"Hei, Lee Minho!"
"Tidakkah kau ingin menyapaku dengan sedikit lebih baik?" ucap Minho yang saat ini tengah memperbaiki posisi kacamata bulat yang bertengger di hidungnya akibat pukulan tidak santai Jisung yang tiba-tiba.
"Kau! Apa yang kau lakukan pada wanita kemarin?" tanya Jisung sembari mengambil buku yang dipegang Minho.
"Tidur," jawab Minho tenang.
Jisung berdecih, "apa kau tahu? Dia menghilang sejak saat itu dan sudah dua hari ini tidak ditemukan."
Minho mengambil paksa bukunya, "lalu? Apa urusannya denganku?"
"Kau orang yang terakhir kali bersamanya!"
Helaan nafas pemuda tampan itu keluarkan, tidak habis pikir dengan tuduhan yang Jisung lontarkan padanya tanpa adanya bukti jelas. "Sungguh, aku tidak peduli," Minho bangkit merebut kembali bukunya dari tangan Jisung dan memasukkannya ke dalam tas.
"Kau melupakannya begitu saja setelah malam yang kalian lewati bersama?"
"Asal kau tahu, aku bahkan sudah pergi disaat kalian masih sibuk menggoda orang-orang di bar itu. Seharusnya dia masih disana dan bertemu dengan kalian, benar? Jadi sebenarnya malam apa yang kau maksud?"
Well, Jisung akui ia sedikit gegabah dengan menuduh Minho. Nyatanya, semalam setelah Minho dan wanita itu memasuki kamar, sekitar tiga puluh menit kemudian Jisung melihat Minho telah keluar dan pergi begitu saja dari bar itu. Wanita itu tanpa diduga masih berpakaian rapi dan menyapa Jisung dan teman-temannya sesaat sebelum kembali bergabung dalam pesta.
"Tetap saja kau mencurigakan! Aku akan melaporkanmu!"
Minho mendorong Jisung pada tembok dan menguncinya.
Deg!
Sial, sial, sial.
Menunjukkan seringaian menyebalkannya, Minho berbisik, "oh benarkah? Kau memiliki bukti?"
Jisung membungkam mulutnya dan memilih untuk mengalihkan pandangannya ke arah samping. Bagaimana tidak? Mata tajam Minho saat ini fokus menatapnya, menyusuri manik kecoklatan itu tepat di hadapan wajahnya. Oh, jangan lupakan juga tangannya yang menggenggam Jisung agar si manis tak dapat memukulnya seperti biasanya.
"Lihat mataku, Han Jisung," Minho membawa dagu Jisung untuk menghadap padanya, mengajak kedua mata tersebut untuk beradu dan tenggelam dalam pikiran yang sama.
"Apa yang membuatmu begitu yakin bahwa aku terlibat dengan hal itu?"
Jisung tak bisa memfokuskan isi kepalanya dengan situasi yang ada. Tentu saja! Posisi ini mengingatkannya pada mimpinya saat itu! Ia bersumpah bahwa kondisinya saat ini benar-benar persis ketika Minho mencium lehernya meskipun bukan dalam realita. Jisung terlalu sering memikirkannya hingga saat ini ia gugup sendiri dengan perlakuan Minho.
Pipi Jisung merona, membuat kekehan kecil muncul dari mulut Minho.
"Oh, pipi tupai ini nampak memerah, apa kau sedang malu, hm? Tupai nakal."
"Ck! Jika kau terlalu dekat seperti ini mana bisa aku menjawab?! Siapa juga yang tidak malu ditatap dengan jarak seperti ini?!" Jisung akhirnya memilih untuk mengeluarkan umpatannya pada Minho, membuat pemuda tampan itu menjauhkan dirinya dan tertawa menanggapi ekspresi malu yang Jisung tunjukkan padanya.
"Berhenti tertawa!" ucapnya setengah berteriak. Cukup menjengkelkan baginya ketika Minho terus menertawakannya.
Hey! Maksudku, apa yang lucu dengan pipi merona? Memangnya siapa yang membuat Jisung seperti ini? Jisung kesal!
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAMCATCHER [Minsung] ✔
Fanfiction[Completed] Malam itu, Jisung tak menyadari bahwa salah seorang temannya telah bersimpuh darah dengan senyuman kepuasan menghiasi wajahnya. "Apa yang kau lakukan pada wanita itu?" "Tidak ada." "Bukankah terakhir kali dia bersamamu kemarin? Bagaimana...