"Minho.. sungguh aku tak tahan dengan semua ini."
Pagi iniJisung terisak dalam dekapan sang vampire, ia menolak untuk pergi keluar rumahnya. Terhitung sudah dua minggu sejak Minho bertemu Chan dan ia harus mengerahkan tenaganya untuk menghajar vampire yang mengincar Jisung. Wajar saja, mereka yang bukan berasal dari kota ini pun dapat samar-samar mencium aroma darah si manis yang begitu menyengat.
Minho pikir ia dapat menjaga Jisung, namun nyatanya cukup melelahkan melawan vampire-vampire itu. Selama dua minggu Jisung hidup dengan penuh ketakutan, dan selama dua minggu pula ia melihat Minho nampak melemah.
"Aku ingin menghentikan semuanya, tolong bunuh saja aku," isak Jisung.
"Tidak, Hannie. Aku takkan membiarkanmu mati," ucap Minho sembari mengelus pucuk kepala Jisung.
"Bukankah jika kau memakanku maka semua tujuanmu akan tercapai? Aku akan menyerahkan hidupku dan berhentilah," tak sekali dua kali Jisung menyaksikan Minho bersusah payah untuk melindunginya hingga dirinya terluka. Si manis tak mengerti, investasi apa yang sedang dilakukan Minho hingga membuat dirinya sendiri bersikeras melindungi Jisung.
"Hannie. Aku mencintaimu, dan aku takkan membiarkan siapapun menyakitimu."
Bohong. Bukankah kau sendiri yang akan menyakitiku?
Minho nampak sedang menyiapkan sesuatu yang lebih besar dan ia tak tahu apa itu.
"Apakah tidak ada hal lain yang dapat kita lakukan selain hidup seperti ini? Aku lelah, sungguh."
Minho nampak terdiam sejenak. Ada suatu hal yang selalu terpikirkan dalam kepalanya, namun mimpinya tak begitu memberikannya petunjuk mengenai hal itu. Resikonya terlalu besar, dan Jisung mungkin akan membenci dirinya sendiri.
"Ada, tetapi aku tak menginginkannya," ucap Minho.
Jisung mengangkat kepalanya, menunjukkan seberapa deras air matanya mengalir dari manik bulat yang indah itu. "Apa itu? Beritahu aku!"
Minho mendudukkan dirinya pada sebuah kursi dan memandang keluar jendela, menunjukkan keraguan yang ada dalam dirinya.
"Merubahku sama sepertimu, benar?" terka Jisung tepat sasaran.
Vampire itu menggeleng kuat, "aku tak akan membiarkanmu hidup sepertiku."
"Bagaimana caranya? Tunjukkan padaku!" Jisung nampak membentak, menunjukkan betapa frustasi dirinya menghadapi dunia luar selama dua minggu terakhir. Hey, baru saja dua minggu berjalan dan ia telah hidup tersiksa seperti ini, bagaimana dengan bulan berikutnya dan tahun berikutnya? Ia harus terus melewati hal-hal melelahkan ini setiap hari?
Ayolah, Jisung ingin hidup dengan tenang, bahkan meskipun ia tak menjadi manusia sekalipun.
"Tidak."
Pemuda Han itu mulai jengkel. Ia berasumsi bahwa Minho sedang bermain-main dengan investasi pada darahnya. Minho telah menolaknya, alasan apalagi yang masuk akal selain karena darahnya takkan kudus seperti semula jika ia mengubah kodratnya?
Minho tentunya ingin menyimpan darah itu untuk dirinya sendiri.
Pemuda manis itu terus berusaha berdebat dengan Minho demi menghentikan penderitaannya. Namun Minho enggan, ia nampak keras kepala dan egois di mata Jisung. Bahkan Jisung sendiri sudah tak menginginkan kehidupannya dan ia akan lebih senang jika dirinya mati mengikuti garis takdir.
Jika ia mati mungkin ia tak perlu menghadapi dunia yang mengerikan ini.
"Berhentilah bersikap kekanakan, Han Jisung. Menjadi vampire bukanlah hal yang menyenangkan sama sekali," Minho memanggil nama lengkapnya, menandakan bahwa dirinya tengah marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAMCATCHER [Minsung] ✔
Fanfiction[Completed] Malam itu, Jisung tak menyadari bahwa salah seorang temannya telah bersimpuh darah dengan senyuman kepuasan menghiasi wajahnya. "Apa yang kau lakukan pada wanita itu?" "Tidak ada." "Bukankah terakhir kali dia bersamamu kemarin? Bagaimana...