Jisung tak berhenti menggerutu setelah dipermainkan oleh Minho, bahkan sampai ia dibodohi dan memberikan ciumannya secara cuma-cuma. Selama berhari-hari ia tak dapat fokus dalam mengerjakan tugasnya dan tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Bahkan sore ini, lama kelamaan Jisung mulai merasa mengantuk karena konsentrasinya tak kunjung datang. Ia memilih untuk menaruh kedua kepalanya diatas kedua tangan yang terlipat pada mejanya untuk tidur sebentar.
Si manis sedang berada di kelas kosong tempat dirinya dan seluruh teman-temannya sempat melaksanakan pembelajaran terakhir. Ia memilih untuk tidak pulang bersama yang lain untuk mengejar deadline tugasnya.
Seharusnya Jisung sudah menyelesaikannya sejak lama, namun isi kepalanya belakangan ini hanya dipenuhi oleh Minho. Fakta tersebut benar-benar menghambat kinerjanya untuk melaksanakan berbagai kegiatan, baik itu di kelas maupun di klub musik. Tak jarang Jisung berakhir dengan teguran dari senior di klub dan yang dapat ia lihat adalah senyuman menyebalkan dari Minho yang bayangannya selalu menghantui dirinya.
Dampak buruk dari itu semua adalah Jisung yang harus mengorbankan banyak waktu istirahatnya untuk melakukan seluruh pekerjaannya, berhubung saat ini otaknya sulit sekali diajak untuk bekerja sama. Jisung jadi membutuhkan waktu lebih untuk berkegiatan dan itu sungguh melelahkan baginya.
Salahkan Minho yang malah menikmati penderitaan Jisung.
"Ugh.. sial. Pukul berapa ini?" Jisung merutuki dirinya yang tertidur cukup lama, bahkan ia dapat melihat betapa gelap ruangannya tanpa cahaya bulan yang menyinari. Sesekali yang menambah penerangan dalam ruangan itu hanyalah kilat yang muncul akibat cuaca buruk. Hujan deras sedang melanda daerahnya malam ini.
"Pukul delapan."
Jisung terkejut dan menoleh ke samping, mendapati Minho yang sedang santai memainkan ponselnya dalam gelap. Sang tupai menaikkan sebelah alisnya, mengapa pemuda itu ada disini?
"Apa yang kau lakukan?"
"Menemanimu. Kau pasti akan membayangkan hantu jika membuka mata sendirian dalam kondisi gelap begini," ledek Minho.
"Aku tidak takut hantu, dasar sok tahu," ucap Jisung sembari bangkit dan membereskan peralatannya hendak pulang. Ia khawatir tak akan ada bus yang lewat karena si manis tak dapat meminta tumpangan pada Changbin seperti biasanya. Ia harus pulang sendiri dan akan merepotkan jika harus berjalan kaki hingga rumahnya, ia hanya membawa payung kecil yang tak dapat melindungi celana dan sepatunya dengan hujan sederas ini tentu saja.
Dengan tak tahu diri bahwa Minho telah menemaninya sepanjang tidurnya, Jisung melenggang begitu saja meninggalkan Minho dengan setengah berlari. Pemuda dengan hidung mancung itu menghela nafas dan ikut keluar dengan langkah santai.
Bukan bermaksud apa-apa, Jisung hanya tak ingin berhadapan dengan Minho terlebih dahulu. Sedikit berbahaya untuk kondisi jantungnya dan Jisung tak bodoh untuk mengerti arti dari degupan di dadanya itu.
Ia sadar perlahan perlakuan Minho membuatnya menaruh hati pada sosok pemuda aneh yang menyebalkan itu.
Pemuda manis itu membuka payungnya, berjalan dengan hati-hati menuju halte di depan gerbang kampusnya dan duduk disana, berharap akan ada bis yang lewat dan dapat membawanya pulang. Yah, meskipun hanya dengan kemungkinan kecil.
Sekitar sepuluh menit menunggu, bukannya bis yang datang, yang Jisung dapati adalah sebuah mobil hitam yang berhenti di hadapannya. Dahi Jisung mengernyit melihat Minho membuka kaca mobil dari dalam.
"Dasar bodoh. Kau pikir bis akan lewat pukul segini? Kampus kita tidak terletak di kota besar dan tak akan ada kendaraan umum yang lewat, Han."
"Diamlah! Apa salahnya sedikit berharap!" protes Jisung tak terima.
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAMCATCHER [Minsung] ✔
Fanfiction[Completed] Malam itu, Jisung tak menyadari bahwa salah seorang temannya telah bersimpuh darah dengan senyuman kepuasan menghiasi wajahnya. "Apa yang kau lakukan pada wanita itu?" "Tidak ada." "Bukankah terakhir kali dia bersamamu kemarin? Bagaimana...