[2]: Anyone, just not her.

783 105 23
                                    


Memasuki hari biasa, orang-orang jauh lebih produktiv dari pada kemarin. Tak terkecuali Radit.

Sekitar jam setengah tujuh pagi, ia sudah harus bangun untuk sekedar menyiram tanaman si Ibu. Atau memberi makan Rambo dan Rembi, Ayam peliharaan Ayah yang ada di halaman belakang.

Kuliah di mulai pukul sebelas nanti, Radit masih mempunyai waktu banyak untuk sekedar berleha-leha. Entah itu untuk kembali tidur, atau sekedar bermain ponsel.

Sejujurnya, ia sangat bosan. Seluruh aplikasi dalam ponsel nya tak terlihat menarik. Apa lagi WhatsApp yang terlihat sepi. Hanya ada beberapa chat dari grup kelas maupun grup tongkrongan.

Sesaat, dari dalam kamarnya, Radit mendengar pintu depan di ketuk. Tak lama, terdengar suara Ibu seperti sedang mengobrol dengan seseorang. Radit kepo, siapa yang rajin pagi-pagi seperti ini bertamu?

Radit adalah salah satu manusia dengan rasa penasaran yang sangat tinggi. Ia lantas mengintip dari pintu kamar nya yang terbuka sedikit. Sayang, ia hanya bisa melihat siluet sang Ibu tanpa tau siapa tamu itu.

Ibu kembali masuk setelah pintu depan tertutup. Mungkin tamu itu sudah pergi. Radit lantas keluar dari kamar hanya untuk sekedar bertanya kepada Ibu.

"Siapa, Bu?"

Ibu melirik ke arah Radit yang tengah berdiri dibelakangnya. "Si Renjani tuh." Balas Ibu sambil masih tangan nya mengutik beberapa cabai di atas meja.

"Ngapain dia pagi pagi?" Radit ikut duduk di sebelah Ibu. Tangan nya yang jahil memelintir sayuran yang berada di sana.

"Mau minta alamat lengkap sini, sekalian mau mesen ojek-Heh!" Ibu menyentil tangan Radit yang memegang sayuran nya. "Tangan kotor gitu megang sayuran, udah Ibu cuci tau."

"Cuci lagi kan bisa, Bu." Cibir Radit.

Ibu meliriknya tajam membuat Radit segera kabur kedalam kamarnya. Takut malah ia yang disuruh nyuci nantinya.

---


Kelas sudah selesai dari tiga puluh menit lalu, tapi Radit masih nyaman berada di area kampus. Apa lagi kalau bukan untuk menongkrong dengan geng nya. Geng yang tak terlalu terkenal, tapi rata-rata mahasiswa disana sudah tau nama mereka. Hanya berisi empat orang pemuda, tapi kalau sudah kumpul besar suara bisa mengalahkan toa masjid sekitar.

Ada Farel, si wajah ketus yang ternyata berjiwa pelawak. Ada yang namanya Angga, tampang ganteng tapi kisah percintaan selalu miris. Ada juga Dika, muka kalem kelakuan kayak badut. Terakhir ada Raditya tentunya, hidup yang selalu dipenuhi dengan kemageran dan tiduran.

Adalah hal yang sangat jarang kalau Radit ikut berkumpul. Biasanya ia akan absen dengan alasan 'sorry bro, gue ketiduran.' Mereka kadang heran sama kelakuan Radit, dan ngeraguin kalo Radit itu beneran manusia apa Koala yang bisa tidur seharian.

Tapi sebenernya, mereka semua punya kelakuan yang gak beda jauh. Sama-sama anak rumahan yang berjiwa mageran tapi pengen tetep eksis walaupun keliatan alay.

"Gimana Ngga sama yang kemarin?" Selalu Farel yang pertama bertanya selancar apa pdkt Raka dengan gebetan yang selalu berganti-ganti.

Angga hanya tersenyum kecut. Lagi-lagi jawaban yang selalu sama setiap ditanya. Tak pernah berubah dan tak tau kapan berubah.

"Gagal mulu kayak tes CPNS." Sahut Dika dengan entengnya. Di antara mereka berempat, emang cuma Dika sendiri yang udah punya pacar. Bule pula. Namanya Sharon, anak manajemen semester tiga. Entah apa pelet yang dipake Dika sampe bule dari kanada kepincut sama dia.

"Udah, cari yang laen aja-itu noh cakep."

Seluruh pandangan mereka tertuju pada mahasiswi yang ditunjuk Farel tadi. Tampak asing bagi mereka, bisa di tebak ia adalah maba. Tapi, tak asing lagi di pandangan Radit.

"Jangan." Radit langsung bersuara saat tau gadis berwajah mungil itu ingin dijadikan target pdkt selanjutnya oleh Angga.

"Kenapa jangan? Emang lo kenal?" Belum tau sih Angga tertarik apa engga sama cewe yang asal ditunjuk oleh Farel tadi. Cuma ya dia kepo aja.

Radit hanya mengangkat bahu nya. Tak ingin jawab iya, tak ingin pula jawab tidak. Serba salah deh pokoknya. "Ya jangan aja pokoknya. Cari yang lain. Lagian orang asing."

Entah kenapa tiba-tiba saja Radit tidak rela kalau Renjani menjadi target pdkt selanjutnya oleh Angga.

Angga dan Dika mengangguk ngerti. Lain halnya dengan Farel, ia malah melirik Radit curiga. Tak biasanya Radit melarang seperti sekarang.

"Sama temen Sharon aja, ntar gue cariin elah." Dika menyahuti lagi.

Angga iya-iya aja, asalkan kali ini lancar. Dia capek soalnya jomblo mulu. Padahal jomblo juga gak ada salahnya. Contohnya kayak Farel sama Radit, santai aja tuh mereka jadi jomblo.

Kayaknya sih, tapi.

---

Hari hampir memasuki maghrib, Raditya baru sampai ke rumahnya. Biasa, sekali ikut nongkrong suka lupa waktu.

Sebelum masuk kerumah, ada satu hal yang menarik perhatiannya. Motor ninja berwarna hitam yang terparkir tepat di depan rumah Renjani. Pintu rumah gadis itu terbuka sangat lebar. Di teras juga terlihat sepasang sepatu laki-laki. Radit pikir, mungkin itu pacarnya?

Tak lama, sesosok pemuda berjaket kulit terlihat mahal keluar dari rumah itu. Dengan raut wajah yang tak bisa di terka oleh Radit. Antara kesal, marah, sedih mungkin menjadi satu. Sedangkan Renjani hanya berekspresi datar, memandangi pemuda itu yang perlahan meninggal kawasan tersebut saat ia sudah siap di atas motornya.

Dari kejauhan yang tak terlalu jauh, Renjani masih bisa melihat Raditnya yang sedang duduk di teras rumahnya. Tak disangka oleh Radit, ternyata Renjani melayangkan senyum ke arahnya. Dari ekspresi yang datar berubah menjadi senyuman, secepat itukah mood wanita berubah?

Radit jelas ikut tersenyum. Setelah itu ia bisa melihat dengan jelas Renjani masuk ke dalam dan menutup rapat pintu rumahnya.

Senyuman Renjani telah hilang bagaikan matahari tenggelam pada sore itu. Tapi Radit masih setia membeku dengan senyumannya.

Ada apa dengan pemuda itu...?

---

Angga, Radit, Farel, Dika.

Angga, Radit, Farel, Dika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hello, Neighbor | Junkyu LiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang