9

933 93 19
                                    

"AAAAA!"

Jisung membuka matanya, bangkit dari posisi berbaringnya. Ia mengambil nafas panjang ketika menatap sebuah jam weker di atas meja, pukul enam pagi.

"Sialan. Rupanya hanya mimpi," si manis menggerutu merutuki mimpi anehnya. Sepertinya saat ia makan bersama Minho yang hanya menemaninya isi kepalanya mulai memikirkan hal-hal yang liar.

Jisung memang sedikit curiga pada Minho, namun hal yang tak ia sangka adalah pikiran bodohnya seolah direalisasikan oleh mimpi. Mengejutkan sekali, padahal Jisung hanya bergurau soal Minho yang ia pikir seorang vampire.

"Lagipula jika itu benar, bukankah menyenangkan memiliki kekasih dengan kekuatan super yang dapat membunuh orang yang mengganggumu? Hahaha."

Mari tinggalkan Jisung dengan pemikiran bodohnya karena tupai itu perlu bersiap-siap untuk berangkat kuliah pagi ini.

Seperti biasa Jisung akan membersihkan dirinya dan sarapan terlebih dahulu sembari menunggu Minho datang menjemputnya.

"Kau terlihat pucat, Hannie," ucap Minho sembari mulai menjalankan mobilnya. Meskipun mereka sedang tak berada di kampus, seperti biasa Minho tak pernah absen memperlakukan Jisung sebagai seorang kekasih sungguhan.

"Benarkah? Kurasa itu hanya mimpi burukku," Jisung memainkan ponselnya, melihat ada cukup banyak orang yang meninggalkan komentar pada postingan terbarunya kemarin di taman bermain.

Minho menoleh sejenak, "hm? Mimpi buruk yang seperti apa?"

"Kau adalah vampire, dan kau menggigitku."

Pemuda berparas tampan itu terkekeh sembari kembali memperhatikan jalan, "sini biar kugigit lehermu hingga kemerahan."

Jisung mendecak, "bukan gigitan yang seperti itu! Hey aku tahu apa isi pikiranmu ya!"

Begitulah rutinitas baru yang Minho sukai, menggoda Jisung untuk melihat pipi gembilnya menggembung lucu agar bisa ia cubiti. Hey, hati-hati dengan jalanan di hadapanmu Minho atau kalian akan pergi ke surga secara tiba-tiba.


***


Sore ini Jisung pulang sendirian. Ia tengah berada di dalam bus saat ini sembari mendengarkan musik melalui earphonenya. Minho sejak awal mengatakan bahwa ia tak dapat mengantarkan Jisung pulang karena memiliki urusan dengan ayahnya.

"Karena aku tinggal terpisah dengan keluargaku, jika aku perlu menemui mereka aku harus menghabiskan banyak waktu di perjalanan. Maaf karena tak bisa mengantarmu," begitulah ucapan Minho dengan ekspresi merasa bersalahnya.

Jisung sama sekali tak mempermasalahkan hal itu, ia masih sadar diri bahwa posisinya adalah sebagai kekasih pura-pura. Dan jika ia seorang kekasih sungguhan pun bertemu dengan orang tua bukanlah suatu hal yang dapat dilarang. Jisung tak suka diatur, maka ia tak akan mengatur orang lain seenaknya.

Sampai di halaman rumahnya, Jisung mengernyit melihat keadaan rumah yang sepi. Kemana ibu dan ayahnya yang biasanya mengobrol santai sembari meminum kopi di teras? Jika mereka tak melakukan itu pun, jendela rumah pasti akan terbuka lebar karena ibunya tak menyukai kegelapan. Saat ini bahkan tirainya pun tertutup.

Sekarang mengapa bagian dalam rumah itu nampak gelap dari luar?

Jika kedua orang tua Jisung pergi, seharusnya mereka mengabari anaknya terlebih dahulu, sementara Jisung tak mendapatkan pesan apapun dari mereka.

Dengan panik Jisung membuka pintu, untungnya tak dikunci. Ia membiarkan pintu terbuka lebar untuk pencahayaan.

"Ibu? Ayah? Apa kalian di rumah?"

DREAMCATCHER [Minsung] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang