas Renjani  sambil tangannya menerima kue tersebut.

"Ah, i see." Jawab Sharon. Sambil melirik ke arah Radit, Sharon melanjutkan, "Lo lucu banget, pantesan Radit betah."  Sambungnya di akhiri dengan tawa. 

Hello, Neighbor | Junkyu LiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang